kalau tidak melakukan pelanggaran. Tidaklah mungkin seorang bankir dipersalahkan melakukan penyimpangan pemberian kredit sepanjang tidak bertindak sembrono dan
melakukan kongkalikong permufakatan jahat.
54
Para bankir seharusnya telah diberikan rambu-rambu untuk menjalankan tugasnya. Dalam profesi ini sebenarnya sudah digariskan batasan yang tegas
mengenai apa yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan. Kalau aturan- aturan yang sudah baku itu dilanggar, sudah sepantasnya seorang bankir
mempertanggungjawabkan kesalahannya. Penegakan hukum perlu dilakukan bukan karena tidak suka atau benci kepada profesi bankir, tetapi karena kepercayaan
terhadap sistem perbankan itu penting untuk dijaga. Mereka yang terbukti bersalah menyalahgunakan wewenangnya sebagai bankir harus dihukum agar memberikan
efek dan membuat orang lain tidak berani lagi untuk bermain-main dengan perbankan.
55
5. Pembuatan Kebijakan Perkreditan.
Dalam rangka menerapkan asas-asas perkreditan yang sehat, setiap bank diwajibkan mempunyai kebijakan perkreditan bank, dimana kebijakan ini dapat
berbeda antara satu bank dengan bank lainnya tergantung pada berbagai faktor yang mempengaruhinya, karena selama ini bank bebas untuk menetapkan sendiri kebijakan
perkreditannya. Kebijakan ini harus dibuat secara tertulis dengan berpedoman pada ketentuan sebagaimana tertuang dalam Surat Keputusan Direktur Bank Indonesia
54
Ibid.
55
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
No.27162KEPDIR tanggal 31 Maret 1995 mengenai Pedoman Penyusunan Kebijaksanaan Perkreditan Bank PPKPB. Dalam setiap Kebijaksanaan Perkreditan
Bank dimuat dan ditetapkan secara jelas dan tegas adanya prinsip kehati-hatian yang sekurang-kurangnya meliputi kebijaksanaan pokok dalam perkreditan, tata cara
penilaian kualitas kredit dan profesionalisme serta integritas pejabat perkreditan. Dalam Kebijaksanaan Perkreditan Bank juga harus diterapkan beberapa hal antara
lain: 1.
Pokok-pokok pengaturan mengenai tata cara pemberian kredit yang sehat. a.
Prosedur perkreditan yang sehat, termasuk prosedur persetujuan kredit, prosedur dokumentasi dan administrasi kredit serta prosedur pengawasan
kredit. b.
Kredit yang perlu mendapat perhatian khusus. c.
Perlakuan terhadap kredit yang tunggakan bunganya dikapitalisasi. d.
Prosedur penyelesaian kredit bermasalah dan prosedur penghapusbukuan kredit macet serta tata cara pelaporan kredit macet.
e. Tata cara penyelesaian barang agunan kredit yang telah dikuasai oleh bank
yang diperoleh dari hasil penyelesaian kredit.
56
2. Pokok-pokok pengaturan pemberian kredit kepada pihak yang terkait dengan
bank dan debitur-debitur tertentu.
56
Lihat Surat Keputusan Direktur Bank Indonesia No.27162KEPDIR tanggal 31 Maret 1995 mengenai Pedoman Penyusunan Kebijaksanaan Perkreditan Bank PPKPB.
Universitas Sumatera Utara
a. Batasan jumlah maksimum penyediaan keseluruhan fasilitas kredit yang
diberikan oleh bank sendiri kepada pihak-pihak tersebut di atas dalam angka prosentase terhadap jumlah keseluruhan kredit dan jumlah modal bank
berdasarkan perhitungan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum KPMM bank.
b. Tata cara penyediaan kredit kepada pihak-pihak tersebut di atas yang akan
disindikasikan, dikonsorsiumkan dan dibagi risikonya dengan bank-bank lain. c.
Persyaratan kredit kepada pihak-pihak tersebut di atas khususnya mengenai perbandingan suku bunga kredit dengan yang ditetapkan terhadap debitur-
debitur lainnya serta bentuk dan jenis agunan. d.
Kebijaksanaan bank dalam pemberian kredit kepada pihak-pihak tersebut di atas dalam kaitannya dengan ketentuan perkreditan khususnya Ketentuan
Batas Maksimum Pemberian Kredit BPMK.
57
3. Kredit yang mengandung risiko kredit yang tinggi, serta
4. Kredit yang perlu dihindari.
a. Kredit untuk tujuan spekulasi.
b. Kredit yang diberikan tanpa informasi keuangan yang cukup, dengan catatan
bahwa informasi untuk kredit-kredit kecil dapat disesuaikan seperlunya oleh bank.
c. Kredit yang memerlukan keahlian khusus yang tidak dimiliki oleh bank.
57
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
d. Kredit kepada debitur bermasalah dan atau macet pada bank lain.
58
6. Akibat Tidak Dilaksanakannya Prinsip Kehati-hatian.