BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan suatu usaha sadar untuk menumbuhkembangkan potensi sumber daya manusia melalui kegiatan pembelajaran. Undang-undang
Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003, menyatakan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan
mengembangkan manusia seutuhnya yaitu manusia yang bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan
keterampilan, kesehatan jasmani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Pendidikan memiliki peranan yang sangat penting bagi perkembangan suatu individu yang selanjutnya berujung pada maju dan mundurnya suatu
bangsa. Pendidikan yang baik memungkinkan dapat mengembangkan kemampuan siswa secara optimal dan berfungsi sepenuhnya sesuai dengan
kebutuhan pribadi maupun kebutuhan masyarakat. Perkembangan yang pesat dalam ilmu pengetahuan dan teknologi akhir-
akhir ini, menuntut perlunya mengubah pola pembelajaran konvensional menjadi pembelajaran yang lebih aktif dan partisipatif. Pembelajaran di
Indonesia yang menggunakan pembelajaran konvensional masih banyak ditemukan di sekolah-sekolah misalnya, ceramah dan pemberian tugas yang
sedikit sekali melibatkan keaktifan siswa. Pembelajaran menggunakan metode ceramah merupakan suatu
pembelajaran dimana peran guru lebih dominan dibandingkan peran siswa. Selain itu, guru kurang memperhatikan individu siswa, guru tetapi lebih
menitikberatkan pada kelas. Akibatnya, daya pikir siswa kurang berkembang, minat, dan motivasinya terhadap pelajaran pun berkurang. Kondisi tersebut
menjadi salah satu penyebab ketidakterarikan siswa terhadap pembelajaran bahasa Indonesia di kelas. Padahal bahasa Indonesia memiliki peranan
yang sangat penting bukan hanya untuk membina keterampilan komunikasi saja melainkan untuk kepentingan penguasaan ilmu pengetahuan. Melalui
bahasalah manusia belajar berbagai macam pengetahuan yang ada di dunia. Dalam konteks persekolahan, bahasa digunakan para siswa untuk
mempelajari berbagai macam ilmu pengetahuan yang diajarkan di sekolah. Mengingat fungsi penting pembelajaran bahasa, sudah selayaknya
pembelajaran bahasa di sekolah dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dan harus diorientasikan pada pembentukan kemampuan berbahasa.
Namun, berbagai tradisi lama dalam melaksanakan pembelajaran bahasa masih kerap dijumpai di sekolah-sekolah. Bukti nyata dari kondisi ini adalah
masih banyak guru yang melaksanakan pembelajaran dengan hanya berorientasi menyampaikan pengetahuan kepada para siswa. Atas dasar
pemikiran ini, guru banyak memilih metode ceramah atau penugasan dalam menyampaikan materi kepada siswa. Akibatnya pembelajaran menjadi
monoton, kurang merangsang perkembangan potensi anak, dan kurang memotivasi anak untuk berprestasi sehingga berdampak terhadap rendahnya
kompetensi siswa serta bermuara pada ketidaktercapainya tujuan pendidikan. Kondisi pembelajaran yang tidak dinaungi oleh prinsip pembelajaran yang
tepat dan metode pembelajaran yang tidak sesuai dengan tujuan serta karakteristik siswa ini, merupakan kondisi pembelajaran yang tidak bermutu
dan dapat membuat siswa menjadi pasif dalam belajar. Guna menciptakan pembelajaran yang bermutu dan mampu mengaktifkan siswa, seorang guru
hendaknya senantiasa belajar untuk mengajar dengan berbagai metode dan teknik belajar yang bervariasi dan sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai.
Dalam pelajaran bahasa Indonesia, dikenal empat aspek keterampilan berbahasa yaitu membaca, menulis, menyimak, dan berbicara. Dalam
pembelajaran bahasa, salah satu keterampilan yang harus dikuasai siswa adalah keterampilan berbicara. Keterampilan berbicara ini menempati
kedudukan yang penting karena merupakan ciri dari kemampuan komunikatif siswa. Namun, diakui atau tidak, pembelajaran berbicara yang selama ini
terjadi di sekolah masih jauh dari kondisi yang diharapkan. Hal ini tercermin
dari masih banyaknya guru yang memperlakukan sama antara pembelajaran berbicara dengan pembelajaran lainnya. Pembelajaran berbicara yang kurang
baik ini, biasanya terjadi karena guru lebih menekankan kemampuan penampilan siswa dan tidak disertai latihan agar siswa mampu menyusun
idenya sendiri. Kondisi lain yang lebih parah adalah bahwa pembelajaran berbicara
terkadang tidak dilaksanakan guru. Siswa lebih banyak dilatih menulis dan membaca sehingga kemampuan berbicara menjadi sangat rendah. Guru tidak
pernah secara intens membina dan melatih siswa berbicara. Seolah-olah bagi guru pembelajaran berbicara cukup dilakukan dengan cara membaca teks di
depan kelas dan guru lupa bagaimana melatih agar mereka benar-benar mampu berbicara dengan baik. Padahal seharusnya guru memberikan
bimbingan, permodelan, dan strategi yang dibutuhkan siswa agar terampil berbicara.
