Prinsip Kehati-Hatian Dalam Penyaluran Kredit Kepada UMKM Pada Bank BUMN Berdasarkan Prinsip Business Judgement Rule

(1)

PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PENYALURAN KREDIT KEPADA UMKM PADA BANK BUMN BERDASARKAN

PRINSIP BUSINESS JUDGEMENT RULE.

TESIS

Oleh JAMALUDDIN

087005113/HK

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PENYALURAN KREDIT KEPADA UMKM PADA BANK BUMN BERDASARKAN

PRINSIP BUSINESS JUDGEMENT RULE.

TESIS

Untuk Memperoleh Gelas Magister Humaniora

Dalam Program Studi Ilmu Hukum pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

JAMALUDDIN 087005113/HK

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Judul Tesis : PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PENYALURAN KREDIT KEPADA UMKM PADA BANK BUMN BERDASARKAN PRINSIP BUSINESS JUDGEMENT RULE.

Nama Mahasiswa : Jamaluddin Nomor Pokok : 087005113/HK Program Studi : Ilmu Hukum

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH) K E T U A

(Dr. Mahmul Siregar, SH, MHum) A n g g o t a

(Prof.Dr. Sunarmi, SH, MHum) A n g g o t a

Ketua Program Studi

(Prof. Dr. Bismar Nasution, SH, MH)

Dekan

(Prof. Dr. Runtung, SH, MHum)


(4)

Telah diuji pada

Tanggal 06 September 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : 1. Prof. Bismar Nasution, S.H., M.H. Anggota : 2. Prof. Dr. Sunarmi, S.H., M.Hum.

3. Dr. Mahmul Siregar, S.H., M.Hum. 4. Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum. 5. Prof. Dr. Suhaidi, S.H., M.H.


(5)

ABSTRAK

Persoalan kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL) tidak hanya menghantui penyaluran kredit Mikro di Bank Umum. Kredit mikro pemerintah yang diberi label Kredit Usaha Rakyat (KUR) juga menghadapi bencana kredit bermasalah yang semakin membesar. Penerapan prinsip kehati-hatian dalam perkreditan merupakan prinsip utama Bank dalam memberikan kredit. Hal ini harus dilakukan tanpa terkecuali dalam hal penyaluran kredit kepada UMKM. Hal ini menjadi penyebab terjadinya ketakutan di kalangan bankir khususnya bankir bank-bank BUMN di dalam menjalankan tugasnya. Padahal bisnis bank sangat rentan terhadap risiko. Untuk mengatasi hal ini diperlukan suatu payung hukum yang dapat memberikan kelegaan kepada para bankir terutama bagi mereka yang menduduki posisi direksi. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas merupakan salah satu jalan keluar yang telah memberikan perlindungan hukum kepada Direksi Bank BUMN karena telah mengakomodasi prinsip business

judgement rule. Ada tiga masalah yang dianalisis menyangkut penerapan prinsip business judgement rule dalam penelitian ini yaitu: bagaimana penerapan prinsip

kehati-hatian perbankan dalam penyaluran kredit kepada sektor UMKM untuk penyaluran kredit berpola penjaminan (Kredit Usaha Rakyat) dan bagaimana risiko penyaluran kredit berpola penjaminan (Kredit Usaha Rakyat) kepada sektor UMKM serta bagaimana pertanggungjawaban Direktur Bank BUMN terhadap timbulnya kredit bermasalah (non performing loan) pada UMKM berdasarkan doktrin business

judgement rule.

Untuk menjawab permasalahan tersebut dilakukan penelitian dengan pendekatan yuridis normatif, yaitu mengumpulkan, menganalisis dan mensistematiskan hasil penelitian terhadap ketentuan-ketentuan serta best practise yang berlaku di industri perbankan, kemudian menginterpretasikannya ke dalam prinsip business judgement rule. Mengingat bahwa penulisan tesis ini bersifat yuridis normatif maka pengumpulan data dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan untuk mendapat bahan berupa perundang-undangan, Peraturan Bank Indonesia, karya ilmiah, putusan pengadilan dan bahan lainnya yang berkaitan dengan objek penelitian.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa: pertama, penerapan prinsip kehati-hatian dalam penyaluran kredit kepada sektor UMKM berpola penjaminan harus tetap dilakukan tanpa terkecuali. Kedua, risiko timbulnya kredit bermasalah (Non Performing Loan) tidak hanya menghantui penyaluran kredit Mikro di Bank Umum tetapi juga pada kredit berpola penjaminan. Ketiga, prinsip business judgement rule diterapkan di industri perbankan dengan mengacu kepada peraturan yang terkait dengan bank, best practise yang berlaku di industri perbankan serta prinsip kehati-hatian. Agar pelaksanaan prinsip ini berjalan sesuai dengan maksudnya maka disarankan: pertama, agar setiap masalah yang menyangkut produk perbankan jika akan diperiksa oleh aparat hukum harus mendapat izin terlebih dahulu dari Bank Indonesia sebagai pemangku otoritas industri


(6)

perbankan di Indonesia. Kedua, Bank Indonesia hendaknya melakukan sosialisasi kepada pihak-pihak terkait seperti bankir, pengusaha, jaksa, polisi dan hakim tentang risiko bisnis bank dan kaitannya dengan prinsip-prinsip business judgement rule yang ada pada Undang-Undang Perseroan Terbatas agar terjadi pemahaman yang proporsional terhadap bisnis bank.

Kata Kunci : Prinsip kehati-hatian dalam penyaluran kredit kepada UMKM, Bank BUMN, kredit bermasalah, prinsip business judgement rule, pertanggungjawaban direksi bank.


(7)

ABSTRACT

Increasing of Non Performing Loan condition is also endangered the Kredit Usaha Rakyat (KUR). Prudencial principle utilities on delivered as loan in banking industry became the main principle either for the loan whose delivered to Small Scale Industry. This condition scarifying all the bankers include the goverment bankers because of this bank inherent risk business. Therefore this research conduct of three focus, there are: how the eligibility of prudencial principle in delivering loan to the small scale industry which used goverment guarantee form and how the risk it self for the bank and also how was the board responsibility in facing non performing loan from its industry based on business judgement rule principle.

This normative judicial research was conducted to answer the problems mentioned above by collecting the data including legislation, Central Bank regulation, articles, court decission and other law material that related to the object throught a library research. The result of research was collected, analyzed dan systemized to the stipulations based on existing best practise in banking industry, until can be interprented into the business judgment rule principle.

The summary of the research is: first, the eligibility of prudential principle in delivering loan to small scale industry using goverment guarantee is a must. Second, increasing of non performing loan is also could be came from those program as the others. Third, prudencial principle which refer to central bank legislation became the underlying of business judgement rule in banking industry. Recomendation from this research is: First, Central Bank as an authority should had been warrant to all the parties in the legalisation process when non performing loan appears. Second, Central Bank should made sosialisation to bankers, enterpreuneur, prosecutor, police departement and judges about the inherent risk of banking business which is related with business judgement rule principle that had been stated on Legal Entity Law, in order to establish a proportional point of view about it.

Keywords : Eligibility of Prudencial Principle For Small Scale Industry, Goverment Bank, Non Performing Loan, business judgement rule principle, Board of the bank reponsibilities.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunianya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini dengan judul ”PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PENYALURAN KREDIT

KEPADA UMKM PADA BANK BUMN BERDASARKAN PRINSIP BUSINESS JUDGEMENT RULE ”. Tesis ini disusun sebagai tugas akhir dan syarat

yang harus dipenuhi untuk menyelesaikan studi pada Program Pascasarjana Hukum Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan tesis ini masih sangat jauh dari kata sempurna dengan segala keterbatasan yang penulis miliki. Penulis pun menyadari bahwa didalam proses penyelesaian tesis ini penulis banyak memperoleh bantuan baik pengajaran, bimbingan dan arahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu perkenankan penulis pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih yang tulus kepada:

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, D.T.M.& H., M.Sc. (C.T.M.), Sp.A.(K.), atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada kami untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan program Magister;

2. Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B., M.Sc., atas kesempatan menjadi mahasiswa Program Magister pada sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara;


(9)

3. Ketua Program Studi Ilmu Hukum Sekolah Pasacsarjana Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Bismar Nasution, S.H., M.H., atas segala pelayanan, pengarahan dan dorongan yang diberikan kepada kami selama menuntut ilmu pengetahuan di Program Studi Magister Ilmu Hukum Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara;

4. Sekretaris Program Magister Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Sunarmi, S.H., M.Hum., juga selaku Anggota Komisi Pembimbing dan Penguji; 5. Terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan yang setinggi-tingginya kami

ucapkan kepada Dr. Mahmul Siregar, S.H., M.Hum., selaku Pembimbing dan Penguji.

6. Terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan yang setinggi-tingginya kami ucapkan kepada, Prof. Dr. Runtung, S.H., M.Hum., selaku Anggota Komisi Penguji.

7. Terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan yang setinggi-tingginya kami ucapkan kepada Prof. Dr. Suhaidi, S.H., M.H., selaku Anggota Komisi Penguji. 8. Terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan yang setinggi-tingginya kami

ucapkan kepada Bapak Kuwat Waluyo, S.E., M.M. dan Bapak Ir. Ircham Sjafindra Rambe, M.B.A., selaku Inspektur Kantor Inspeksi PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk di Medan tempat selama ini penulis beraktivitas sehari-hari, atas ijin, kritik dan saran yang membangun sehingga Tesis ini dapat terselesaikan dengan baik.


(10)

9. Penghargaan dan terima kasih yang tulus dan setinggi-tingginya penulis haturkan kepada Ayahanda H. Supandi, Ibunda Hj. Rohati, Kakak penulis Siti Fatimah, S.Pd. beserta Suami dan si kecil R. Suryadinata, S.H. dan R. Nazwa Aulia Dinata, seluruh adik-adik penulis Robiatul Adawiyah, S.Si. dan Ahmad Syaogi, serta seluruh keluarga besar penulis atas segala cinta kasih dan doa yang diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

10.Teristimewa dan penuh rasa kasih kepada Rr. Ika Rafika Sulistiorini, S.E., atas semangat untuk selalu meluangkan waktu menjadi seorang bidadari yang setiap detik tidak pernah lupa menyinari hari-hari penulis.

11.Rekan-rekan seperjuangan Program Pascasarjana Hukum Ekonomi angkatan XIII atas semangat kebersamaan yang tak akan terlupakan, dan semoga Allah SWT meridhoi jalinan kebersamaan itu tetap terjaga dimanapun kita berada.

12.Seluruh staf dan pegawai di Program Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara atas segala bantuan, pelayanan dan kemudahan yang telah diberikan kiranya Allah SWT yang membalas semua kebaikannya.

13.Semua pihak yang telah membantu saya selama menyelesaikan studi yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.


(11)

Akhir kata, segala saran dan kritik membangun sangat penulis harapkan guna penyempurnaan yang lebih baik. Harapan penulis penelitian ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, September 2010 Penulis,

Jamaluddin 087005113/HK


(12)

RIWAYAT HIDUP

Nama : JAMALUDDIN

Tempat / Tanggal Lahir : Jakarta, 06 Februari 1983 Jenis Kelamin : Laki-Laki

Agama : Islam

Pekerjaan : Internal Auditor

PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk

Pendidikan : - Sekolah Dasar Negeri Gunung Putri V, Bogor (Lulus Tahun 1994).

- Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama I Cileungsi, Bogor (Lulus Tahun 1997).

- Sekolah Menengah Umum I Cibinong, Bogor (Lulus Tahun 2000).

- Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto (Lulus Tahun 2005).

- Program Pascasarjana Hukum Ekonomi Universitas Sumatera Utara, Medan (Lulus Tahun 2010).


(13)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

RIWAYAT HIDUP ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A Latar Belakang ... 1

B Perumusan Masalah ... 11

C Tujuan Penelitian ... 12

D Manfaat Penelitian ... 12

E Keaslian Penelitian ... 13

F Kerangka Teori Dan Konsepsional ... 15

G Metode Penelitian ... 29

BAB II PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PEMBERIAN KREDIT KEPADA UMKM ... 34

A Prinsip Kehati-Hatian Dalam Dunia Perbankan ... 34

1 Prinsip Kehati-hatian Sebagai Prinsip Utama Dalam Pemberian Kredit ... 34

2 Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah ... 38

3 Pengawasan Dalam Pemberian Kredit ... 39

4 Penggunaan Rambu-Rambu Hukum ... 41

5 Pembuatan Kebijakan Perkreditan ... 44


(14)

B Pengaturan Penerapan Prinsip Kehati-Hatian Dalam Penyaluran Kredit Kepada UMKM Di PT. Bank Rakyat

Indonesia (Persero), Tbk ... 52

1 Kebijakan Pokok Dalam Perkreditan ... 52

2 Tata Cara Penilaian Kualitas Kupedes ... 70

3 Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) ... 71

4 Peringatan Dini ... 72

5 Asuransi ... 75

6 Profesionalisme Dan Integritas Pejabat Perkreditan ... 76

C Penerapan Prinsip Kehati-Hatian Dalam Penyaluran Kredit Dengan Pola Penjaminan Kepada UMKM Di PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk ... 77

1 Pola Kredit ... 78

2 Obyek Penjaminan ... 78

3 Ketentuan Umum ... 79

4 Kebijakan Dan Prosedur Kredit ... 81

5 Penjaminan Kredit ... 83

6 Penghapusbukuan Kredit ... 85

7 Pengawasan, Pembinaan Dan Pelaporan ... 85

D Lembaga Penjamin Kredit Sebagai Mitra Perbankan dan UMKM Untuk Solusi Penyelesaian kredit Bermasalah ... 86

BAB III PENGELOLAAN RISIKO DALAM PENYALURAN KREDIT KEPADA UMKM ... 95

A Karakteristik Bisnis Bank ... 95


(15)

C Jenis Risiko Bank Dan Pengelolaannya ... 99

D Risiko Kredit Untuk Penyaluran Kredit Berpola Penjaminan Kepada UMKM Di PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk ... 106

BAB IV PRINSIP-PRINSIP BUSINESS JUDGEMENT RULE DALAM PERTANGGUNGJAWABAN DIREKSI BANK BUMN ATAS PENYALURAN KREDIT KEPADA UMKM .. 114

A Doktrin-Doktrin Yang Terkait Dengan Pertanggungjawaban Direksi Perseroan Terbatas ... 114

B Kerugian Bukan Karena Kesalahan Atau Kelalaian Direksi ... 125

C Direksi Telah Melakukan Pengurusan Dengan Itikad Baik Dan Kehati-Hatian Untuk Kepentingan Perusahaan Dan Sesuai Dengan Maksud Dan Tujuan Perusahaan ... 133

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 152

A Kesimpulan ... 152

B Saran ... 154


(16)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Hlm

1. Kutipan Laporan Neraca Keuangan PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk Posisi 31 Desember 2009 ... 9 2. Kondisi Kredit Usaha Rakyat di PT. Bank Rakyat Indonesia

(Persero), Tbk Posisi 31 Desember 2009 ... 10 3. Klasifikasi Agunan Kredit Untuk Debitur Berbasis UMKM ... 62


(17)

ABSTRAK

Persoalan kredit bermasalah atau Non Performing Loan (NPL) tidak hanya menghantui penyaluran kredit Mikro di Bank Umum. Kredit mikro pemerintah yang diberi label Kredit Usaha Rakyat (KUR) juga menghadapi bencana kredit bermasalah yang semakin membesar. Penerapan prinsip kehati-hatian dalam perkreditan merupakan prinsip utama Bank dalam memberikan kredit. Hal ini harus dilakukan tanpa terkecuali dalam hal penyaluran kredit kepada UMKM. Hal ini menjadi penyebab terjadinya ketakutan di kalangan bankir khususnya bankir bank-bank BUMN di dalam menjalankan tugasnya. Padahal bisnis bank sangat rentan terhadap risiko. Untuk mengatasi hal ini diperlukan suatu payung hukum yang dapat memberikan kelegaan kepada para bankir terutama bagi mereka yang menduduki posisi direksi. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas merupakan salah satu jalan keluar yang telah memberikan perlindungan hukum kepada Direksi Bank BUMN karena telah mengakomodasi prinsip business

judgement rule. Ada tiga masalah yang dianalisis menyangkut penerapan prinsip business judgement rule dalam penelitian ini yaitu: bagaimana penerapan prinsip

kehati-hatian perbankan dalam penyaluran kredit kepada sektor UMKM untuk penyaluran kredit berpola penjaminan (Kredit Usaha Rakyat) dan bagaimana risiko penyaluran kredit berpola penjaminan (Kredit Usaha Rakyat) kepada sektor UMKM serta bagaimana pertanggungjawaban Direktur Bank BUMN terhadap timbulnya kredit bermasalah (non performing loan) pada UMKM berdasarkan doktrin business

judgement rule.

Untuk menjawab permasalahan tersebut dilakukan penelitian dengan pendekatan yuridis normatif, yaitu mengumpulkan, menganalisis dan mensistematiskan hasil penelitian terhadap ketentuan-ketentuan serta best practise yang berlaku di industri perbankan, kemudian menginterpretasikannya ke dalam prinsip business judgement rule. Mengingat bahwa penulisan tesis ini bersifat yuridis normatif maka pengumpulan data dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan untuk mendapat bahan berupa perundang-undangan, Peraturan Bank Indonesia, karya ilmiah, putusan pengadilan dan bahan lainnya yang berkaitan dengan objek penelitian.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa: pertama, penerapan prinsip kehati-hatian dalam penyaluran kredit kepada sektor UMKM berpola penjaminan harus tetap dilakukan tanpa terkecuali. Kedua, risiko timbulnya kredit bermasalah (Non Performing Loan) tidak hanya menghantui penyaluran kredit Mikro di Bank Umum tetapi juga pada kredit berpola penjaminan. Ketiga, prinsip business judgement rule diterapkan di industri perbankan dengan mengacu kepada peraturan yang terkait dengan bank, best practise yang berlaku di industri perbankan serta prinsip kehati-hatian. Agar pelaksanaan prinsip ini berjalan sesuai dengan maksudnya maka disarankan: pertama, agar setiap masalah yang menyangkut produk perbankan jika akan diperiksa oleh aparat hukum harus mendapat izin terlebih dahulu dari Bank Indonesia sebagai pemangku otoritas industri


(18)

perbankan di Indonesia. Kedua, Bank Indonesia hendaknya melakukan sosialisasi kepada pihak-pihak terkait seperti bankir, pengusaha, jaksa, polisi dan hakim tentang risiko bisnis bank dan kaitannya dengan prinsip-prinsip business judgement rule yang ada pada Undang-Undang Perseroan Terbatas agar terjadi pemahaman yang proporsional terhadap bisnis bank.

Kata Kunci : Prinsip kehati-hatian dalam penyaluran kredit kepada UMKM, Bank BUMN, kredit bermasalah, prinsip business judgement rule, pertanggungjawaban direksi bank.


(19)

ABSTRACT

Increasing of Non Performing Loan condition is also endangered the Kredit Usaha Rakyat (KUR). Prudencial principle utilities on delivered as loan in banking industry became the main principle either for the loan whose delivered to Small Scale Industry. This condition scarifying all the bankers include the goverment bankers because of this bank inherent risk business. Therefore this research conduct of three focus, there are: how the eligibility of prudencial principle in delivering loan to the small scale industry which used goverment guarantee form and how the risk it self for the bank and also how was the board responsibility in facing non performing loan from its industry based on business judgement rule principle.

This normative judicial research was conducted to answer the problems mentioned above by collecting the data including legislation, Central Bank regulation, articles, court decission and other law material that related to the object throught a library research. The result of research was collected, analyzed dan systemized to the stipulations based on existing best practise in banking industry, until can be interprented into the business judgment rule principle.

The summary of the research is: first, the eligibility of prudential principle in delivering loan to small scale industry using goverment guarantee is a must. Second, increasing of non performing loan is also could be came from those program as the others. Third, prudencial principle which refer to central bank legislation became the underlying of business judgement rule in banking industry. Recomendation from this research is: First, Central Bank as an authority should had been warrant to all the parties in the legalisation process when non performing loan appears. Second, Central Bank should made sosialisation to bankers, enterpreuneur, prosecutor, police departement and judges about the inherent risk of banking business which is related with business judgement rule principle that had been stated on Legal Entity Law, in order to establish a proportional point of view about it.

Keywords : Eligibility of Prudencial Principle For Small Scale Industry, Goverment Bank, Non Performing Loan, business judgement rule principle, Board of the bank reponsibilities.


(20)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.

Usaha pemberian kredit menempati posisi yang paling utama dan menentukan dalam perbankan, mengingat usaha perkreditan akan membantu pelaksanaan pembangunan ekonomi dan memberikan perluasan kesempatan kerja yang pada akhirnya dimaksudkan untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat, disamping itu bagi bank sendiri bahwa perkreditan ini merupakan usaha yang memberikan keuntungan dan pendapatan yang terbesar dalam penerimaan bank. Tujuan dari pemberian kredit tidak terlepas dari falsafah yang dianut suatu negara.1

Di negara-negara liberal, tujuan kredit didasarkan kepada usaha untuk memperoleh keuntungan sesuai dengan prinsip-prinsip ekonomi yang dianut oleh negara yang bersangkutan, yaitu dengan pengorbanan yang sekecil-kecilnya untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya. Keuntungan (profitability) serta keamanan (safety) merupakan tujuan dari pemberian kredit. Keuntungan tersebut dalam bentuk bunga yang diterima, sedangkan keamanan yang dimaksud adalah bahwa prestasi yang diberikan dalam bentuk uang, barang dan atau jasa betul-betul terjamin pengembaliannya. Pancasila adalah sebagai dasar dan falsafah negara kita,

1

Thomas Suyatno, Kelembagaan Perbankan, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Indonesia Utama, 1997), hlm.15.


