Laju Reaksi DESKRIPSI TEORITIS DAN KERANGKA PIKIR

Laju reaksi dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan laju reaksi berdasarkan konsentrasi zat-zat pereaksi. Pada umumya, laju reaksi hanya bergantung pada konsentrasi awal zat-zat pereaksi yang dapat ditentukan melalui percobaan. Lihat gambar dibawah ini: Untuk reaksi A + B  C + D, maka persamaan laju reaksinya dapat dinyatakan sebagai berikut. 39 v = k [A] m [B] n Keterangan: v = laju reaksi k = tetapan laju reaksi [A] = konsentrasi perekasi A [B] = konsentrasi pereaksi B m = orde reaksi terhadap A n = orde reaksi terhadap B m + n = orde reaksi total Setiap laju reaksi memiliki nilai k tertentu yang bergantung pada sifat pereaksi. Semakin besar nilai k semakin cepat reaksi berlangsung. Sebaliknya, reaksi berlangsung lambat jika nilai k kecil. Nilai k dipengaruhi oleh suhu, dan tidak akan berubah jika suhu tidak berubah. Tetapan laju ini merupakan bilangan positif. 40 39 Ibid, h. 155 40 Nana Sutresna, Cerdas Belajar Kimia untuk kelas XI, Bandung: Garfindo Media Utama, 2007, h. 101 C + D Hasil reaksi A + B Pereaksi Jumlah molekul Waktus A + B  C + D a. Orde Reaksi Dalam suatu reaksi kimia, penambahan konsenrasi zat-zat pereaksi dapat meningkatkan laju reaksi. Berkaitan penambahan konsentrasi zat pereaksi, maka dalam persamaan laju reaksi dikenal suatu bilangan yang disebut dengan orde reaksi. Dalam hal ini, orde reaksi didefinisikan sebagai bilangan pangkat eksponen yang menyatakan penambahan laju reaksi karena penambahan konsentrasi zat-zat pereaksi. Sebagai contoh, jika konsentrasi suatu pereaksi dinaikkan m kali semula dapat menyebabkan laju reaksi meningkat n kali, maka hubungan penambahan konsentrasi dengan laju reaksi zat tersebut dapat dinyatakan sebagai berikut. 41 m q = n Keterangan: q = orde reaksi m = kenaikan konsentrasi n = kenaikan laju reaksi Orde reaksi dapat ditentukan berdasaran tahapan-tahapan reaksi. Jika, tahapan-tahapan reaksi dapat dengan mudah diketahui dan diamati, maka orde reaksi terhadap masing-masing zat pereaksi adalah koefisien dari tahapan reaksi yang paling lambat. Akan tetapi, jika tahapan-tahapan reaksi sukar untuk diketahu dan diamati, maka orde reaksi terhadap masing-masing zat pereaksi dapat ditentukan berdasarkan percobaan. 42 1 Orde reaksi nol. Jika orde suatu reaksi terhadap pereaksi tertentu adalah nol, hal ini berarti bahwa konsentrasi perekasi tersebut tidak mempengaruhi laju reaksi. Secara matematis, bilanganya yang dipangkatkan nol selalu sama dengan satu, sehingga laju reaksi suatu zat yang orde nol adalah tetap pada konsentrasi berapapun dan nilainya sama dengan laju reaksi k. 43 v = k [A] m = k 41 Sunardi, Kimia Bilingual Untuk SMAMA Kelas XI Semester 1 dan 2, Bandung: Yrama Widya. 2008, h.161 42 Ibid, h. 163 43 Ibid, h. 164 2 Orde reaksi Satu Jika orde reaksi suatu zat sama dengan satu, berarti penambahan konsentrasi akan berbanding lurus linier dengan kenaikan laju reaksi. 44 v = k [A] 1 = k [A] 3 Orde reaksi dua Jika orde reaksi zat sama dengan dua, berarti penambahan konsentrasi akan meningkatkan reaksi, dimana laju reaksi sebanding dengan kuadrat konsentrasi zat tersebut. 45 v = k [A] 2 b. Teori Tumbukan Kita telah mengetahui bahwa zat-zat di alam ini terdiri atas partikel- partikel atom, molekul, atau ion. Secara teoritis, partikel-partikel suatu zat selalu bergerak secara acak atau tidak teratur. Selain itu, kita juga telah mengetahui bahwa suatu zat dapat bereaksi dengan zat lain yang membentuk 44 Ibid, h. 165 45 Ibid, h. 166 Laju reaksi Konsentrasi Laju reaksi Konsentrasi Laju reaksi Konsentrasi zat baru. Bagaimanakah hubungan gerakan partikel-partikel zat dengan reaksi kimia zat tersebut? 