124
a. Tujuan pembelajaran
Tujuan pembelajaran merupakan sesuatu yang hendak dicapai oleh peserta didik sesuai dengan kompetensi. Dengan strategi pembelajaran
diharapkan mampu mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. Untuk standar kompetensi sendiri sudah diatur oleh pemerintah, guru
tinggal melaksanakan sesuai dengan rambu-rambu yang berlaku. Walaupun dalam kurikulum tidak menyangkut masalah kesetaraan
gender namun guru tetap mengaplikasikannya dalam pembelajaran. Tujuan pembelajaran biasanya tercantum dalam silabus dan tidak
disampaikan oleh guru saat pembelajaran berlangsung. Secara tidak langsung pendidikan kesetaraan gender telah termuat
dalam kurikulum hanya saja guru kadang kurang begitu mengerti akan hal itu. TK Tirtosiwi sendiri telah melaksanakan visi misi nya untuk
menyetarakan gender walaupun kurikulum tidak berkata demikian. Pendidikan kesetaraan gender dicantumkan dalam proses pembelajaran
mulai dari awal pembelajaran hingga akhir pembelajaran. Dimaksudkan agar anak menjadi terbiasa akan hal tersebut walaupun secara pokok
pendidikan kesetaraan gender tidak ada dalam proses pembelajaran. Di dalam RPP Rencana Proses Pembelajaran dapat kita lihat bahwa
pendidikan kesetaraan gender telah diaplikasikan dalam setiap kegiatan. Tidak ada proses pembelajaran yang membedakan antara laki-laki dan
perempuan.
125
a. Peserta didik
Peserta didik merupakan subjek dari pendidikan dalam pengertiannya adalah setiap manusia yang berusaha mengembangkan
potensi diri melalui proses pembelajaran pada jalur pendidikan baik pendidikan formal maupun pendidikan nonformal, pada jenjang
pendidikan dan jenis pendidikan tertentu. Peserta didik dicetak sesuai dengan produk daripada pendidik itu sendiri. Pendidikan kesetaraan
gender diberikan untuk memperbaiki kualitas pendidikan yang membagi hak perempuan dan laki-laki sama tanpa meninggalkan kodratnya.
Peserta didik sebagai generasi penerus bangsa sebagai pelaku utama pendidikan haruslah mendapatkan kesempatan yang sama khususnya
pada sektor pendidikan. TK Tirtosiwi Janturan telah mengarahkan peserta didiknya membentuk lingkungan yang berkesetaraan gender yang
dapat dilihat secara fisik implementasinya
Tingkat satuan pendidikan khususnya pada pendidikan formal mengharuskan pemakaian seragam yang bertujuan untuk mengantisipasi
adanya kesenjangan antar siswa. Pada umumnya seragam sekolah dibedakan antara perempuan dan laki-laki, perempuan identik dengan
memakai rok kemudian untuk laki-laki dengan mengenakan celana. Perbedaan yang terjadi pada seragam antara perempuan dan laki-laki
justru menimbulkan bias gender. Hal tersebut tidak sesuai dengan kebutuhan dari kodrat yang melekat pada jenis kelamin khususnya
perempuan.
126
Terhitung sejak tahun 2009 yang sempat awalnya mendapat protes dari wali murid namun guru maupun kepala sekolah memberikan
penjelasan dengan mengadakan sosialisasi dalam rapat pertemuan. Di maksudkan untuk menyetarakan dan mengantisipasi sikap dari anak
perempuan bila mengenakan rok kadang bermain dengan memanjat atau duduk dengan kurang sopan. Apabila kebutuhan yang di maksud adalah
untuk nilai kesopanan maka kurang etis apabila seluruh siswa mengenakan celana panjang. Kesetaraan gender bukan berarti sama
persis namun disesuaikan dengan kebutuhan suatu jenis kelamin. Didalam suatu kelas tempat duduk menjadi bagian yang tidak luput
dari sorotan mata. Posisi tempat duduk juga mempengaruhi prestasi belajar siswa. kebanyakan posisi tempat duduk yang biasanya anak
perempuan lebih dominan di depan dan laki-laki dibelakang justru tidak terlihat pada pengaturan tempat duduk di TK Tirtosiwi Janturan ini. Guru
memposisikan anak perempuan dan laki-laki menjadi satu meja dengan latar belakang kemampuan yang sama. Alasan utamanya adalah
kemampuan anak yang berbeda-beda menuntut guru untuk memutar otak bagaimana pembelajaran tetap tersampaikan walaupun dengan proses
penangkapan materi yang berbeda-beda. Di sisi lain guru juga mengarahkan anak pada arti menghargai
sesama teman tidak membedakan teman laki-laki dan perempuan. Kadang juga kelompok diskusi mereka dengan kelompok yang sudah
dibagi oleh guru tentunya sudah dicampur antara laki-laki dan
127
perempuan. Hal ini tertanam sejak kelas A, sehingga apabila naik ke jenjang kelas yang lebih tinggi sudah terbiasa akan hal itu. Anak-anak
juga merespon positif akan hal itu, tidak minta untuk digabung dengan teman yang sama jenis kelaminnya. tidak jarang antara laki-laki dan
perempuan bekerja sama dalam diskusi kelompok kemudian saling membantu. Namun ada juga di dalam satu kelas anak yang kurang
menghargai adanya perempuan seperti menganggap remeh perempuan, beerdasarkan pengakuan guru kelasnya itu karena pengaruh lingkungan
rumah. Dengan begitu posisi tempat duduk yang dicampur antara
perempuan dan laki-laki merupakan bagian dari diterapkannya pendidikan kesetaraan gender. pengaturan tempat duduk akan
membiasakan anak bertemu dengan orang lain atau temannya khususnya beda jenis. Anak memiliki rasa menghargai yang tinggi pada teman-
temannya. Saat istirahat berlangsung siswa membaur bermain bersama. Anak laki-laki bermain permainan yang biasanya dimainkan anak
perempuan juga ada begitupun sebaliknya anak perempuan bermain permainan anak laki-laki, itu pun sudah menjadi pemandangan yang
biasa di sekolah. Untuk mainan sendiri anak-anak sudah tidak pilih-pilih mana yang biasanya dimainkan perempuan mana yang dimainkan laki-
laki semuanya sama saja. Dengan begitu pendidikan kesetaraan gender sudah diaplikasikan dengan begitu baik di TK Tirtosiwi Janturan. Anak-
anak sudah banyak yang mengerti arti perbedaan namun tetap bisa
128
bersama. Bersama dalam arti belajar, bermain, bekerja sama, berdiskusi dan lain-lain.
b. Pendidik