(21)

maka tujuan kredit tidak semata-mata keuntungan melainkan disesuaikan dengan tujuan negara yaitu mencapai masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila.2

Fasilitas kredit sebagai aktivitas utama lembaga perbankan pada dasarnya memiliki ciri yang sama sejak dulu. Namun dalam perkembangannya saat ini mengarah pada variasi dan pola-pola yang menggabungkan perkembangan teknologi dengan segmen pasar dan regulasi yang menyertainya. Jika dilihat dari segi pola dan penggolongan kreditnya, maka salah satu produk perbankan dalam memberikan kreditnya kepada masyarakat adalah melalui kredit Usaha Mikro, Kecil dan Menengah atau yang saat ini lebih populer dikenal dengan istilah UMKM.3

Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah merupakan kegiatan usaha yang mampu memperluas lapangan kerja dan memberikan pelayanan ekonomi secara luas kepada masyarakat dan dapat berperan dalam proses pemerataan dan peningkatan pendapatan masyarakat, mendorong pertumbuhan ekonomi, serta berperan dalam mewujudkan stabilitas nasional. Selain itu, Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah adalah salah satu pilar utama ekonomi nasional yang harus memperoleh kesempatan utama, dukungan, perlindungan dan pengembangan seluas-luasnya sebagai wujud keberpihakan yang tegas kepada kelompok usaha ekonomi rakyat, tanpa mengabaikan peranan usaha besar dan Badan Usaha Milik Negara.

Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan terbukti menjadi katup pengaman perekonomian

2 Ibid. 3


(22)

nasional dalam masa krisis ekonomi, serta menjadi dinamisator pertumbuhan ekonomi pasca krisis ekonomi. Perekonomian Indonesia masih didominasi oleh sektor dengan produktivitas yang rendah, seperti: sektor pertanian, perdagangan dan industri rumah tangga. Pada sektor inilah jumlah usaha mikro dan kecil terkonsentrasi (84,7%) yang memperebutkan porsi PDB sebesar 30,4% pada tahun 2003. Hal ini mengindikasikan masih rendahnya produktivitas dan daya saing usaha mikro dan kecil.4

Selama tahun 2000 – 2003 peranan usaha mikro, kecil dan menengah dalam penciptaan nilai tambah terus meningkat dari 54,51% pada tahun 2000 menjadi 56,72% pada tahun 2003. Sebaliknya peranan usaha besar semakin berkurang dari 45,49% pada tahun 2000 menjadi 43,28% pada tahun 2003. Usaha mikro, kecil dan menengah menyediakan kebutuhan barang dan jasa nasional sebesar 43,8%, sementara usaha besar 42,1% dan impor 14,1%.5

Pada tahun 2003, pertumbuhan ekonomi Usaha mikro dan kecil sebesar 4,1%, usaha menengah tumbuh sebesar 5,1%, sedang usaha besar hanya tumbuh 3,5%. Pertumbuhan usaha mikro, kecil dan menengah telah meningkatkan kontribusi usaha mikro, kecil dan menengah untuk pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 2,37% dari total pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 4,1%. Usaha mikro, kecil dan menengah memiliki keunggulan pertumbuhan PDB dalam sektor sekunder yang tumbuh masing-masing sebesar 5,60%, 4,65% dan 5,36% pada periode 2001-2003,

4

Departemen Koperasi Dan UKM, Renstra 2004-2009, http://depkop.go.id, diakses tanggal 28 Januari 2010.

5 Ibid.


(23)

sedang usaha besar hanya tumbuh sebesar 3,36%, 3,60% dan 4,04% pada periode yang sama. Usaha mikro, kecil dan menengah di sektor sekunder dan tersier relatif potensial dikembangkan pada masa mendatang mengingat memiliki pertumbuhan ekonomi yang tinggi.6

Usaha mikro dan kecil umumnya memiliki keunggulan dalam bidang yang memanfaatkan sumber daya alam dan padat karya, seperti: pertanian tanaman pangan, perkebunan, peternakan, perikanan, perdagangan dan restoran. Usaha menengah memiliki keunggulan dalam penciptaan nilai tambah di sektor hotel, keuangan, persewaan, jasa perusahaan dan kehutanan. Usaha besar memiliki keunggulan dalam industri pengolahan, listrik dan gas, komunikasi dan pertambangan. Hal ini membuktikan usaha mikro, kecil, menengah dan usaha besar di dalam praktiknya saling melengkapi.7

Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang seluruh atau sebagian besar modalnya berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan, merupakan salah satu pelaku ekonomi dalam sistem perekonomian nasional, di samping usaha swasta dan koperasi. Dalam menjalankan kegiatan usahanya, BUMN, swasta dan koperasi melaksanakan peran saling mendukung berdasarkan demokrasi ekonomi.

Dalam sistem perekonomian nasional, BUMN ikut berperan menghasilkan barang dan / atau jasa yang diperlukan dalam rangka mewujudkan sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat. Peran BUMN dirasakan semakin penting sebagai pelopor

6 Ibid. 7

Lihat penjelasan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah.


(24)

dan / atau perintis dalam sektor-sektor usaha yang belum diminati usaha swasta. Di samping itu, BUMN juga mempunyai peran strategis sebagai pelaksana pelayanan publik, penyeimbang kekuatan-kekuatan swasta besar, dan turut membantu pengembangan usaha kecil/koperasi. BUMN juga merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang signifikan dalam bentuk berbagai jenis pajak, dividen dan hasil privatisasi.8

Untuk dapat mengoptimalkan perannya dan mampu mempertahankan keberadaannya dalam perkembangan ekonomi dunia yang semakin terbuka dan kompetitif, BUMN perlu menumbuhkan budaya korporasi dan profesionalisme antara lain melalui pembenahan pengurusan dan pengawasannya. Pengurusan dan pengawasan BUMN harus dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip tata-kelola perusahaan yang baik (good corporate governance).

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara dipandang sebagai suatu undang-undang baru yang mengatur BUMN secara lebih komprehensif dan sesuai dengan perkembangan dunia usaha. Undang-undang tersebut dimaksudkan untuk memenuhi visi pengembangan BUMN di masa yang akan datang dan meletakkan dasar-dasar atau prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance). Penerapan prinsip-prinsip tersebut sangat penting dalam melakukan pengelolaan dan pengawasan BUMN. Pengalaman membuktikan bahwa keterpurukan ekonomi di berbagai negara termasuk Indonesia, antara lain disebabkan perusahaan-perusahaan di negara tersebut tidak menerapkan

8 Ibid.


(25)

prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance) secara konsisten.

Maksud dan tujuan pembentukan BUMN itu sendiri sebagaimana tertuang dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara yaitu:

1. Maksud dan tujuan pendirian BUMN adalah:

a. Memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada umumnya dan penerimaan negara pada khususnya. Dalam koridor ini BUMN diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan pada masyarakat sekaligus memberikan kontribusi dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional dan membantu penerimaan keuangan negara.

b. Mengejar keuntungan, meskipun maksud dan tujuan Persero adalah untuk mengejar keuntungan, namun dalam hal-hal tertentu untuk melakukan pelayanan umum, Persero dapat diberikan tugas khusus dengan memperhatikan prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan yang sehat. Dengan demikian, penugasan pemerintah harus disertai dengan pembiayaannya (kompensasi) berdasarkan perhitungan bisnis atau komersial, sedangkan untuk Perum yang tujuannya menyediakan barang dan jasa untuk kepentingan umum, dalam pelaksanaannya harus memperhatikan prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan yang sehat.

c. Menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan / atau jasa yang bermutu tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup orang


(26)

banyak. Dengan maksud dan tujuan seperti ini, setiap hasil usaha dari BUMN, baik barang maupun jasa, dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.

d. Menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum dapat dilaksanakan oleh sektor swasta dan koperasi. Kegiatan perintisan merupakan suatu kegiatan usaha untuk menyediakan barang dan / atau jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat, namun kegiatan tersebut belum dapat dilakukan oleh swasta dan koperasi karena secara komersial tidak menguntungkan. Oleh karena itu, tugas tersebut dapat dilakukan melalui penugasan kepada BUMN.

Dalam hal adanya kebutuhan masyarakat luas yang mendesak, pemerintah dapat pula menugasi suatu BUMN yang mempunyai fungsi pelayanan kemanfaatan umum untuk melaksanakan program kemitraan dengan pengusaha golongan ekonomi lemah.

e. Turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat.

2. Kegiatan BUMN harus sesuai dengan maksud dan tujuannya serta tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, ketertiban umum, dan / atau kesusilaan.

Wujud dukungan terhadap kebijakan pemerintah dalam menggerakkan sektor riil sebagaimana tercantum dalam Inpres Nomor 6 tahun 2007 tanggal 08 Juni 2007 tentang Kebijakan Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan UMKM serta Nota Kesepahaman Bersama antara Pemerintah, Perbankan dan Perusahaan Penjamin pada tanggal 09 Oktober 2007, PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk


(27)

telah menerbitkan ketentuan melalui Surat Edaran Direksi Nomor: S.4-DIR/ADK/01/2008 tanggal 21 Januari 2008 tentang Kredit Usaha Rakyat yang kemudian di revisi dengan Surat Edaran Direksi Nomor: S.4a-DIR/ADK/01/2008 tanggal 17 Maret 2009. Kredit Usaha Rakyat (KUR) tersebut telah diluncurkan pada tanggal 5 November 2007 oleh Presiden RI. Dalam peluncuran tersebut, Presiden RI memberi nama kredit tersebut dengan nama Kredit Usaha Rakyat (KUR). Sehubungan dengan hal tersebut, agar tidak menimbulkan kerancuan didalam pelaksanaannya untuk selanjutnya kredit kepada Usaha Mikro, Kecil dan Koperasi dengan pola penjaminan (KUMKP) dirubah menjadi Kredit Usaha Rakyat (KUR). Adapun tujuan dari pengguliran dana melalui pola pembiayaan dengan bentuk Kredit Usaha Rakyat (KUR) adalah untuk memberikan kemudahan pada usaha mikro, kecil dan koperasi untuk memperoleh fasilitas kredit dari Bank.

Fokus bisnis BRI adalah pada UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah). PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk merupakan salah satu bank BUMN yang sangat concern terhadap penyaluran dana kredit kepada UMKM termasuk terhadap program Kredit Usaha Rakyat (KUR) sebagai wujud salah satu fungsinya sebagai

agent of development. Kredit Usaha Rakyat (KUR) merupakan salah satu strategi

pemerintah dalam menyediakan pembiayaan bagi pengusaha mikro yang layak namun belum bankable. KUR masih dipandang sebagai alat yang efektif dalam menggerakkan sektor riil khususnya dalam hal menyediakan kemudahan akses permodalan bagi pengusaha mikro. Hal ini dicerminkan dari kebijakan pemerintah untuk menargetkan penyaluran KUR sebesar Rp.20 trilliun selama 5 (lima) tahun


(28)

kedepan. Sementara itu, pada tahun 2009 ini BRI telah menyatakan komitmen kepada pemerintah untuk menyalurkan KUR sebesar Rp.8 trilliun. Dengan mengacu pada porsi penyaluran KUR Mikro tahun 2008 (70% dari total penyaluran KUR BRI) maka untuk tahun 2009 BRI harus menyalurkan KUR Mikro sebesar Rp.5,6 trilliun.9 Hasil penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang telah dilakukan oleh PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk tergambar dari Laporan Neraca Keuangan posisi 31 Desember 2009 dengan perincian sebagai berikut:

Tabel 1.