46 Alasan bagaimana zat-zat tersebut dapat mengalami reaksi kimia dapat dijelaskan dengan menggunakan teori tumbukan. Menurut tumbukan satu sama lain dengan energi yang cukup untuk belangsungn reaksi tersebut. Dengan kata lain, agar suatu reaksi kimia dapat berlangsung, maka harus terjadi tumbukan yang efektif antara partikel-partikel zat-zat yang bereaksi. Tumbukan yang efektif tersebut dapat terjadi apabila partikel-partikel tersebut mempunyai energi kinetik yang cukup besar, sehingga memungkinkan terjadinya perombakan perubahan pada struktur ikatan antar atom zat. 47 Energi kinetik minimun yang harus dimiliki partikel untuk menghasilkan tumbukan efektif yang dapat mengahsilkan suatu reaksi kimia disebut energi aktivasi. Jika partikel-partikel suatu zat memiliki energi aktivasi E a yang kecil, maka zat tersebut mudah bereaksi, sebaliknya jika partikel- partikel suatu zat memiliki energi aktivasi yang besar, maka zat tersebut sukar bereaksi. 48 Efektivitas tumbukan diantara dua buah molekul juga dipengaruhi oleh posisi molekul-molekul tersebut saat bertumbukan. Bila posisi ruang atom- atom dari moleku-molekul yang bertumbukan tepat, maka akan terjadi pemutusan ikatan antar atom dalam molekul-molekul tersebut, sehingga terbentuk ikatan baru, yaitu dalam molekul hasil reaksi. Perhatikan gambar dibawah ini. 49 1 Dua molekul yang bertumbukkan dalam posisi yang ruang kurang tepat, tumbukkan keduanya tidak menghasilkan reaksi. 46 Ibid, h. 172 47 Ibid, h. 173 48 Ibid 49 Ibid, h. 174 A A B B + A A B B A A + B B Tumbukan molekul-molekul yang tepat mengahsilkan reaksi 2 Dua buah molekul yang bertumbukan dalam posisi ruang yang tepat, tumbukan keduanya menghasilkan reaksi. c. Faktor-faktor yang mempengaruhi Laju reaksi Pada dasarnya, laju suatu reaksi kimia dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya luas permukaan, suhu, konsentrasi, tekanan, dan katalis. 1 Luas permukaan Pada reaksi-reaksi zat padat, luas permukaan zat padat tersebut akan mempengaruhi laju reaksi. Oleh karena itu, luas permukaan zat padat akan mempengaruhi seberapa cepat reaksi tersebut berlangsung. Zat padat yang berbentuk serbuk mempunyai luas permukaan yang lebih besar dibandingkan dengan zat padat dalam bentuk batangan atau kepingan untuk massa zat padat yang sama. Terdapat cara yang sederhana untuk memahami pernyataan ini. Ambil sebuah roti dan potonglah menjadi irisan-irisan. Setiap kali anda memtong irisan baru, maka anda akan memperoleh permukaan tambahan yang diatasnya dapat anda taburkan mentega atau selai. Semakin tipis anda memotong irisan-irisan tersebut, maka semakin banyak irisan yang anda peroleh, sehingga semakin banyak juga mentega dan selain yang dapat anda tempatkan pada irisan-risan tersebut. 50 Tinjuan reaksi antara besi dengan asam sulfat H 2 SO 4 . Besi dalam bentuk serbuk akan bereaksi lebih cepat dengan asam sulfat dibandingkan dengan besi dalam bentuk batangan misalnya paku. 51 50 Ibid, h. 175 51 Ibid B B A A + B B A A A A B B Tumbukan molekul-molekul yang tepat mengahsilkan reaksi 2 Suhu Perubahan suhu akan mempengaruhi laju suatu reaksi kimia. Pada umumnya, kenaikan suhu akan meningkatkan laju reaksi. Jika suhu naik, maka partikel-partikel zat-zat yang terlibat dalam reaksi akan menyerap kalor energi, sehingga energi kinetik partikel-partikel tersebut meningkat oleh karena itu, dengan meningkatnya suhu, maka semakin banyak patikel yang mempunyai energi kinetik lebih besar dari energi aktivasi. Keadaan ini memungkinkan terjadinya lebih banyak tumbukan efektif antara partikel- partikel, sehingga reaksi berlangsung dengan lebih cepat. 52 Berdasarkan hasil eksperimen, setiap kenaikan suhu sebesar 100 C, maka laju reaksi akan meningkat dua kali. Hubungan laju reaksi dengan peningkatan suhu dapat dinyatakan secara matematis. 