1. Manfaat teoritis.
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan teori- teori yang dapat dipakai didalam penerapan prinsip kehati-hatian dalam penyaluran
kredit melalui pendekatan prinsip business judgement rule pada Bank BUMN berbentuk Perseroan Terbatas. Dengan demikian penelitian ini akan memberikan
sumbangan yang berarti kepada pengembangan ilmu hukum khususnya hukum ekonomi.
2. Manfaat praktis.
Penelitian ini akan menghubungkan teori, konsep serta kelaziman yang berlaku didalam dunia perbankan dengan azas dan peraturan ketentuan hukum
khususnya mengenai penerapan prinsip kehati-hatian dalam penyaluran kredit melalui pendekatan prinsip business judgement rule. Dengan adanya suatu kesamaan
pandangan terhadap konsep business judgment rule maka akan memudahkan semua pihak, yaitu penegak hukum, praktisi perbankan, masyarakat dan stakeholder Bank
untuk melakukan kegiatan yang berkaitan dengan bank.
E. Keaslian Penelitian.
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 diberlakukan sejak tanggal 16 Agustus 2007 atau dengan perkataan lain undang-undang tersebut relatif baru
walaupun pada sistem common law prinsip business judgement rule telah lama diterapkan. Sepanjang pengetahuan penulis, penelitian sejenis juga dilakukan oleh 5
Universitas Sumatera Utara
lima orang mahasiswa Sekolah Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara yaitu:
1. Katharina Melati Siagian, dengan judul Penerapan Prinsip Kehati-hatian Dalam
Pemberian Kredit Studi Pada PT. Bank Negara Indonesia Persero Tbk pada tahun 2006.
2. Rudi Dogar Harahap, dengan judul Penerapan Business Judgment Rule Dalam
Pertanggungjawaban Direksi Bank Yang Berbadan Hukum Perseroan Terbatas pada tahun 2008.
3. Delmon Frengki, dengan judul Peran Hukum Perbankan Dalam Pemberdayaan
Kredit Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Studi Pada PT. Bank Rakyat Indonesia Cabang Lubuk Pakam pada tahun 2008.
4. Kusmono, dengan judul Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan
Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian pada tahun 2008. 5.
Marganti Panggabean, dengan judul Analisis Pertanggungjawaban Direksi Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas
pada tahun 2008. Namun, penelitian yang dilakukan penulis ini berbeda objek penelitiannya,
penelitian ini spesifik dilakukan pada industri perbankan yang bergerak di sektor bisnis Usaha Mikro Kecil dan Menengah UMKM untuk penyaluran kredit dengan
pola penjaminan sehingga pendekatan yang dipakai untuk menganalisis permasalahan penelitian menggunakan ketentuan perundang-undangan, aturan Bank Indonesia,
teori-teori, asas-asas dan kelaziman-kelaziman yang berlaku dalam dunia perbankan.
Universitas Sumatera Utara
F. Kerangka Teori Dan Konsepsional.
1. Kerangka Teori.
Hukum adalah karya manusia berupa norma-norma yang berisikan pertunjuk- petunjuk tingkah laku. Ia merupakan pencerminan dari kehendak manusia tentang
bagaimana seharusnya masyarakat itu dibina dan kemana harus diarahkan. Oleh karena itu pertama-tama, hukum itu mengandung ide-ide yang dipilih oleh
masyarakat tempat hukum itu diciptakan. Ide-ide ini adalah ide mengenai keadilan.
13
Ternyata keadilan saja tidak cukup, masyarakat membutuhkan peran hukum lebih luas dari hanya sekedar penegakan keadilan, tetapi masyarakat juga
menginginkan hukum dapat menjamin kepastian dalam hubungan mereka satu sama lain serta kepentingannya juga terlayani. Oleh karenanya, Satjipto Rahardjo dengan
mengutip pendapat Radbruch yang mengemukakan bahwa hukum harus memiliki tiga nilai dasar yaitu: kepastian hukum rechtsickerheit, kemanfaatan zubeckmassigheit
dan keadilan gezechtigheit.