Kutipan Laporan Neraca Keuangan PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk

Posisi 31 Desember 2009

Delta Komposisi Komposisi

Kenaikan Dec-08 Dec-09

161.061

205.542 27,62%

a. Mikro 42.756 54.075 26,47% 26,55% 26,31% - KUR Mikro 4.466 2.851 -36,16% 10,45% 5,27% - Non KUR Mikro 38.290 51.224 33,78% 89,55% 94,73% b. Ritel 65.853 88.761 34,79% 40,89% 43,18% - KUR Ritel 2.401 2.470 2,87% 3,65% 2,78% - Non KUR Ritel 63.452 86.291 35,99% 96,35% 97,22% c. Ritel Program 8.200 8.993 9,67% 5,09% 4,38% d. Syariah 999 - n/a 0,62% 0,00% e. Menengah 12.453 14.968 20,20% 7,73% 7,28% f. Korporasi 30.800 38.745 25,80% 19,12% 18,85%

(8.810)

(13.003) 47,59%

(dalam Rp. Milliar)

Dec-08 Dec-09

Pinjaman

PPAP

Aktiva

Sumber : Laporan Sumber Dan Penggunaan Pada Rapat Asset Liabilities Cordination (ALCO) PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk tanggal 28 Januari 2010.

9

Lihat Surat Kantor Pusat PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk, Nomor. B.501-DIR/MKR/08/2009 tanggal 31 Agustus 2009 tentang Instruksi Ekspansi KUR Mikro


(29)

Adapun perincian atas angka non performing loan (kredit bermasalah) dari pengguliran dana atas program Kredit Usaha Rakyat secara terperinci adalah sebagai berikut:

Tabel 2.

Kondisi Kredit Usaha Rakyat

di PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk Posisi 31 Desember 2009

Segmen Debitur Outstanding Kredit (OS) OS NPL % NPL KUR Ritel 28.991 2.469.726.084.914 126.242.895.068 5,11 KUR Mikro 1.209.618 2.851.462.506.000 169.722.343.000 5,95 Sumber : Laporan Kondisi NPL KUR Nasional pada Rapat Asset Liabilities Cordination

(ALCO) PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk tanggal 28 Januari 2010. Struktur klasifikasi kualitas kredit yang dimiliki oleh suatu bank sangat menentukan tingkat kesehatan bank. Perkreditan suatu bank dikategorikan sehat bila bank tersebut memiliki ratio Non Performing Loan (NPL) lebih kecil dari 5%. Rasio

Non Performing Loan adalah perbandingan antara kredit lancar dengan jumlah kredit

kurang lancar, kredit kurang lancar dan kredit macet dikali 100%.10

Timbulnya kredit macet tidak saja akan merugikan para pemilik dana dan yang sebagian besar adalah anggota masyarakat dari berbagai lapisan dan tingkatan kehidupan yang dapat meresahkan masyarakat bahkan merusak sendi perekonomian negara.11 Naiknya NPL akan memaksa perbankan memperkuat struktur permodalannya. Untuk keperluan ini, boleh jadi perbankan akan memperbesar porsi

10

Lihat Peraturan Bank Indonesia No.6/10/PBI/2004 tanggal 12 April 2004 Tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum dan Surat Edaran Bank Indonesia No.6/23/DPNP, tanggal 31 Mei 2004 tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum.

11

Bandingkan dengan pendapat Bismar Nasution, yang mengatakan bahwa prosedur penyaluran kredit yang dinilai tidak berhati-hati dapat memicu kredit macet yang pada akhirnya akan menimbulkan kerugian negara. Bisnis Indonesia, dalam Rubrik Opini, Edisi. 16 Mei 2005, hlm. 7.


(30)

penyisihan penghapusan aktiva produktif (PPAP). Konsekuensinya adalah pada saat perbankan berupaya memperkuat struktur permodalan, secara otomatis hal ini akan mengurangi kemampuan perbankan melakukan ekspansi kredit (ke sektor riil).12

Dana yang disalurkan sebagai kredit oleh PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk sebagian besar adalah dana masyarakat yang dihimpun baik melalui deposito, giro maupun tabungan. Sementara dana masyarakat yang disimpan di bank tidak dijamin dalam bentuk jaminan kebendaan tetapi hanya berdasarkan prinsip kepercayaan, maka dalam penyaluran kredit tersebut bank harus memperhatikan prinsip-prinsip perkreditan yang sehat serta asas kehati-hatian.

Melihat kondisi yang saling kontra tersebut, hal yang penting di kaji sebagai bahan perumusan masalah adalah adanya ketidaksinergisan antara kebijakan pemerintah mengenai UMKM dengan pengaturan penyaluran kredit dari Bank Indonesia selaku regulator perbankan di Indonesia.

B. Perumusan Masalah.

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, dapat dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana penerapan prinsip kehati-hatian perbankan dalam penyaluran kredit kepada sektor UMKM untuk penyaluran kredit berpola penjaminan (Kredit Usaha Rakyat)?

12

Latif Adam, Kredit Bermasalah, Penyebab dan Dampaknya, http://www.ahmadheryawan.com, diakses tanggal 03 Februari 2010.


(31)

2. Bagaimana risiko penyaluran kredit berpola penjaminan (Kredit Usaha Rakyat) kepada sektor UMKM di PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk?

3. Bagaimana pertanggungjawaban Direktur Bank BUMN terhadap timbulnya kredit bermasalah (non performing loan) pada UMKM berdasarkan doktrin business

judgement rule?

C. Tujuan Penelitian.

1. Untuk mengetahui dan menganalisis penerapan prinsip kehati-hatian perbankan dalam penyaluran kredit kepada sektor UMKM untuk penyaluran kredit berpola penjaminan (Kredit Usaha Rakyat).

2. Untuk mengetahui dan menganalisis risiko penyaluran kredit berpola penjaminan (Kredit Usaha Rakyat) kepada sektor UMKM di PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk.

3. Untuk mengetahui dan menganalisis pertanggungjawaban Direktur Bank BUMN terhadap timbulnya kredit bermasalah (non perfroming loan / NPL) di bank BUMN berdasarkan doktrin business judgement rule.

D. Manfaat Penelitian.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis dan praktis sebagai berikut:


(32)

1. Manfaat teoritis.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran dan teori-teori yang dapat dipakai didalam penerapan prinsip kehati-hatian dalam penyaluran kredit melalui pendekatan prinsip business judgement rule pada Bank BUMN berbentuk Perseroan Terbatas. Dengan demikian penelitian ini akan memberikan sumbangan yang berarti kepada pengembangan ilmu hukum khususnya hukum ekonomi.

2. Manfaat praktis.

Penelitian ini akan menghubungkan teori, konsep serta kelaziman yang berlaku didalam dunia perbankan dengan azas dan peraturan / ketentuan hukum khususnya mengenai penerapan prinsip kehati-hatian dalam penyaluran kredit melalui pendekatan prinsip business judgement rule. Dengan adanya suatu kesamaan pandangan terhadap konsep business judgment rule maka akan memudahkan semua pihak, yaitu penegak hukum, praktisi perbankan, masyarakat dan stakeholder Bank untuk melakukan kegiatan yang berkaitan dengan bank.

E. Keaslian Penelitian.

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 diberlakukan sejak tanggal 16 Agustus 2007 atau dengan perkataan lain undang-undang tersebut relatif baru walaupun pada sistem common law prinsip business judgement rule telah lama diterapkan. Sepanjang pengetahuan penulis, penelitian sejenis juga dilakukan oleh 5


(33)

(lima) orang mahasiswa Sekolah Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Sumatera Utara yaitu:

1. Katharina Melati Siagian, dengan judul Penerapan Prinsip Kehati-hatian Dalam Pemberian Kredit (Studi Pada PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk) pada tahun 2006.

2. Rudi Dogar Harahap, dengan judul Penerapan Business Judgment Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Bank Yang Berbadan Hukum Perseroan Terbatas pada tahun 2008.

3. Delmon Frengki, dengan judul Peran Hukum Perbankan Dalam Pemberdayaan Kredit Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (Studi Pada PT. Bank Rakyat Indonesia Cabang Lubuk Pakam) pada tahun 2008.

4. Kusmono, dengan judul Tanggung Jawab Direksi Persero Pada Pengelolaan Penyertaan Modal Negara Dalam Hal Terjadi Kerugian pada tahun 2008.

5. Marganti Panggabean, dengan judul Analisis Pertanggungjawaban Direksi Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas pada tahun 2008.

Namun, penelitian yang dilakukan penulis ini berbeda objek penelitiannya, penelitian ini spesifik dilakukan pada industri perbankan yang bergerak di sektor bisnis Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) untuk penyaluran kredit dengan pola penjaminan sehingga pendekatan yang dipakai untuk menganalisis permasalahan penelitian menggunakan ketentuan perundang-undangan, aturan Bank Indonesia, teori-teori, asas-asas dan kelaziman-kelaziman yang berlaku dalam dunia perbankan.


(34)

F. Kerangka Teori Dan Konsepsional.

1. Kerangka Teori.

Hukum adalah karya manusia berupa norma-norma yang berisikan pertunjuk-petunjuk tingkah laku. Ia merupakan pencerminan dari kehendak manusia tentang bagaimana seharusnya masyarakat itu dibina dan kemana harus diarahkan. Oleh karena itu pertama-tama, hukum itu mengandung ide-ide yang dipilih oleh masyarakat tempat hukum itu diciptakan. Ide-ide ini adalah ide mengenai keadilan.13

Ternyata keadilan saja tidak cukup, masyarakat membutuhkan peran hukum lebih luas dari hanya sekedar penegakan keadilan, tetapi masyarakat juga menginginkan hukum dapat menjamin kepastian dalam hubungan mereka satu sama lain serta kepentingannya juga terlayani. Oleh karenanya, Satjipto Rahardjo dengan mengutip pendapat Radbruch yang mengemukakan bahwa hukum harus memiliki tiga nilai dasar yaitu: kepastian hukum (rechtsickerheit), kemanfaatan (zubeckmassigheit) dan keadilan (gezechtigheit).14

Selain tiga nilai dasar tersebut, dalam penelitian ini, konsep hukum yang akan digunakan adalah hukum yang berkaitan dengan kegiatan ekonomi. Menurut J.D. Ny. Hart, hukum yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi harus memiliki unsur-unsur sebagai berikut:

13

Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1996), hlm. 18. 14


(35)

a. Hukum harus dapat membuat prediksi (predictibility), yaitu apakah hukum itu dapat memberikan jaminan dan kepastian hukum bagi pelaku dalam memprediksi kegiatan apa yang dilakukan untuk proyeksi pengembangan ekonomi.

b. Hukum itu mempunyai kemampuan prosedural (procedural capability) dalam menyelesaikan sengketa. Misalnya dalam mengatur peradilan tribunal (court of

administrative tribunal), penyelesaian sengketa diluar pengadilan (alternative dispute resolution), dan penunjukan arbiter konsiliasi (conciliation) dan

lembaga-lembaga yang berfungsi sama dalam penyelesaian sengketa.

c. Pembuatan, pengkodifikasian hukum (codification of laws) oleh pembuat hukum bertujuan untuk pembangunan Negara.

d. Hukum setelah mempunyai keabsahan, agar mempunyai kemampuan maka harus dibuat pendidikannya (education) dan selanjutnya disosialisasikan.

e. Hukum itu dapat berperan menciptakan keseimbangan (balance), karena hal ini berkaitan dengan inisiatif pembangunan ekonomi.

f. Hukum itu berperan dalam menentukan definisi dan status yang jelas (definition

and clarity of status), yang dalam hal ini hukum tersebut harus memberikan

definisi dan status yang jelas mengenai segala sesuatu dari orang.

g. Hukum itu harus dapat mengakomodasi (accomodation) keseimbangan, definisi dan status yang jelas bagi kepentingan individu-individu atau kelompok-kelompok dalam masyarakat.