53 v = 10 2 T  v Keterangan: V = laju reaksi pada suhu tertentu v = laju reaksi mula-mula ΔT = kenaikan suhu 3 Konsentrasi Kandunga O 2 di udara terbuka hanya 20. Jika serabut besi dibakar di udara terbuka, akan dihasilkan nyala merah sedikit demi sedikit. Ketika serabut besi yang memerah itu dimasukan kedalam labu Erlenmeyer berisi oksigen murni, serabut besi akan terbakar dengan hebat dan teroksidasi menjadi Fe 3 O 4 dengan cepat. Reaksi di labu Erlenmeyer berlangsung lebih cepat karena konsentrasi O 2 di udara terbuka. Bagaimanakah konsentrasi mempengaruhi laju suatu reaksi? 54 Dalam hal ini, meningkatan konsenrasi zat-zat pereaksi dalam bentuk larutan akan meningkatkan frekuensi tumbukan antara partikel-partikel zat 52 Ibid, h. 176 53 Ibid 54 Nana Sutresna, Cerdas Belajar Kimia untuk kelas XI, Bandung: Garfindo Media Utama, 2007, h. 114. pereaksi tersebut. Hal ini karena dalam larutan pekat, jarak antara dua partikel yang berdekatan relatif rapat, sehingga muda bertumbukkan. Oleh karena itu, semakin besar konsentrasi suatu larutan, maka semakin banyak partikel yang terdapat dalam larutan. Jadi, apabila suatu larutan direaksikan dengan zat tertentu, maka zat tersebut akan mudah bereaksi ada larutan yang pekat. 55 4 Tekanan Anda harus tahu bahwa partikel-partikel atom atau molekul dalam suatu gas sangat berjauhan tersebar. Pada dasarnya, tekanan mempengaruhi reaksi-reaksi yang melibatkan gas. Semakin besar tekanan semakin cepat laju reaksinya dan semakin kecil tekanan gas semakin lambat laju reaksinya. Agar dua buah zat kimia bereaksi, maka harus terdapat tumbukan diantara partikel-partikelnya. Dengan demikian meningkatkan tekanan, maka kita menekan partike-partikel tersebut bersama-sama sehingga kita akan meningkatkan frekuensi tumbukan diantara partikel- partikel tersebut. Hal ini terjadi semakin besar tekanan gas, maka volume gas semakin kecil, sehingga jarak antara partikel-partikelnya menjadi lebih rapat dan partikel-prtikel tersebut lebih mudah bertumbukan. 56 5 Katalis Katalis merupakan zat yang meningkatkan laju suatu reaksi kimia tanpa mengalami perubahan apapun. Hanya dalam beberapa saat, katalis dapat menghasilkan perubahan dalam laju reaksi. Hal ini karena adanya katalis dalam suatu reaksi akan menyebabkan reaksi tersebut berlangsung dengan cara yang berbeda. Lebih jauh, kemampuan katalis dalam mempercepat reaksi kimia disebabkan oleh kemampuan katalis dalam menurunkan harga energi aktivasi, sehingga reaksi zat dengan menggunakan katalis dapat berlangsung lebih cepat dibandingkan dengan reaksi zat tanpa katalis. 57 55 Sunardi, Kimia Bilingual Untuk SMAMA Kelas XI Semester 1 dan 2, Bandung: Yrama Widya. 2008, h. 178. 56 Ibid 57 Ibid, h. 179 Salah satu reaksi dengan menggunkan katalis adalah reaksi pembuatan gas oksigen melalui pemanasan kalium klorat KClO 3 . Pada kondisi normal tanpa katalis, reaksi pemanasan KClO 3 tersebut berlangsung lambat. Akan tetapi, dengan penambahan katalis mangan dioksida MnO 2 atau batu kawi reaksi tersebut berlangsung lebih cepat pada suhu yang tidak terlalu tinggi, dan pada akhir reaksi, katalis MnO 2 tersebut diperoleh kembali. 58 2 KClO 3 s 2KCl s + O 3 g 2 KClO 3 s 2KCl s + O 3 g Katalis banyak digunakan dalam industri, misalnya vanadium pentoksida V 2 O 5 digunakan sebagai katalis dalam industri asam sulfat H 2 SO 4 melalui proses kontak dan serbuk besi Fe digunakan sebagai katalis dalam industri amonia NH 3 melalui proses Haber-Bosch. 59 Disadari atau tidak, reaksi-reaksi kimia dalam tubuh manusia juga dipercepat oleh katalis yang disebut dengan enzim. Dalam hal ini, enzim nerupakan suatu protein kompleks yang dihasilkan oleh sel-sel hidup yang dapat meningkatkan laju suatu reaksi biokimia tertentu dengan bertindak sebagai katalis. Oleh karena itu, enzim disebut juga dengan biokatalisator. Sebagai contoh amilase yang terdapat pada ludah berperan dalam mempercepat pengubahan zat tepung dan glikogen menjadi gula sederhana, misalnya glukosa. 60