14
Selain tiga nilai dasar tersebut, dalam penelitian ini, konsep hukum yang akan digunakan adalah hukum yang berkaitan dengan kegiatan ekonomi. Menurut J.D. Ny.
Hart, hukum yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi harus memiliki unsur- unsur sebagai berikut:
13
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1996, hlm. 18.
14
Ibid, hlm. 19.
Universitas Sumatera Utara
a. Hukum harus dapat membuat prediksi predictibility, yaitu apakah hukum itu
dapat memberikan jaminan dan kepastian hukum bagi pelaku dalam memprediksi kegiatan apa yang dilakukan untuk proyeksi pengembangan ekonomi.
b. Hukum itu mempunyai kemampuan prosedural procedural capability dalam
menyelesaikan sengketa. Misalnya dalam mengatur peradilan tribunal court of administrative tribunal, penyelesaian sengketa diluar pengadilan alternative
dispute resolution, dan penunjukan arbiter konsiliasi conciliation dan lembaga- lembaga yang berfungsi sama dalam penyelesaian sengketa.
c. Pembuatan, pengkodifikasian hukum codification of laws oleh pembuat hukum
bertujuan untuk pembangunan Negara. d.
Hukum setelah mempunyai keabsahan, agar mempunyai kemampuan maka harus dibuat pendidikannya education dan selanjutnya disosialisasikan.
e. Hukum itu dapat berperan menciptakan keseimbangan balance, karena hal ini
berkaitan dengan inisiatif pembangunan ekonomi. f.
Hukum itu berperan dalam menentukan definisi dan status yang jelas definition and clarity of status, yang dalam hal ini hukum tersebut harus memberikan
definisi dan status yang jelas mengenai segala sesuatu dari orang. g.
Hukum itu harus dapat mengakomodasi accomodation keseimbangan, definisi dan status yang jelas bagi kepentingan individu-individu atau kelompok-
kelompok dalam masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
h. Tidak kalah pentingnya dan harus ada dalam pendekatan hukum sebagai dasar
pembangunan adalah unsur stabilitas stability sebagaimana diuraikan dimuka.
15
Peraturan atau norma hukum, itu tidak lahir dengan sendirinya. Ia dilatarbelakangi oleh dasar-dasar filosofis tertentu, yang disebut dengan asas hukum.
Sehingga untuk mempelajari norma hukum, kita harus mengetahui asas-asas hukumnya. Hal ini disebabkan asas hukum itu mengandung nilai-nilai dan tuntutan
etis yang merupakan jembatan antara peraturan-peraturan hukum dan cita-cita sosial serta pandangan etis masyarakat.
Satjipto Rahardjo menyatakan bahwa barangkali tidak berlebihan apabila dikatakan asas hukum merupakan jantungnya perautan hukum. Karena itu ia
merupakan landasan yang luas bagi lahirnya suatu peraturan hukum. Ini berarti bahwa peraturan-peraturan hukum itu pada akhirnya bisa dikembalikan kepada asas-
asas hukum tersebut. Lebih lanjut beliau menyatakan bahwa asas hukum bukan peraturan hukum yang bisa dipahami tanpa mengetahui asas-asas hukum yang ada di
dalamnya.
16
Demikian juga bila berbicara tentang perbankan, bahwa dalam melaksanakan kemitraan antara bank dan nasabahnya, untuk terciptanya sistem perbankan yang
15
Bismar Nasution, Pengaruh Globalisasi Ekonomi Pada Hukum Indonesia, Bahan Kuliah Pada Pasca Sarjana Hukum Ekonomi USU, hlm. 19.
16
Satjipto Rahardjo, Op. Cit, hlm. 45.
Universitas Sumatera Utara
sehat, kegiatan perbankan perlu dilandasi dengan beberapa asas hukum khusus yaitu:
17
a. Asas Demokrasi Ekonomi.
Perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian. Ini berarti, fungsi dan usaha
perbankan diarahkan untuk melaksanakan prinsip-prinsip yang terkandung dalam demokrasi ekonomi yang berasaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Dalam demokrasi ekonomi yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 tersebut harus dihindarkan hal-hal sebagai berikut:
1 Sistem free fight liberalism yang menumbuhkan eksploitasi terhadap manusia dan
bangsa lain yang dalam sejarahnya di Indonesia telah menimbulkan dan mempertahankan kelemahan struktur ekonomi nasional dan posisi Indonesia
dalam perekonomian dunia. 2
Sistem etatisme, dalam arti bahwa negara beserta aparatur negara bersifat dominan, mendesak dan mematikan potensi serta daya kreasi unit-unit ekonomi di
luar sektor negara. 3
Persaingan tidak sehat serta pemusatan kekuatan ekonomi pada satu kelompok dalam berbagai bentuk monopoli dan monopsoni yang merugikan masyarakat dan
bertentangan dengan cita-cita keadilan sosial.
18
17
Rahmadi Usman, Op Cit. hlm. 14.
18
Ibid. hlm. 16.
Universitas Sumatera Utara
b. Asas Kepercayaan.
Asas kepercayaan adalah suatu asas yang menyatakan bahwa usaha bank dilandasi oleh hubungan kepercayaan antara bank dan nasabahnya. Bank terutama
bekerja dengan dana dari masyarakat yang disimpan padanya atas dasar kepercayaan, sehingga setiap bank perlu terus menjaga kesehatannya dengan tetap memelihara dan
mempertahankan kepercayaan masyarakat padanya. Demikian juga bank melengkapi dirinya dengan peraturan-peraturan dan pedoman-pedoman serta kebijakan sehingga
mampu mengelola dana ataupun titipan masyarakat dengan baik. Kepercayaan sangat mahal nilainya sebab tidak akan ada nasabah yang berani menitipkan dananya pada
suatu bank jika ia tidak yakin akan ada nasabah yang berani menitipkan dananya pada suatu bank jika ia tidak yakin dan percaya pada bank tersebut.
19
c. Asas Kerahasiaan.
Dalam hubungan antara bank dengan nasabah terdapat kewajiban bagi bank untuk tidak membuka rahasia dari nasabahnya kepada pihak lain manapun kecuali
jika ditentukan lain oleh perundang-undangan yang berlaku, hal ini dinamakan rahasia bank. Dengan demikian istilah rahasia bank mengacu pada rahasia dalam
hubungan antara bank dengan nasabah walaupun bersifat rahasia tapi tidak tergolong rahasia bank bank menurut undang-undang perbankan. Rahasia bank adalah segala
sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya. Kerahasiaan informasi yang terlahir dalam kegiatan perbankan ini
19
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
diperlukan baik untuk kepentingan bank maupun nasabah. Oleh karenanya bank harus memegang teguh keterangan yang tercatat olehnya.
20
d. Asas Kehati-hatian.
Perkataan kehati-hatian dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti memperhatikan dengan sungguh-sungguh.
21
Menurut A.C. Page dan R.B. Ferguson sebagaimana dijelaskan dalam ”The Prudent Man Rule”, bahwa setiap orang yang
bertugas mengelola sesuatu investasi untuk kepentingan pihak lain, harus selalu bertindak hati-hati dan di dalam pikiran merasa terikat secara moral dengan pihak lain
tersebut. Bagi seorang pengusaha, ia harus sadar bahwa yang dikelolanya adalah milik orang lain dan secara moral bertanggungjawab kepada masyarakat.
22
Ross Cranston mengemukakan bahwa diperbankan aturan kehati-hatian prudential regulation membedakan antara aturan preventif dan aturan protektif
dengan perincian sebagai berikut: 1
Preventif pencegahan, mencakup hal-hal yang bersifat teknis yang sengaja diadakan untuk membentengi krisis dengan cara mengurangi risiko yang dihadapi
bank. Teknik-teknik ini meliputi antara lain pengawasan dan monitoring manajemen bank, kecukupan modal, solvensi dan standar likuiditas serta batas
maksimum pemberian kredit.
20
Ibid.
21
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Jakarta: Balai Pustaka, 1989, hlm. 301.
22
A.C. Page R.B. Ferguson, The Prudent Man Rule; Investor Protection, London: Weiden Feld and Nocolson Ltd, 1992, hlm. 19-20.