(36)

h. Tidak kalah pentingnya dan harus ada dalam pendekatan hukum sebagai dasar pembangunan adalah unsur stabilitas (stability) sebagaimana diuraikan dimuka.15

Peraturan atau norma hukum, itu tidak lahir dengan sendirinya. Ia dilatarbelakangi oleh dasar-dasar filosofis tertentu, yang disebut dengan asas hukum. Sehingga untuk mempelajari norma hukum, kita harus mengetahui asas-asas hukumnya. Hal ini disebabkan asas hukum itu mengandung nilai-nilai dan tuntutan etis yang merupakan jembatan antara peraturan-peraturan hukum dan cita-cita sosial serta pandangan etis masyarakat.

Satjipto Rahardjo menyatakan bahwa barangkali tidak berlebihan apabila dikatakan asas hukum merupakan jantungnya perautan hukum. Karena itu ia merupakan landasan yang luas bagi lahirnya suatu peraturan hukum. Ini berarti bahwa peraturan-peraturan hukum itu pada akhirnya bisa dikembalikan kepada asas-asas hukum tersebut. Lebih lanjut beliau menyatakan bahwa asas-asas hukum bukan peraturan hukum yang bisa dipahami tanpa mengetahui asas-asas hukum yang ada di dalamnya.16

Demikian juga bila berbicara tentang perbankan, bahwa dalam melaksanakan kemitraan antara bank dan nasabahnya, untuk terciptanya sistem perbankan yang

15

Bismar Nasution, Pengaruh Globalisasi Ekonomi Pada Hukum Indonesia, Bahan Kuliah Pada Pasca Sarjana Hukum Ekonomi USU, hlm. 19.

16


(37)

sehat, kegiatan perbankan perlu dilandasi dengan beberapa asas hukum (khusus) yaitu:17

a. Asas Demokrasi Ekonomi.

Perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehati-hatian. Ini berarti, fungsi dan usaha perbankan diarahkan untuk melaksanakan prinsip-prinsip yang terkandung dalam demokrasi ekonomi yang berasaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Dalam demokrasi ekonomi yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 tersebut harus dihindarkan hal-hal sebagai berikut:

1) Sistem free fight liberalism yang menumbuhkan eksploitasi terhadap manusia dan bangsa lain yang dalam sejarahnya di Indonesia telah menimbulkan dan mempertahankan kelemahan struktur ekonomi nasional dan posisi Indonesia dalam perekonomian dunia.

2) Sistem etatisme, dalam arti bahwa negara beserta aparatur negara bersifat dominan, mendesak dan mematikan potensi serta daya kreasi unit-unit ekonomi di luar sektor negara.

3) Persaingan tidak sehat serta pemusatan kekuatan ekonomi pada satu kelompok dalam berbagai bentuk monopoli dan monopsoni yang merugikan masyarakat dan bertentangan dengan cita-cita keadilan sosial.18

17

Rahmadi Usman, Op Cit. hlm. 14. 18


(38)

b. Asas Kepercayaan.

Asas kepercayaan adalah suatu asas yang menyatakan bahwa usaha bank dilandasi oleh hubungan kepercayaan antara bank dan nasabahnya. Bank terutama bekerja dengan dana dari masyarakat yang disimpan padanya atas dasar kepercayaan, sehingga setiap bank perlu terus menjaga kesehatannya dengan tetap memelihara dan mempertahankan kepercayaan masyarakat padanya. Demikian juga bank melengkapi dirinya dengan peraturan-peraturan dan pedoman-pedoman serta kebijakan sehingga mampu mengelola dana ataupun titipan masyarakat dengan baik. Kepercayaan sangat mahal nilainya sebab tidak akan ada nasabah yang berani menitipkan dananya pada suatu bank jika ia tidak yakin akan ada nasabah yang berani menitipkan dananya pada suatu bank jika ia tidak yakin dan percaya pada bank tersebut.19

c. Asas Kerahasiaan.

Dalam hubungan antara bank dengan nasabah terdapat kewajiban bagi bank untuk tidak membuka rahasia dari nasabahnya kepada pihak lain manapun kecuali jika ditentukan lain oleh perundang-undangan yang berlaku, hal ini dinamakan rahasia bank. Dengan demikian istilah rahasia bank mengacu pada rahasia dalam hubungan antara bank dengan nasabah walaupun bersifat rahasia tapi tidak tergolong rahasia bank bank menurut undang-undang perbankan. Rahasia bank adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanannya. Kerahasiaan informasi yang terlahir dalam kegiatan perbankan ini

19


(39)

diperlukan baik untuk kepentingan bank maupun nasabah. Oleh karenanya bank harus memegang teguh keterangan yang tercatat olehnya.20

d. Asas Kehati-hatian.

Perkataan kehati-hatian dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti memperhatikan dengan sungguh-sungguh.21 Menurut A.C. Page dan R.B. Ferguson sebagaimana dijelaskan dalam ”The Prudent Man Rule”, bahwa setiap orang yang bertugas mengelola sesuatu investasi untuk kepentingan pihak lain, harus selalu bertindak hati-hati dan di dalam pikiran merasa terikat secara moral dengan pihak lain tersebut. Bagi seorang pengusaha, ia harus sadar bahwa yang dikelolanya adalah milik orang lain dan secara moral bertanggungjawab kepada masyarakat.22

Ross Cranston mengemukakan bahwa diperbankan aturan kehati-hatian (prudential regulation) membedakan antara aturan preventif dan aturan protektif dengan perincian sebagai berikut:

1) Preventif (pencegahan), mencakup hal-hal yang bersifat teknis yang sengaja diadakan untuk membentengi krisis dengan cara mengurangi risiko yang dihadapi bank. Teknik-teknik ini meliputi antara lain pengawasan dan monitoring manajemen bank, kecukupan modal, solvensi dan standar likuiditas serta batas maksimum pemberian kredit.

20

Ibid. 21

Kamus Besar Bahasa Indonesia, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), hlm. 301.

22

A.C. Page & R.B. Ferguson, The Prudent Man Rule; Investor Protection, (London: Weiden Feld and Nocolson Ltd, 1992), hlm. 19-20.


(40)

2) Protektif, bermaksud memberikan perlindungan dan dukungan kepada bank terutama pada saat krisis mengancam. Fasilitas pinjaman dari bank sentral (lender

of last resort) merupakan manfaat yang segera tersedia, tetapi yang terutama

adalah bantuan penyelamatan (rescue operation) merupakan hal yang dibutuhkan, dan juga skema pembayaran dibawah asuransi perlindungan deposan.23

Industri perbankan merupakan suatu industri yang sangat bertumpu pada kepercayaan (fiduciary) masyarakat yang memiliki uang untuk disimpan24 di bank. Dalam menjalankan kegiatan usaha tersebut bank menghadapi berbagai risiko baik risiko kredit, risiko pasar, risiko operasional maupun risiko reputasi. Banyaknya ketentuan yang mengatur sektor perbankan dalam melindungi kepentingan masyarakat, termasuk ketentuan yang mengatur kewajiban modal minimum sesuai kondisi bank, batas pemberian kredit dan ketentuan yang mengatur mengatasi bank yang mengalami krisis, menjadikan sektor perbankan yang ”highly regulated”. Pengurus bank adalah profesi yang dituntut memiliki standar kehati-hatian yang tinggi dalam mengelola bank. Alasannya adalah bank sebagai industri keuangan yang kegiatan usahanya adalah menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat dalam bentuk kredit bukan berasal dari pemilik bank.25

Menyimak pendapat Ross Cranston sebagaimana diuraikan tersebut di atas bahwa aturan kehati-hatian (prudential regulation) di perbankan mencakup aturan

23

Ross Cranston, Principles of Banking Law 84 (1997), hlm. 11. 24

Hikmahanto Juwana, Bunga Rampai Hukum ekonomi dan Hukum Internasional, (Jakarta: Penerbit Lentera Hati, 2002), hlm. 4.

25

Zulkarnain Sitompul, ”Bankir Perlu Berhati-hati”, Harian Ekonomi Pembaca, 8 Januari 2008.


(41)

preventif dan aturan protektif. Ketentuan-ketentuan tersebut telah diakomodasikan dalam Undang-Undang Perbankan yang mencakup sisi dasar aspek hukum implementasi prinsip kehati-hatian perbankan di Indonesia sebagaimana tercantum dalam Surat Edaran Bank Indonesia No.9/12/DPNP tentang Pelaksanaan Good

Corporate Governance yang mengandung asas transparansi, akuntabilitas,

responsibilitas, independensi dan kewajaran.

Pada Bank BUMN yang bergerak dalam jasa perbankan, aspek hukum The

Prudential Banking Practice juga sudah diakomodasikan dalam undang-undang

perbankan dan peraturan perundang-undangan lainnya yang menegaskan bahwa Bank Indonesia menetapkan batas maksimum pemberian kredit, pemberian jaminan penempatan investasi surat berharga atau hal lain yang serupa yang dapat dilakukan oleh bank kepada peminjam yang terkait, termasuk kepada perusahaan dalam kelompok yang sama dengan bank yang bersangkutan.

Batasan umum penerapan prinsip kehati-hatian dalam pemberian kredit adalah bahwa bank sebelum menyalurkan kredit harus melakukan penilaian yang seksama terhadap calon debitur meliputi apa yang disebut 5C’s of Credit yaitu:

a. Character (Karakter).

b. Capacity (kapasitas)

c. Capital (Modal)

d. Condition (Kondisi)


(42)

Selain hal tersebut di atas, bank juga harus menilai seluruh aspek-aspek perkreditan yang ada. Tujuannya adalah untuk menghindari kredit bermasalah yang berujung pada kredit macet. Kondisi macetnya suatu fasilitas kredit bukan hanya menimbulkan kerugian bagi bank tetapi juga menimbulkan kerugian bagi nasabah penyimpan dana, karena sumber dana bank dalam menyalurkan kredit sebagian besar adalah dana titipan nasabah. Oleh karena itu, bank wajib mengedepankan prinsip kehati-hatian dalam pemberian kredit.