D. Penelitian Relevan

I Gusti Agung Nyoman Setiawan, dengan judul penelitian Penerapan Pengajaran Kontekstual Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Biologi Siswa Kelas X 2 SMA Laboratorium Singaraja Jurusan Pendidikan Biologi Fakultas MIPA Undiksha. Berdasarkan hasil penelitian dapat 58 Ibid, h. 180 59 Ibid 60 Ibid Tanpa katalis Menggunakan katalis MnO 2 disimpulkan terjadinya peningkatan hasil belajar siswa, keaktifan siswa dalam proses dan pemahaman disetiap siklusnya. 61 Susriyati Mahanal dkk, Judul Penerapan Pembelajaran Masalah dengan Strategi Kooperatif Model STAD pada Mata Pelajaran Sains Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas V MI jenderal Sudirman Malang, yang dikaji dalam penelitian ini adalah metode STAD pada pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan kooperatif untuk meningkatkan berpikir kritis. 62 Elsa Krisanti Mulia dan Dainursanti Judul Mengembangkan Kecakapan Skill process skill melalui Penerapan Metode Belajar Berbasis Masalah Problem Based Learning pada Mata Ajaran Kimia Analitik, dapat dismpulkan bahwa model ini mampu meningkatnya keterampilan proses dalam mata kuliah kimia Analitik. 63 Ni Made Suci dengan judul penelitian Penerapan Model Problem Based Learning PBL Untuk Meningkatkan Partisipasi Belajar dan Hasil Belajar Teori Akutansi Mahasiswa Jurusan Ekonomi Undiskha. Berdasarkan data yang didapat model pembelajaran berbasis masalah dengan pendekatan kooperatif dapat meningkatkan hasil belajar mahasiswa dalam mata kuliah teori akutansi yang ditunjukkan oleh nilai-nilai pretest sebesar 56 meningkat setelah selesainya pelaksanaan tindakan menjadi rata-rata 82,04. Penerapan model pembelajaran berbasis masalah mendapat respon tanggapan yang positif dari 61 I Gusti Agung Nyoman Setiawan, Penerapan Pengajaran Kontekstual Berbasis Masalah Untuk meningktakan Hasil belajar Biologi Siswa Kelas X 2 SMA Laboratorium Singaraja, Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Undiksha April, 2008, h. 57 62 Susriyati Mahanal, Penerapan Pembelajaran Berdasarkan Masalah dengan Strategi Kooperatif Model STAD pada Mata Pelajaran Sains untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas V MI JenderalSudarman Malang, Jurnal pendidikan Universitas Negeri Malang, 2007 , h. 47 63 Elsa Krisanti Mulia dan Dianursanti, Mengembangkan Kecakapan Proses Process skill melalui Penerapan Metode Belajar Berbasis Masalah , Problem Based Learning pada Mata Ajaran Kimia Analitik, Jurnal Penelitian Fakultas Teknik Universitas Indonesia, 2006, h.8. mahasiswa karena dengan model ini mahasiswa dapat mengeksploitasi pengetahuan awalnya. 64 Jackie Okelly, dengan judul penelitian Designing a Hibrid Problem Based Learning PBL Course: a Case Study of First Year Computer Science in NUI, MAYNOOTH . Model Problem Based Learning PBL dapat diimplementasikan oleh siswa hingga dapat berdampak baik bagi lingkungan. Model ini menyediakan cara yang mampu membantu siswa dalam masalah yang abstrak. Masalah yang diberikan dapat menumbuhkan pemikiran kritis, keterampilan berkomunikasi secara verbal maupun tertulis dan kemampuan mereka untuk bekerja dalam kelompok. Hal ini membantu siswa dalam membentuk sifat menerima dan menghindari individualis. 65 Abd. Qohar dkk, dengan judul Penelitian Upaya Meningkatkan Kemampuan Bernalar Mahasiswa dalam Pembelajaran Pemrograman Komputer melalui Penekatan Masalah, dapat disimpulkan pembelajaran dasar- dasar komputer dengan metode diskusi dapat meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam pembuatan alogaritma. 