Universitas Sumatera Utara
2 Protektif, bermaksud memberikan perlindungan dan dukungan kepada bank
terutama pada saat krisis mengancam. Fasilitas pinjaman dari bank sentral lender of last resort merupakan manfaat yang segera tersedia, tetapi yang terutama
adalah bantuan penyelamatan rescue operation merupakan hal yang dibutuhkan, dan juga skema pembayaran dibawah asuransi perlindungan deposan.
23
Industri perbankan merupakan suatu industri yang sangat bertumpu pada kepercayaan fiduciary masyarakat yang memiliki uang untuk disimpan
24
di bank. Dalam menjalankan kegiatan usaha tersebut bank menghadapi berbagai risiko baik
risiko kredit, risiko pasar, risiko operasional maupun risiko reputasi. Banyaknya ketentuan yang mengatur sektor perbankan dalam melindungi kepentingan
masyarakat, termasuk ketentuan yang mengatur kewajiban modal minimum sesuai kondisi bank, batas pemberian kredit dan ketentuan yang mengatur mengatasi bank
yang mengalami krisis, menjadikan sektor perbankan yang ”highly regulated”. Pengurus bank adalah profesi yang dituntut memiliki standar kehati-hatian yang
tinggi dalam mengelola bank. Alasannya adalah bank sebagai industri keuangan yang kegiatan usahanya adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya
kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit bukan berasal dari pemilik bank.
25
Menyimak pendapat Ross Cranston sebagaimana diuraikan tersebut di atas bahwa aturan kehati-hatian prudential regulation di perbankan mencakup aturan
23
Ross Cranston, Principles of Banking Law 84 1997, hlm. 11.
24
Hikmahanto Juwana, Bunga Rampai Hukum ekonomi dan Hukum Internasional, Jakarta: Penerbit Lentera Hati, 2002, hlm. 4.
25
Zulkarnain Sitompul, ”Bankir Perlu Berhati-hati”, Harian Ekonomi Pembaca, 8 Januari 2008.
Universitas Sumatera Utara
preventif dan aturan protektif. Ketentuan-ketentuan tersebut telah diakomodasikan dalam Undang-Undang Perbankan yang mencakup sisi dasar aspek hukum
implementasi prinsip kehati-hatian perbankan di Indonesia sebagaimana tercantum dalam Surat Edaran Bank Indonesia No.912DPNP tentang Pelaksanaan Good
Corporate Governance yang mengandung asas transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi dan kewajaran.
Pada Bank BUMN yang bergerak dalam jasa perbankan, aspek hukum The Prudential Banking Practice juga sudah diakomodasikan dalam undang-undang
perbankan dan peraturan perundang-undangan lainnya yang menegaskan bahwa Bank Indonesia menetapkan batas maksimum pemberian kredit, pemberian jaminan
penempatan investasi surat berharga atau hal lain yang serupa yang dapat dilakukan oleh bank kepada peminjam yang terkait, termasuk kepada perusahaan dalam
kelompok yang sama dengan bank yang bersangkutan. Batasan umum penerapan prinsip kehati-hatian dalam pemberian kredit adalah
bahwa bank sebelum menyalurkan kredit harus melakukan penilaian yang seksama terhadap calon debitur meliputi apa yang disebut 5C’s of Credit yaitu:
a. Character Karakter.
b. Capacity kapasitas
c. Capital Modal
d. Condition Kondisi
e. Collateral Jaminanagunan.