Risiko dan bank adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya, tanpa adanya keberanian untuk mengambil risiko maka tidak akan pernah ada bank, dalam artian bahwa bank muncul karena keberanian untuk berisiko dan bahkan bank mampu bertahan karena berani mengambil risiko. Namun jika risiko tersebut tidak dikelola dengan baik, bank dapat mengalami kegagalan bahkan pada akhirnya mengalami kebangkrutan.

Risiko, khususnya di dalam konteks bisnis (bagi Bank dan lembaga keuangan), tidaklah selalu mewakili sesuatu hal yang buruk. Kenyataannya Risiko bisa mengandung di dalamnya suatu peluang yang sangat besar bagi mereka yang mampu mengelolanya dengan baik. Hal itu mungkin yang melatarbelakangi mengapa kalimat “Saya akan ambil Risiko tersebut,” dalam bahasa Inggris lebih banyak dinyatakan dengan, I will take that chance.

Secara sederhana J.P Morgan mengartikan risiko sebagai suatu ketidak pastian dari Net Return yang terjadi, atau secara komprehensif risiko merupakan suatu potensi terjadinya peristiwa (event) yang dapat memberikan pengaruh negatif


(43)

terhadap nilai suatu portofolio aset yang dapat diukur dengan probabilitas tertentu dalam rentang waktu yang diketahui. 26

Berdasarkan pengertian tersebut diatas, dapat diartikan bahwa gampangnya risiko hari ini bisa diterjemahkan sebagai potensi kerugian esok hari, akan tetapi malangnya, risiko tidaklah bisa diukur seperti menghitung pendapatan dan biaya yang harus dikeluarkan bank karena risiko tidaklah bersifat “tangible” (kasat mata). Pengukuran risiko lebih merupakan hal yang konseptual dan merupakan tantangan dalam menerapkan praktik perbankan berbasis risiko. Jadi untuk menilai risiko yang “intangible” (tidak kasat mata), mendefinisikannya dengan benar merupakan suatu keharusan yang tidak dapat ditawar-tawar.

Bank Indonesia melalui Peraturan Bank Indonesia Nomor. 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor. 11/25/PBI/2009, menjelaskan defenisi risiko-risiko yang harus dihadapi Bank dalam aktivitas bisnisnya, walaupun mengadopsi Bassel II namun terdapat perbedaan mengenai definisi tersebut. Adapun jenis risiko yang wajib dikelola bank adalah:

a. Risiko Kredit b. Risiko Pasar

c. Risiko Operasional. d. Risiko Likuiditas e. Risiko Hukum

26


(44)

f. Risiko Reputasi g. Risiko Strategik. h. Risiko Kepatuhan

Mencermati jenis-jenis risiko dan akibat yang ditimbulkannya bagi Bank, menuntut paradigma baru bagi Bank tentang risiko perbankan. Jika dulu kita hanya mengenal risiko kredit sekarang tidak cukup hanya dengan risiko kredit saja. Jika dulu pemantauan risiko hanyalah merupakan fungsi auditor, sekarang merupakan tanggung jawab Direksi. Jika dulu risiko hanya sebagai suatu faktor negatif yang harus dikontrol, sekarang risiko diterjemahkan sebagai suatu opportunity bagi bank.27 Bercermin dari petikan perkataan Alan Greenspan : “...We should not forget

that basic economic function of these regulated entities (banks) is to take risk. If we minimize risk taking in order to reduce failure rates to zero, we will, by defenition, have eliminated the purpose of banking system”. Pengelolaan risiko Bank bukan

berarti menghilangkan risiko sampai menjadi nihil, tetapi lebih ditekankan kepada bagaimana mengukur, memonitor, mengelola dan mangambil keuntungan dan mengamankan bank dari risiko-risiko tersebut.28

2. Konsepsional

Untuk memudahkan pemahaman terhadap pembahasan dalam penulisan ini, maka digunakan definisi operasional sebagai berikut:

27

Peraturan Bank Indonesia Nomor. 5/8/PBI/2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor. 11/25/PBI/2009.

28 Ibid.


(45)

a. Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.29

b. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan / atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria sebagai berikut:

1) Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau

2) Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp.300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah).30

c. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria sebagai berikut:

1) Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp.50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp.500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau

29

Lihat Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Tentang Perbankan 30

Lihat Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah.


(46)

2) Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp.300.000.000,- (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp.2.500.000.000,- (dua milyar lima ratus juta rupiah).31

d. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau Usaha Besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sesuai kriteria sebagai berikut:

1) Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp.500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp.10.000.000.000,- (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau

2) Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp.2.500.000.000,- (dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp.50.000.000.000,- (lima puluh milyar rupiah).32

e. Kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) adalah semua kredit yang memiliki risiko tinggi, karena debitur telah gagal atau menghadapi masalah dalam memenuhi kewajiban yang telah ditentukan. Kredit bermasalah dapat diartikan suatu keadaan kredit dimana debitur sudah tidak sanggup membayar sebagian atau keseluruhan kewajibannya kepada bank seperti yang telah diperjanjikan, atau

31

Ibid, lihat Pasal 6 ayat (2). 32


(47)

telah ada suatu indikasi potensial bahwa sebagian maupun keseluruhan kewajibannya tidak akan mampu dilunasi debitur.

f. Kredit Usaha Rakyat adalah kredit kepada Usaha Mikro, Kecil dan Koperasi dengan pola penjaminan (KUMKP).

g. Risiko adalah bahaya, akibat atau konsekuensi yang dapat terjadi akibat sebuah proses yang sedang berlangsung atau kejadian yang akan datang. Risiko dalam konteks perbankan merupakan suatu kejadian potensial, baik yang dapat diperkirakan (anticipated) maupun yang tidak diperkirakan (unanticipated) yang berdampak negatif terhadap pendapatan dan permodalan Bank.33

h. Prinsip business judgement rule berdasarkan Pasal 97 ayat (5) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatasmerupakan pembelaan kepada para Direksi terhadap fiduciary duty karena prinsip ini menekankan bahwa para anggota Direksi tidak dapat dibebani tanggung jawab atas akibat-akibat yang timbul karena telah diambilnya suatu pertimbangan bisnis (business judgment) oleh anggota Direksi yang bersangkutan, sekalipun apabila pertimbangan itu keliru, kecuali dalam hal-hal tertentu.

i. Fiduciary duty adalah Duty of loyality and good faith bersama-sama dengan duty of care and skill (dalam sistem common law). Konsep fiduciary duty berdasarkan

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas dijabarkan bahwa Direksi berkewajiban untuk menjalankan pengurusan perseroan yang antara lain meliputi pengurusan sehari-hari berdasarkan keahlian, peluang yang

33


(48)

tersedia dan kelaziman dalam dunia usaha yang sejenis sesuai dengan maksud dan tujuan perseroan berdasarkan itikad baik dan tanggung jawab.

j. Pertanggungjawaban Direksi berdasarkan konsep fiduciary duty dalam konteks Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas adalah setiap anggota Direksi bertanggung jawab penuh secara pribadi dan atau tanggung renteng atas kerugian Perseroan apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya dalam menjalankan penguruan perseroan dengan tidak seksama dan tekun.

G. Metode Penelitian.

Penelitian adalah suatu usaha untuk menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan yang dilakukan secara metodologi dan sistematis. Metodologi berarti menggunakan metode-metode yang bersifat ilmiah sedangkan sistematis berarti sesuai pedoman / aturan penelitian yang berlaku untuk karya ilmiah.34

Metode adalah alat untuk mencari jawab dari suatu permasalahan, oleh karena itu suatu metode atau alat harus jelas dahulu apa yang dicari.35 Agar dapat dipercaya kebenarannya suatu penelitian ilmiah harus disusun dengan menggunakan suatu metode yang tepat. Metode merupakan cara kerja atau tata kerja untuk dapat memahami obyek menjadi sasaran dari ilmu pengetahuan.

34

Sutrisno Hadi, Metodologi Research, (Bandung: Citra Aditya, 2002), hlm. 2. 35

Setiono, Pemahaman Terhadap Metode Penelitian Hukum, (Semarang: PPS UNS, 2002), hlm. 1.


(49)

1. Jenis dan Sifat Penelitian.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui pendekatan hukum normatif. Untuk mendukung hasil analisis tersebut, digunakan juga pendekatan hukum secara empiris yang memaparkan kondisi riil di lapangan perihal pemberian fasilitas kredit berpola penjaminan bagi sektor UMKM di PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk.

Penelitian hukum normatif dilakukan melalui pendekatan studi perpustakaan (library research) berdasarkan data sekunder yang bersumber dari produk hukum yang mengatur kebijakan terhadap pelaku UMKM baik dari hukum perbankan maupun peraturan pemerintah yang mengaturnya.

Penelitian yang dilakukan ini adalah penelitian yang bersifat deskriptif. Suatu penelitian deskriptif, dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala-gejala lainnya.36 Jenis penelitian dalam penulisan tesis ini termasuk jenis penelitian hukum doktrinal / normatif. Sedangkan jika dilihat dari sifatnya termasuk penelitian deskriptif dan menurut bentuknya penelitian ini merupakan penelitian diagnostik yaitu penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan keterangan mengenai sebab-sebab terjadinya suatu gejala atau beberapa gejala37 yang dalam hal ini tentang penerapan prinsip business judgement rule dalam penyaluran kredit berpola penjaminan kepada UMKM di PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk berdasarkan prinsip kehati-hatian pada perbankan.

36

Ibid. hlm. 10. 37


(50)

2. Jenis Data dan Sumber Data.

Jenis data yang dipergunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder, yaitu data atau informasi hasil penelaahan dokumen penelitian serupa yang pernah dilakukan sebelumnya, bahan kepustakaan seperti buku-buku, literatur, Koran, majalah, jurnal ataupun arsip-arsip yang sesuai dengan penelitian yang akan dibahas.

Mengacu pendapat Soerjono Soekanto dalam menggunakan data sekunder di bidang hukum ditinjau dari kekuatan mengikatnya dapat dibedakan menjadi 3 (tiga), maka penulis menggunakan data sebagai berikut:

a. Bahan hukum primer38 yaitu;

1) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan Sebagaimana Telah Diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998.

3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia Sebagaimana Telah Diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2004.

4) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2003 Badan Usaha Milik Negara.

5) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.

38


(51)

6) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro Kecil Dan Menengah.

7) Instruksi Presiden Nomor. 6 Tahun 2007 Tanggal 8 Juni 2007 Tentang Kebijakan Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan UMKM. 8) Peraturan-Peraturan Bank Indonesia.

9) Nota Kesepahaman Bersama Antara Pemerintah, Perbankan Dan Perusahaan Penjamin Pada Tanggal 9 Oktober 2007.

10)Peraturan Internal PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk.

b. Bahan hukum sekunder, merupakan bahan hukum yang memberi penjelasan terhadap bahan hukum primer,39 terdiri atas: berbagai hasil penelitian, hasil penelitian ilmiah dan artikel yang berkaitan dengan penerapan prinsip kehati-hatian dalam penyaluran kredit di PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk berdasarkan konsep business judgement rule.

c. Bahan hukum tersier atau penunjang, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder,40 dalam tesis ini penulis menggunakan bahan dari media internet, Black’s Law Dictionary, kamus hukum dan kamus besar Bahasa Indonesia.