66 Orhan Akinoglu dan Özkardes Tandongan, dengan judul penelitian The Effets of Problem Based Active Learning in Science Education on Stdents Academic Acievement, Attiutde and Concept Learning , dapat dismpulkan bahwa pembelajaran berbasis masalah pada ilmu sains meningkatkan prestasi belajar, sikap dan penguasaan konsep. 67 Hyo-Jeong So dan Bosung Kim, dengan judul penelitian Learning About Problem Based Learning: Student Teachers Integrating Technology, 64 Ni Made Suci, Penerapan Model Problem Based Learning Untuk Meningkatkan Partisipasi Belajar dan Hasil Belajar Teori Akuntansi Mahasiswa , Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Jurusan Ekonomi Undiksha April, 2008, h. 85. 65 Jackie O’Kelly, Designing A Hybrid Problem-Based Learning PBL Course: A Case Study Of First Year Computer Science In NUI, Maynooth. fallon, h.galway: celt,2005, hal. 51 66 Abd. Qohar dkk, Upaya Meningktakan Kemampuan Bernalar Mahasiswa dalam Pembelajaran Pemrograman Komputer melalui Pendekatan Pemecahan Masalah, Jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri Malang, 2007, h. 12. 67 Orhan Akinolu and Ruhan Özkarde Tandoan, The Effects of Problem-Based Active Learning in Science Education on Students’ Academic Achievement, Attitude and Concept Learning, Eurasia Journal of Mathematics, Science Technology Education, 2007, h. 78. Pdagogy and Content Knowledge , dapat disimpulkan bahwa Problem Based Learning mampu meningkatkan kemampuan calon guru dalam mengintegrasikan tekhnologi dan kontent pengetahuannya dalam pendidikan. 68 Yuswanti Ariani Wirahayu dan Marhadi Slamet Kristianto dengan judul penelitian Peningkatan Pemahaman Geografi dengan Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah dalam Kerangka Kurikulum Berbasis Kompetensi KBK di Kelas X SMAN I Batu, dapat disimpulkan pembelajaran berbasis masalah dapat menigkatkan aktivitas siswa dalam pembelajaran serta meningkatkan pemahaman siswa dalam mata pelajaran geografi khususnya pada materi sejarah terbentuknya bumi dan tata surya. 69 Wafroturrohmah dan Suyatmini dengan judul penelitian Penggunaan Metode Problem Base Learning Untuk Meningkatkan Kemempuan Belajar Mandiri Mahasiswa Jurusan Pendidikan Akutansi pada Matakuliah Akutansi Perpajakan, dapat disimpulkan bahwa metode Problem Based Learning dapat meningkatkan kemampuan belajar mandiri mahasiswa jurusan pendidikan Akutansi perpajakan. 70

E. Kerangka Berpikir

Dalam pencapaian hasil belajar, dapat dilihat dari dua kegiatan yaitu kegiatan penyajian bahan dari pihak pengajar dan kegiatan belajar siswa. Dua kegiatan tersebut merupakan kegiatan interaksi dalam satu situasi tertentu. Tiap situasi tertentu akan dihadapi secara utuh oleh individu yang belajar, dan setiap pesan yang disampaikan oleh pengajar akan diolah secara berbeda-beda oleh tiap individu yang belajar tersebut, sesuai minat, keinginan, metode, maupun 68 Hyo-Jeong So dan Bosung Kim, Learning About Problem Based Learning: Student Teachers Integrating Technology, Pdagogy and Content Knowledge , Journal of Educational Technology from Nahayang Technological Universitas, 25 Jan 2009, h. 111. 69 Yuswanti Ariani Wirahayu, Peningkatan Pemahaman Geografi dengan Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah dalam Kerangka Kurikulum Berbasis Kompetensi KBK di Kelas X SMAN I Batu , Jurnal pendidikan Universitas Negeri Malang, 2007 , h. 30. 70 Wafroturrohman dan Suyatmini, Penggunaan Metode Problem Based Learning Untuk meningkatkan kemampuan Belajar Mandiri Mahasiswa Jurusan Pendidikan Akuntansi Pada Mata Kuliah Akutansi Perpajakan, Jurnal Pendidikan FKIP Universitas Muhamadiyah Surakarta Desember, 2008, h. 162.