Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
mengerjakan tugas dan menunda belajar ketika akan dilaksanakan ujian saja. Para siswa selalu mencari alasan untuk tidak segera mengerjakan tugas, padahal
mereka menyadari bahwa ada tugas penting yang harus diselesaikan namun mereka lebih memilih untuk melakukan kegiatan lain yang menyenangkan dan
mendatangkan hiburan.
Adapun bentuk dari prokrastinasi akademik yang dilakukan para siswa dapat berupa penundaan mengerjakan tugas mengarang, penundaan belajar
menghadapi ujian, penundaan tugas membaca, penundaan kinerja tugas administratif, penundaan menghadiri pertemuan dan penundaan kinerja akademis
secara keseluruhan Solomon Rothblum, 1984. Penelitian yang dilakukan Hariri 2010 mengenai aktivitas prokrastinasi akademik pada siswa SMP Negeri
5 Bandung menemukan bahwa siswa melakukan prokrastinasi pada area tugas mengarang sebanyak 20, berfikir masih ada waktu lain untuk mengerjakan tugas
sebanyak 54, mengalami keraguan jika gagal dalam belajar sebanyak 35, menyerah ketika ada hambatan dalam belajar sebanyak 26 dan mencari
kesenangan lain sebanyak 12.
Fenomena prokrastinasi tersebut menimbulkan berbagai konsekuensi negatif terhadap siswa yang melakukannya, seperti tugas-tugas menjadi
terbengkalai, menghasilkan tugas yang kurang maksimal, waktu menjadi terbuang sia-sia, bahkan berdampak pada penurunan prestasi akademik. Selain itu juga
prokrastinasi akan berdampak buruk pada kondisi fisik dan psikologis siswa
seperti menimbulkan kecemasan, tingkat stres yang tinggi dan kesehatan yang buruk Chu Choi, 2005.
Mengingat begitu besarnya dampak negatif yang dapat ditimbulkan oleh prokrastinasi maka hendaknya segera diatasi sejak dini sehingga tidak berdampak
lebih buruk terhadap prestasi akademik siswa. Jika masa remaja saja seseorang sudah melakukan prokrastinasi akademik, kemungkinan pada saat ia menginjak
jenjang pendidikan yang lebih tinggi tingkat prokrastinasi akademiknya akan semakin meningkat. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Solomon
dan Rothblum 1984 yang menyatakan bahwa tingkat prokrastinasi akademik seseorang akan semakin meningkat seiring dengan makin lamanya studi
seseorang.
Untuk mengatasi dampak negatif dari perilaku prokrastinasi, maka perlu diketahui hal-hal apa saja yang dapat mempengaruhi atau menyebabkan seseorang
melakukan prokrastinasi. Salah satu faktor yang dapat menyebabkan seorang siswa melakukan prokrastinasi adalah kurangnya strategi dan pengaturan diri
siswa dalam belajar atau disebut juga dengan self-regulated learning. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa faktor yang dapat
meningkatkan kecenderungan melakukan prokrastinasi yaitu adanya kesulitan dalam pengaturan diriself-regulation Steel, 2007.
Lebih lanjut, Zimmerman 1990 menyebutkan bahwa jika seseorang kehilangan strategi dalam self-regulation maka mengakibatkan proses belajar dan
performa yang lebih buruk, dalam hal ini siswa akan cenderung melakukan
prokrastinasi akademik. Self-regulated learning sendiri sangat penting bagi semua jenjang akademis. Self-regulated learning dapat diajarkan, dipelajari dan
dikontrol. Umumnya, siswa yang berhasil adalah siswa yang menggunakan strategi self-regulated learning dan sebagian besar sukses di sekolah.
Menurut Corno, Snow Jackson dalam Woolfolk, 2009, siswa yang mempunyai self-regulated learning yang baik tahu bagaimana cara melindungi
dirinya sendiri dari gangguan yang dapat mengganggu proses belajar. Mereka tahu bagaimana cara mengatasi bila mereka merasa cemas, mengantuk atau malas.
Sehingga siswa yang memiliki self-regulated yang baik akan memiliki kecenderungan prokrastinasi yang rendah. Pernyataan tersebut didukung oleh
penelitian sebelumnya oleh Hariri 2010 yang menyatakan bahwa self-regulated learning efektif untuk mereduksi prokrastinasi akademik.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Wolters dalam Rakes Dunn, 2010, mengenai hubungan prokrastinasi dengan self-regulated learning, menemukan
bahwa metakognitif regulasi diri adalah prediktor terkuat kedua dari perilaku prokrastinasi
setelah keyakinan
self-efficacy akademik.
Sehingga dapat
disimpulkan bahwa level terendah dari regulasi diri terkait dengan level tertinggi dari prokrastinasi, dan regulasi diri adalah salah satu kunci untuk memahami
prokrastinasi.
Selanjutnya, Zimmerman dan Martinez-Pons 1986 dalam penelitiannya menjelaskan bahwa siswa yang memiliki self-regulated learning akan mampu
mengarahkan dirinya saat belajar self-regulated learners, membuat perencanaan
plan, mengorganisasikan materi organize, mengarahkan diri sendiri self- instruction dan mengevaluasi diri sendiri self-evaluation dalam proses
pengatahuan. Langkah-langkah tersebut dapat meminimalisir terjadinya perilaku prokrastinasi sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan prestasi.