3. Teknik Pengumpulan Data.

Mengingat bahwa jenis penelitian ini bersifat yuridis normatif maka untuk memperoleh data yang mendukung, kegiatan pengumpulan dalam penelitian ini

39

Ibid, hlm. 19. 40


(52)

adalah dengan cara pengumpulan (dokumentasi) data-data sekunder. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan (library research) melalui studi dokumen untuk mengumpulkan dan menyusun data yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.

4. Analisis Data.

Metode analisis data yang dilakukan menggunakan data sekunder melalui pengolahan data sebagai prosedur penelitian yang bersifat deskriptif. Sedangkan hasil pengolahan data yang diperoleh akan diuraikan dan dan dianalisis melalui teori yang ada untuk kepentingan analisis kuantitatif dan analisis isi (content analysis). Pendekatan terhadap sudut pandang regulasi hukum terhadap penyaluran kredit perbankan berpola penjaminan kepada UMKM dan prinsip business judgement rule yang dikaji melalui perbandingan antara keduanya. Penarikan kesimpulan dalam penelitian menggunakan metode induktif dan deduktif.


(53)

BAB II

PENERAPAN PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PENYALURAN KREDIT KEPADA UMKM

A. Prinsip Kehati-Hatian Dalam Dunia Perbankan.

1. Prinsip Kehati-Hatian Sebagai Prinsip Utama Bank Dalam Memberikan Kredit.

Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan menyatakan bahwa kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.

Berdasarkan definisi tersebut diatas, di dalam suatu kredit terdapat unsur-unsur sebagai berikut:

a. Pemberian kredit atau kreditur yaitu bank. b. Penerima kredit atau debitur.

c. Penyediaan uang.

d. Perjanjian kredit yang merupakan aturan main dari hubungan ini. e. Jangka waktu pengembalian kredit.

f. Bunga atas kredit yang dinikmati oleh debitur.

Pasal 8 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan menyebutkan bahwa sebelum memberikan kredit, bank harus melakukan penilaian


(54)

secara seksama, mengingat sumber dana kredit yang disalurkan adalah bukan dana dari bank itu sendiri tetapi dana yang berasal dari masyarakat sehingga perlu penerapan prinsip kehati-hatian melalui analisa yang akurat dan mendalam, penyaluran yang tepat, pengawasan dan pemantauan yang baik, perjanjian yang sah dan memenuhi syarat hukum, pengikatan jaminan yang kuat dan dokumentasi perkreditan yang teratur dan lengkap.

Seluruh hal tersebut di atas bertujuan agar kredit yang disalurkan tersebut dapat kembali tepat pada waktunya sesuai perjanjian kredit yang meliputi pinjaman pokok dan bunga. Apabila kredit yang telah disalurkan bank kepada masyarakat dalam jumlah besar tidak dibayar kembali kepada bank tepat pada waktunya sesuai dengan perjanjian kredit maka kualitas kredit dapat digolongkan menjadi non

performing loan (NPL / kredit bermasalah). Jumlah kredit NPL yang tinggi dapat

mengakibatkan terganggunya kesehatan bank yang bersangkutan.

Melalui penerapan prinsip kehati-hatian dalam pemberian kredit dinilai akan menurunkan kredit bermasalah (NPL). Selain itu, bank-bank yang memiliki NPL besar saat ini terus melakukan restrukturisasi untuk menurunkan kredit bermasalahnya. Fakta membuktikan bahwa NPL Bank Mandiri pada tahun 2005 tercatat sebesar 26,7% atau meningkat sangat tinggi dibanding tahun sebelumnya yang hanya sebesar 7,4%, sedangkan NPL Bank BNI pada tahun 2005 tercatat 14,4%. Untuk menyelesaikan kredit-kredit bermasalah tersebut pada bank-bank BUMN membutuhkan waktu sekitar 3 sampai dengan 5 tahun mendatang. Oleh karena itu


(55)

dalam memberikan kredit, harus mengikuti tahap-tahap yang tepat sehingga terhindar dari kredit bermasalah. 41

Salah satu indikator pencegah timbulnya kredit bermasalah adalah melalui penilaian faktor 5 P of Credit yaitu:

1. Person atau people yaitu penilaian pribadi dan kemampuan usaha dari calon

nasabah.

2. Purpose yaitu penilaian tujuan dan sasaran penggunaan kredit.

3. Prospect yaitu penilaian masa depan usaha dan pendapatan yang diperoleh.

4. Payment yaitu penilaian kemampuan membayar kembali kredit.

5. Protection yaitu jaminan sebagai benteng terakhir untuk berlindung apabila kredit

gagal.42

Selain hal tersebut di atas, penilaian pencegahan 4 P dalam kredit dalam rangka pencegahan timbulnya kredit bermasalah juga dapat dilakukan yaitu:

1. Philosophy, bahwa setiap kredit diberikan berdasarkan unsur kepercayaan yang

dimiliki oleh nasabah yang merupakan upaya saling menguntungkan dengan rasa adil karena pemberian kredit itu sendiri memiliki tujuan bersama sebagai mitra bisnis.

2. Policy, bahwa pemberian kredit merupakan suatu kebijaksanaan bisnis perbankan

yang telah digariskan dan disepakati oleh petugas perbankan untuk dijalankan demi kesinambungan hidup perusahaan.

41

Avartara, http://avartara.com/risiko-risiko-perbankan/, diakses tanggal 31 Januari 2010. 42

H.A.S. Mahmoeddin, 100 Penyebab Kredit Macet, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995), hlm. 25.


(56)

3. Procedures, bahwa setiap keteraturan memerlukan suatu acuan yang harus

ditempuh karena setiap penyimpangan dari prosedur cenderung akan menimbulkan permasalahan bahkan kerugian

4. People, bahwa setiap orang yang ikut mengelola usaha perkreditan adalah tenaga

atau karyawan yang berusaha bekerja penuh dedikasi dalam memberikan keuntungan bagi pemilik saham. Selain itu hal ini juga mengandung pengertian bahwa setiap karyawan mempunyai moral sebagai banker’s yang baik, berkemampuan dan berpengetahuan mengenai perkreditan.43

Penilaian Faktor 3R dalam kredit atau 3 R of credit yang juga dapat dilakukan dalam rangka penyelamatan kredit bermasalah adalah sebagai berikut:

1. Returns yaitu penilaian penghasilan, apakah usaha yang akan dibiayai

benar-benar suatu usaha yang memberikan hasil didasarkan pengalaman, kemampuan, pemasaran dan aspek lainnya.

2. Repayment Capacity yaitu penilaian kesanggupan membayar kembali kredit,

apakah nasabah benar-benar memiliki kemampuan untuk mengembalikan kredit bank. Hal ini ditilik dari segi aliran kas, keuntungan yang diperoleh, watak yang dimiliki oleh nasabah.

3. Risk bearing ability yaitu penilaian kemampuan untuk menutup risiko yang

mungkin timbul jika kredit menjadi macet.44

43

Ibid, hlm. 27. 44


(57)

2. Penerapan Prinsip Mengenal Nasabah.

Prinsip mengenal nasabah adalah prinsip yang diterapkan bank untuk mengetahui identitas nasabah, memantau kegiatan transaksi nasabah termasuk pelaporan transaksi keuangan yang mencurigakan. Bank wajib menerapkan prinsip mengenal nasabah (know your customer principles). Dalam menerapkan prinsip ini bank wajib untuk melakukan kegiatan sebagai berikut:

a. Menetapkan kebijakan penerimaan nasabah.

b. Menetapkan kebijakan dan prosedur dalam mengindentifikasi nasabah.

c. Menetapkan kebijakan dan prosedur pemantauan terhadap rekening dan transaksi nasabah.

d. Menetapkan kebijakan dan prosedur manajemen risiko yang berkaitan dengan penerapan prinsip mengenal nasabah.45

Prinsip pengenalan nasabah ini erat kaitannya dengan prinsip 5C’s of Credit yakni Character. Bank harus mengenal perilaku nasabahnya, karena berdasarkan perilaku nasabah dapat dibaca situasi yang memberikan indikasi bahwa kredit yang diperoleh nasabah adalah gejala bermasalah.46 Oleh karena begitu besarnya risiko yang dihadapi bank dalam pemberian kredit, maka prinsip mengenal nasabah ini harus diterapkan sebagai peringatan dini untuk terhindar dari kredit macet.

45

Katharina Melati Siagian, Prinsip Kehati-Hatian Dalam Pemberian Kredit, Studi Pada PT.

Bank Negara Indonesia (Persero), Tbk, (Medan: Sekolah Pascasarjana USU, 2006), hlm. 74.

46


(58)

3. Pengawasan Dalam Pemberian Kredit.

Pasal 8 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia Sebagaimana Telah Diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor. 3 Tahun 2004 menyatakan bahwa Bank Indonesia mempunyai tugas menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, mengatur dan mengawasi bank. Mengingat tugas yang diemban tersebut maka Bank Indonesia mempunyai langkah dan kewenangan tertentu sebagaimana diterapkan dalam undang-undang tersebut di atas.

Tujuan pengawasan bank untuk meningkatkan keyakinan bahwa bank dari segi keuangan tergolong sehat, bank dikelola secara baik dan profesional serta tidak terkandung ancaman terhadap kepentingan masyarakat yang menyimpan dananya di bank. Tekanan dan perhatian diberikan pada aspek-aspek di dalam individual bank yang diharapkan dapat memelihara kepentingan masyarakat dengan baik dan perbankan yang berkembang secara wajar serta bermanfaat bagi perekonomian nasional.47

Ada beberapa prinsip dalam melaksanakan pengawasan yakni:

1. Fungsi pengawasan kredit harus diawali dari upaya yang bersifat pencegahan sedini mungkin terjadinya hal-hal yang dapat merugikan bank dalam perkreditan atau terjadinya praktek pemberian kredit yang tidak sehat. Dalam hal ini harus

47

Zulkarnain Sitompul (II), Problematika Perbankan, (Bandung: Books Terrace & Library, 2005), hlm. 218.


(59)

tercermin dalam struktur pengendalian intern bank yang terkait dengan perkreditan.

2. Pengawasan kredit juga harus meliputi pengawasan sehari-hari oleh manajemen bank atas setiap pelaksanaan pemberian kredit atau yang lazim dikenal dengan istilah pengawasan melekat.

3. Pengawasan kredit juga harus meliputi audit intern terhadap semua aspek perkreditan yang dilakukan oleh audit internal bank.48

Pengawasan harus meliputi semua aspek perkreditan serta semua objek pengawasan tanpa melakukan pengecualian yaitu:

a. Pengawasan terhadap semua pejabat bank yang terkait dengan perkreditan.

b. Pengawasan terhadap semua jenis kredit, termasuk kredit kepada pihak-pihak yang terkait dengan bank dan debitur-debitur besar tertentu. Pengawasan terhadap pihak-pihak yang terkait dengan bank dan debitur-debitur besar tertentu bahkan harus dilakukan secara intensif.49

Cakupan fungsi pengawasan kredit sekurang-kurangnya meliputi hal-hal sebagai berikut:

a. Mengawasi apakah pemberian kredit telah dilaksanakan sesuai dengan Kebijakan Perkreditan bank, prosedur pemberian kredit dan ketentuan intern bank yang berlaku.