Universitas Sumatera Utara
Selain hal tersebut di atas, bank juga harus menilai seluruh aspek-aspek perkreditan yang ada. Tujuannya adalah untuk menghindari kredit bermasalah yang
berujung pada kredit macet. Kondisi macetnya suatu fasilitas kredit bukan hanya menimbulkan kerugian bagi bank tetapi juga menimbulkan kerugian bagi nasabah
penyimpan dana, karena sumber dana bank dalam menyalurkan kredit sebagian besar adalah dana titipan nasabah. Oleh karena itu, bank wajib mengedepankan prinsip
kehati-hatian dalam pemberian kredit. Risiko dan bank adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan satu sama
lainnya, tanpa adanya keberanian untuk mengambil risiko maka tidak akan pernah ada bank, dalam artian bahwa bank muncul karena keberanian untuk berisiko dan
bahkan bank mampu bertahan karena berani mengambil risiko. Namun jika risiko tersebut tidak dikelola dengan baik, bank dapat mengalami kegagalan bahkan pada
akhirnya mengalami kebangkrutan. Risiko, khususnya di dalam konteks bisnis bagi Bank dan lembaga
keuangan, tidaklah selalu mewakili sesuatu hal yang buruk. Kenyataannya Risiko bisa mengandung di dalamnya suatu peluang yang sangat besar bagi mereka yang
mampu mengelolanya dengan baik. Hal itu mungkin yang melatarbelakangi mengapa kalimat “Saya akan ambil Risiko tersebut,” dalam bahasa Inggris lebih banyak
dinyatakan dengan, I will take that chance. Secara sederhana J.P Morgan mengartikan risiko sebagai suatu ketidak pastian
dari Net Return yang terjadi, atau secara komprehensif risiko merupakan suatu potensi terjadinya peristiwa event yang dapat memberikan pengaruh negatif
Universitas Sumatera Utara
terhadap nilai suatu portofolio aset yang dapat diukur dengan probabilitas tertentu dalam rentang waktu yang diketahui
.
26
Berdasarkan pengertian tersebut diatas, dapat diartikan bahwa gampangnya risiko hari ini bisa diterjemahkan sebagai potensi kerugian esok hari, akan tetapi
malangnya, risiko tidaklah bisa diukur seperti menghitung pendapatan dan biaya yang harus dikeluarkan bank karena risiko tidaklah bersifat “tangible” kasat mata.
Pengukuran risiko lebih merupakan hal yang konseptual dan merupakan tantangan dalam menerapkan praktik perbankan berbasis risiko. Jadi untuk menilai risiko yang
“intangible” tidak kasat mata, mendefinisikannya dengan benar merupakan suatu keharusan yang tidak dapat ditawar-tawar.
Bank Indonesia melalui Peraturan Bank Indonesia Nomor. 58PBI2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum sebagaimana telah diubah
dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor. 1125PBI2009, menjelaskan defenisi risiko-risiko yang harus dihadapi Bank dalam aktivitas bisnisnya, walaupun
mengadopsi Bassel II namun terdapat perbedaan mengenai definisi tersebut. Adapun jenis risiko yang wajib dikelola bank adalah:
a. Risiko Kredit
b. Risiko Pasar
c. Risiko Operasional.
d. Risiko Likuiditas
e. Risiko Hukum
26
http:avartara.comrisiko-risiko-perbankan , diakses tanggal 31 Januari 2010.
Universitas Sumatera Utara
f. Risiko Reputasi
g. Risiko Strategik.
h. Risiko Kepatuhan
Mencermati jenis-jenis risiko dan akibat yang ditimbulkannya bagi Bank, menuntut paradigma baru bagi Bank tentang risiko perbankan. Jika dulu kita hanya
mengenal risiko kredit sekarang tidak cukup hanya dengan risiko kredit saja. Jika dulu pemantauan risiko hanyalah merupakan fungsi auditor, sekarang merupakan
tanggung jawab Direksi. Jika dulu risiko hanya sebagai suatu faktor negatif yang harus dikontrol, sekarang risiko diterjemahkan sebagai suatu opportunity bagi bank.
27
Bercermin dari petikan perkataan Alan Greenspan : “...We should not forget that basic economic function of these regulated entities banks is to take risk. If we
minimize risk taking in order to reduce failure rates to zero, we will, by defenition, have eliminated the purpose of banking system”. Pengelolaan risiko Bank bukan
berarti menghilangkan risiko sampai menjadi nihil, tetapi lebih ditekankan kepada bagaimana mengukur, memonitor, mengelola dan mangambil keuntungan dan
mengamankan bank dari risiko-risiko tersebut .