Selain self-regulated learning, pola asuh orang tua menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku prokrastinasi, dimana kondisi lingkungan
yang rendah pengawasan membuat prokrastinasi akademik juga lebih banyak dilakukan daripada lingkungan yang penuh pengawasan Millgram dalam
Ghufron Risnawita, 2010. Adapun Baumrind dalam Santrock, 2007 mengemukakan bahwa terdapat tiga macam pola asuh orang tua yakni:
authoritarianotoriter, authoritativedemokratis, dan permisif. Ketiga pola asuh tersebut memiliki ciri khasnya sendiri dan masing-masing memberikan efek yang
berbeda terhadap tingkah laku anak.
Lebih lanjut lagi, pola asuh orang tua memiliki dampak langsung terhadap perkembangan remaja dalam berbagai aspek, salah satunya adalah aspek
pendidikanprestasi akademik. Senada dengan pernyataan tersebut, beberapa penelitian menemukan bahwa pola asuh demokratis lebih kondusif daripada pola
asuh otoriter dan permisif terhadap perkembangan kognitif, keberhasilanprestasi akademik, dan juga kemampuan psikososial Lamborn Steinberg, dalam Barus,
2003.
Orang tua yang selalu mendampingi anaknya ketika mengerjakan tugas sekolah yang dikerjakan di rumah akan berpengaruh terhadap kebiasaan belajar
anaknya. Hal ini akan sangat berpengaruh pula terhadap perilaku prokrastinasi yang cenderung rendah dibandingkan dengan yang tidak didampingi oleh orang
tua saat mengerjakan tugas di rumah. Sehingga dengan kata lain pola asuh orang tua dapat berdampak pada tercapainya prestasi akademik pada remaja.
Hasil dari studi empiris telah memberikan bukti bahwa peran orang tua memberikan pengaruh terhadap perkembangan prokrastinasi, serta kecenderungan
irasional untuk menunda suatu tugas Vehadi, dkk, 2009. Hasil penelitian Ferrari dan Ollivete dalam Ghufron Risnawita, 2010 menemukan bahwa tingkat
pengasuhan otoriter ayah menyebabkan munculnya kecenderungan perilaku prokrastinasi yang kronis pada subyek penelitian anak perempuan, sedangkan
tingkat pengasuhan demokratis ayah menghasilkan anak perempuan yang bukan prokrastinator.
Ibu yang
memiliki kecenderungan
melakukan avoidance
procrastination menghasilkan anak perempuan yang memiliki kecenderungan untuk melakukan avoidance procrastination pula.
Selain itu, terdapat penelitian Pychyl, et al dalam Vehadi, dkk, 2009, yang menguji perbedaan gender dalam hubungan antara prokrastinasi, pola asuh
orang tua dan self-esteem pada remaja awal. Menariknya, mereka melaporkan bahwa ada interaksi yang signifikan antara prokrastinasi dengan pola asuh orang
tua, jenis kelamin dan self-esteem pada remaja. Selanjutnya, hanya pada wanita, efek dari pola asuh ibu yang demokratis dan otoriter dihubungkan dengan
prokrastinasi melalui self-esteem, sedangkan pola asuh ayah memiliki hubungan langsung dengan prokrastinasi.
Orang tua bisa membantu untuk mencegah perilaku prokrastinasi dengan mengembangkan
kemampuan belajar
pada anak-anak
mereka sehingga
memungkinkan mereka untuk menghindari berbagai gangguan, misalnya dengan membuat anak belajar dengan nyaman, pengaturan ruang belajar supaya tenang,
menjaga kerapihan meja belajar anak, mematikan televisi dan telepon selular dan lain-lain. Aspek-aspek tersebut dapat membantu meningkatkan komitmen siswa
terhadap tugas Vehadi, dkk, 2009.
Dalam penelitian ini, peneliti mengambil subjek siswa MTs Negeri 3 Pondok Pinang. Dari hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti selama
melakukan kuliah kerja lapangan KKL pada bulan Februari-Mei 2011 di MTs N 3 Pondok Pinang, diketahui bahwa perilaku prokrastinasi menjadi sebuah
kebiasaan yang sering dilakukan sebagian siswa dalam menghadapi tugas-tugas akademik. Para siswa biasanya melakukan prokrastinasi untuk mengerjakan
pekerjaan rumah, maupun menunda untuk menghadapi ujian dengan melakukan aktivitas lain.
Selain itu, berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti pada tanggal 13 Mei 2011 terhadap sebagian siswa MTs Negeri 3 Pondok Pinang,
diketahui bahwa para siswa sering melakukan prokrastinasi dengan berbagai alasan antara lain mereka merasa malas untuk mengerjakan tugas, menganggap
waktu pengumpulan tugas masih lama, mempunyai kesibukan lain selain untuk mengerjakan tugas serta melakukan aktivitas lain seperti menonton tv, bermain
atau menggunakan internet.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, peneliti tertarik untuk mengetahui pengaruh pola asuh orang tua dan self-regulated
learning terhadap prokrastinasi pada siswa, yang akan diuji kebenarannya secara
empirik melalui sebuah penelitian. Adapun judul penelitian ini adalah “Pengaruh Pola Asuh Orang tua Dan
Self-Regulated Learning Terhadap Prokrastinasi Pada Siswa MTs Negeri 3 Pondok Pinang
”.