48

Ibid. 49


(60)

b. Mengawasi pemberian kredit apakah telah memenuhi ketentuan perbankan yang berlaku.

c. Memantau perkembangan kegiatan debitur termasuk pemantauan melalui kegiatan kunjungan kepada debitur dan memberikan peringatan dini mengenai penurunan kualitas kredit-kredit yang diperkirakan mengandung risiko bagi bank. d. Mengawasi apakah penilaian kolektibilitas kredit telah sesuai dengan ketentuan

yang ditetapkan oleh Bank Indonesia.

e. Melakukan pembinaan kepada debitur untuk mengarahkan agar debitur dapat memenuhi kewajibannya kepada bank.

f. Memantau dan mengawasi secara khusus kebenaran pemberian kredit kepada pihak yang terkait dengan bank dan debitur-debitur tertentu apakah telah sesuai dengan Kebijakan Perkreditan Bank.

g. Memantau pelaksanaan pengadministrasian dokumen perkreditan apakah telah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan.

h. Memantau kecukupan jumlah penyisihan penghapusan kredit.50

4. Penggunaan Rambu-Rambu Hukum.

Persoalan kredit dapat dipahami dengan 3 pendekatan yaitu:

a. Apakah kredit tersebut menjadi bermasalah karena risiko bisnis dan pengurusnya telah memenuhi kewajibannya dalam menjalankan prinsip duty of care dalam rangka pemberian kredit tersebut. Misalnya dalam keputusannya pemberian kredit tidak ada unsur kepentingan pribadi dan diputuskan berdasarkan informasi yang

50 Ibid.


(1)

bersifat perdata atau pidana. Oleh karena itu perlu peraturan lanjutan yang bisa menarik benang merah antara dua isu tersebut.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku.

Ali, Masyhud, Manajemen Risiko, Strategi Perbankan dan Dunia Usaha Menghadapi Tantangan Globalisasi Bisnis, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2006. Cranston, Ross, Principles of Banking Law 84,1997.

Djumhana, Muhammad, Rahasia Bank, Ketentuan Dan Penerapannya Di Indonesia, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1996.

_______, Hukum Perbankan Di Indonesia, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 2000. Fuadi, Munir, Perlindungan Pemegang Saham Minoritas, Bandung: CV. Utomo,

2005.

Gifis, Steven H,. Law Dictionary, New York: Barrons’s Educational Series, Inc, 1984.

Hadi,Sutrisno, Metodologi Research, Bandung: Citra Aditya, 2002.

Jusuf, Jopie, Kiat Jitu Memperoleh Kredit Bank, Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2003.

Juwana, Hikmahanto, Bunga Rampai Hukum ekonomi dan Hukum Internasional, Jakarta: Penerbit Lentera Hati, 2002.

Lipton, Philip and Abraham Herzberg, Understanding Company Law, Brisbane: The Law Book Company Ltd, 1992.

Mahmoeddin, H.A.S, 100 Penyebab Kredit Macet, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995.

_______, Melacak Kredit Bermasalah, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2004.

Muljono, Teguh Puji, Manajemen Perkreditan Bagi Bank Komersil, Yogyakarta: BPFE, 2001.

O’Kelley, Charles, Jr, Robert B. Thompson, Corporation and Other Business Associations, Boston, Toronto, London: Little, Brown and Company, 1992.


(3)

Page, A.C, & R.B. Ferguson, The Prudent Man Rule; Investor Protection, London: Weiden Feld and Nocolson Ltd, 1992.

Rahardjo, Satjipto, Ilmu Hukum, Bandung, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1996. Setiono, Pemahaman Terhadap Metode Penelitian Hukum, Semarang: PPS UNS,

2002.

Sitompul, Zulkarnaen, Problematika Perbankan, Bandung: Terrace & Library, 2005. Sjahdeni, Sutan Remy, Tanggung Jawab Pribadi Direksi dan Komisaris, Dalam

Jurnal Hukum Bisnis Volume 14, Juli 2001.

Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Rajawali Press, 2005. Suta, I Putu Gde Ary dan Soebowo Musa, BPPN The End, Bogor: Yayasan Said

Satria Bhakti, 2004.

Suyatno, Thomas, Kelembagaan Perbankan, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Indonesia Utama, 1997.

Tunggal, Amin Widjaja, Corporate Governance (Suatu Pengantar), Jakarta: Harvarindo, 2007.

Usman, Rahmadi, Aspek-Aspek Hukum Perbankan Di Indonesia, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2003.

Widiyono, Tri, Aspek Hukum Operasional Transaksi Produk Perbankan Di Indonesia, Bogor: Ghalia Indonesia, 2006.

Wijaya, Gunawan, Tanggung Jawab Direksi Atas Kepailitan Perseroan, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2002.

B. Majalah/Publikasi/Karya Ilmiah.

Dulu Di Bujuk Rayu, Kini Mulai Diwaspadai, Tabloid Mingguan, Kontan, Edisi 8-14 Maret 2010.

Dogar Harahap, Rudi, Penerapan Business Judgement Rule Dalam Pertanggungjawaban Direksi Yang Berbadan Hukum Perseroan Terbatas, Medan: Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara, 2008.


(4)

Frengki, Delmon, Peran Hukum Perbankan Dalam Pemberdayaan Kredit Usaha Mikro, Kecil Dan Menengah / UMKM (Studi Pada PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk Kantor Cabang Lubuk Pakam), Medan: Sekolah Pascasarjana USU, 2008.

InfoBank Nomor 317, Agustus 2005

”Kadin Minta Komitmen Bank”, Kompas, 31 Agustus 2008

Melati Siagian, Katharina, Prinsip Kehati-Hatian Dalam Pemberian Kredit, Studi Pada PT. Bank Negara Indonesia (Persero), Tbk, Medan: Sekolah Pascasarjana USU, 2006.

Nasution, Bismar, Rubrik Opini, Adakah Kecurangan di Bank Mandiri?, Bisnis Indonesia, Edisi. 16 Mei 2005.

_______, Menciptakan Good Corporate Governance Pada Sistem Pengelolaan Dan Pembinaan PT (Persero) BUMN, Optimalisasi Sistem Pengelolaan, Pengawasan, Pengawasan dan Pertanggungjawaban Keberadaan PT (Persero) Di Lingkungan BUMN Ditinjau Dari Aspek Hukum Dan Transparansi, diselenggarakan oleh Inti Sarana informatika, Hotel Borobudur, Jakarta, 8 Maret 2007.

_______, Pengaruh Globalisasi Ekonomi Pada Hukum Indonesia, Bahan Kuliah Pada Pasca Sarjana Hukum Ekonomi USU

Sitompul, Zulkarnain, ”Bankir Perlu Berhati-hati”, Harian Ekonomi Pembaca, 8 Janurai 2008.

T, Stepanus Osa, ”Program KUR-Penyerapan Tenaga Kerja Baru Sebatas Estimasi”, Kompas, 28 Juni 2008.

Teguh, Sulistia, Perlindungan Hukum Dan Pemberdayaan Pengusaha Kecil Dalam Ekonomi Pasar Bebas, Jurnal Hukum Bisnis Volume 27, No. 1 Tahun 2008. Warjiyo, Untoro Perry, ”Default Risk dan Penjaminan KUKM”, Jakarta: Buletin


(5)

C. Peraturan Perundang-undangan.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan Sebagaimana Telah Diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor. 10 Tahun 1998.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor. 23 Tahun 1999 Tentang Bank Indonesia Sebagaimana Telah Diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor. 3 Tahun 2004.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor. 19 Tahun 2003 Badan Usaha Milik Negara.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor. 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro Kecil Dan Menengah.

Instruksi Presiden Nomor. 6 Tahun 2007 Tanggal 8 Juni 2007 Tentang Kebijakan Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan UMKM.

Nota Kesepahaman Bersama Antara Pemerintah, Perbankan Dan Perusahaan Penjamin Pada Tanggal 9 Oktober 2007.

Peraturan Bank Indonesia Nomor. 5/8/PBI/2003 Tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor. 11/25/PBI/2009.

Peraturan Bank Indonesia Nomor. 6/PBI/2004 Tentang Tata Cara Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum.

Peraturan Bank Indonesia Nomor. 5/21/DPNP/2003 Tentang Penerapan Manajemen Risiko Bagi Bank Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor. 11/25/PBI/2009.

Peraturan Bank Indonesia Nomor. 7/2/PBI/2005 Tentang Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum.

Peraturan Bank Indonesia Nomor. 7/3/PBI/2005 Tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor. 8/13/PBI/2006.


(6)

Peraturan Bank Indonesia Nomor. 8/14/PBI/2006 Tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006

Surat Keputusan Direktur Bank Indonesia No.27/162/KEP/DIR tanggal 31 Maret 1995 mengenai Pedoman Penyusunan Kebijaksanaan Perkreditan Bank (PPKPB).

Surat Keputusan Direktur Bank Indonesia No.27/162/KEP/DIR tanggal 31 Maret 1995 mengenai Pedoman Penyusunan Kebijaksanaan Perkreditan Bank (PPKPB)

Surat Deputi Gubernur Bank Indonesia No.9/4/DpG/DPNP tanggal 29 Maret 2007 Perihal penjelasan atas beberapa ketentuan Bank Indonesia yang terkait dengan penyediaan dana,

Surat Keputusan Direksi PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk, Nomor: S.65-DIR/ADK/10/2003 Tanggal 31 Oktober 2003 Tentang Pedoman Pelaksanaan Bisnis Menengah PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk. Surat Keputusan Direksi PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk, Nomor:

S.26-DIR/ADK/06/2006 Tanggal 16 Juni 2006 Tentang Pedoman Pelaksanaan Bisnis Ritel PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk.

Surat Keputusan Direksi PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk, Nomor: S.39-DIR/ADK/02/2007 Tanggal 14 Februari 2007 Tentang Pedoman Pelaksanaan Bisnis Mikro PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk.

Surat Keputusan Direksi PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk, Nomor: S.59-DIR/ADK/05/2007 Tanggal 15 Mei 2007 Tentang Penetapan pasar Sasaran (PS) Dan Kriteria Risiko Yang Dapat Diterima (KRD) Bisnis Menengah PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk.

Surat Edaran Direksi PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk, Nomor. S.4-DIR/ADK/01/2008 Tanggal 21 Januari 2008 Tentang Kredit Usaha Rakyat dan direvisi dengan Surat Edaran Direksi PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk, Nomor. S.4a-DIR/ADK/01/2008 Tanggal 17 Maret 2009 Surat Edaran Direksi PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk,

Nokep:8/DIR/02/2008 Tentang Ketentuan Fasilitas Pinjaman KUR Kupedes.