28
2. Konsepsional
Untuk memudahkan pemahaman terhadap pembahasan dalam penulisan ini, maka digunakan definisi operasional sebagai berikut:
27
Peraturan Bank Indonesia Nomor. 58PBI2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor. 1125PBI2009.
28
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
a. Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,
berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah
jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.
29
b. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan atau badan
usaha perorangan yang memenuhi kriteria sebagai berikut: 1
Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp.50.000.000,- lima puluh juta rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
2 Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp.300.000.000,- tiga ratus
juta rupiah.
30
c. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan
oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik
langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
1 Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp.50.000.000,- lima puluh juta rupiah
sampai dengan paling banyak Rp.500.000.000,- lima ratus juta rupiah tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau
29
Lihat Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan
30
Lihat Pasal 6 ayat 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah.
Universitas Sumatera Utara
2 Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp.300.000.000,- tiga ratus juta
rupiah sampai dengan paling banyak Rp.2.500.000.000,- dua milyar lima ratus juta rupiah.
31
d. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang
dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian
baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau Usaha Besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sesuai kriteria
sebagai berikut: 1
Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp.500.000.000,- lima ratus juta rupiah sampai dengan paling banyak Rp.10.000.000.000,- sepuluh milyar rupiah
tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau 2
Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp.2.500.000.000,- dua milyar lima ratus juta rupiah sampai dengan paling banyak Rp.50.000.000.000,-
lima puluh milyar rupiah.
32
e. Kredit bermasalah Non Performing LoanNPL adalah semua kredit yang
memiliki risiko tinggi, karena debitur telah gagal atau menghadapi masalah dalam memenuhi kewajiban yang telah ditentukan. Kredit bermasalah dapat diartikan
suatu keadaan kredit dimana debitur sudah tidak sanggup membayar sebagian atau keseluruhan kewajibannya kepada bank seperti yang telah diperjanjikan, atau
31
Ibid, lihat Pasal 6 ayat 2.
32
Ibid, Pasal 6 ayat 3.
Universitas Sumatera Utara
telah ada suatu indikasi potensial bahwa sebagian maupun keseluruhan kewajibannya tidak akan mampu dilunasi debitur.
f. Kredit Usaha Rakyat adalah kredit kepada Usaha Mikro, Kecil dan Koperasi
dengan pola penjaminan KUMKP. g.
Risiko adalah bahaya, akibat atau konsekuensi yang dapat terjadi akibat sebuah proses yang sedang berlangsung atau kejadian yang akan datang. Risiko dalam
konteks perbankan merupakan suatu kejadian potensial, baik yang dapat diperkirakan anticipated maupun yang tidak diperkirakan unanticipated yang
berdampak negatif terhadap pendapatan dan permodalan Bank.
33
h. Prinsip business judgement rule
berdasarkan Pasal 97 ayat 5 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas
merupakan pembelaan kepada para Direksi terhadap fiduciary duty karena prinsip ini menekankan bahwa para
anggota Direksi tidak dapat dibebani tanggung jawab atas akibat-akibat yang timbul karena telah diambilnya suatu pertimbangan bisnis business judgment
oleh anggota Direksi yang bersangkutan, sekalipun apabila pertimbangan itu keliru, kecuali dalam hal-hal tertentu.
i. Fiduciary duty adalah Duty of loyality and good faith bersama-sama dengan duty
of care and skill dalam sistem common law. Konsep fiduciary duty berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas dijabarkan
bahwa Direksi berkewajiban untuk menjalankan pengurusan perseroan yang antara lain meliputi pengurusan sehari-hari berdasarkan keahlian, peluang yang
33
http:avartara.comrisiko-risiko-perbankan , diakses tanggal 31 Januari 2010.
Universitas Sumatera Utara
tersedia dan kelaziman dalam dunia usaha yang sejenis sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan berdasarkan itikad baik dan tanggung jawab.
j. Pertanggungjawaban Direksi berdasarkan konsep fiduciary duty dalam konteks
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas adalah setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi dan atau tanggung
renteng atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya dalam menjalankan penguruan perseroan dengan tidak
seksama dan tekun.
G. Metode Penelitian.