Pembelajaran berbicara sering terabaikan karena guru lebih banyak melatih siswa membaca dan menulis. Hal ini terbukti saat peneliti melihat
nilai rata-rata menulis siswa mencapai 80 dan berbanding terbalik dengan nilai berbicara mereka yang rata-rata hanya 60. Ini disebabkan karena masih
adanya anggapan sebagian besar guru bahwa kemampuan berbicara bukanlah kemampuan yang akan diujikan secara nasional dalam ujian nasional. Padahal
jika disadari bersama, walaupun kemampuan berbicara bukanlah bagian dari ujian nasional, namun kemampuan berbicara merupakan atribut siswa yang
akan digunakan secara langsung dalam kehidupan sehari-hari. Bagaimana kesan masyarakat jika siswa yang berpendidikan saja tidak terampil dalam
berbicara. Permasalahan yang peneliti jumpai di sekolah menengah pertama,
khususnya pada keterampilan berbicara adalah kurangnya kemampuan siswa dalam bertanya dan memberikan tanggapan baik pada bacaan yang mereka
baca atau informasi yang mereka dengar. Banyak siswa yang mengalami kesulitan saat akan menuangkan idenya ke dalam ucapan dan mereka
cenderung lebih suka menuangkannya ke dalam tulisan di selembar kertas
daripada diungkapkan. Kurang mampunya siswa dalam memberikan tanggapan melalui ucapan disebabkan karena jarangnya siswa berlatih untuk
mengemukakan pendapat, sehingga saat disuruh memberikan tanggapan mereka terlihat kurang percaya diri dengan jawabannya, kurang mampu
mengemukakan tanggapan dengan bahasa yang baik, dan pemilihan teknik pembelajaran berbicara yang kurang tepat. Ketidakmampuan siswa dalam
memberikan tanggapan terlihat ketika siswa belajar memberikan tanggapan yang berkenaan dengan kemenarikan pada kutipan novel remaja yang dibaca.
Pembelajaran pada dasarnya merupakan upaya untuk mengarahkan siswa ke dalam proses belajar, sehingga mereka dapat mencapai tujuan yang
diharapkan. Untuk bisa mempelajari sesuatu dengan baik, siswa perlu mendengar, melihat, berpikir, mengajukan pertanyaan, dan membahasanya
dengan siswa lain. Hal ini dilakukan supaya siswa bisa lebih aktif dalam proses pembelajaran dan membantu siswa untuk lebih percaya diri dalam
mengungkapkan ide di depan teman dan gurunya. Proses pembelajaran selain diawali dengan perencanaan dan komunikasi
yang baik, juga harus didukung dengan pengembangan strategi yang mampu membelajarkan peserta didik. Kedudukan peserta didik dalam kurikulum
KTSP menuntut peserta didik untuk secara aktif mencari tahu pengetahuan yang dipelajari. Namun, kendalanya masih banyak siswa yang pasif atau
kurang aktif terhadap pelajaran, sehingga diperlukan strategi untuk membuat siswa tersebut aktif guna menyesuaikan dengan kurikulum yang berlaku.
Strategi pembelajaran aktif dalam proses pembelajaran merupakan strategi yang melibatkan keaktifan siswa dalam kegiatan pembelajaran untuk
berpikir, berinteraksi, berbuat untuk mencoba, menemukan konsep baru dan menghasilkan suatu karya. Sebaliknya, anak tidak diharapkan pasif menerima
ceramah dari guru layaknya gelas kosong yang menunggu untuk diisi. Di sini guru juga dituntut berpikir kreatif untuk mampu menciptakan suasana
menarik tanpa membuat bosan dalam proses belajar mengajar. Perlunya pembelajaran aktif dalam pembelajaran adalah untuk mengoptimalkan kadar
keaktifan siswa dalam belajar merencanakan, melaksanakan, dan menilai proses pembelajaran serta hasil pembelajaran.
Berbagai uraian di atas menandakan perlunya usaha untuk melakukan perubahan dalam proses pembelajaran yakni dengan menerapkan strategi
pembelajaran aktif teknik the power of two kekuatan berdua dalam proses pembelajaran khusunya dalam meningkatkan kemampuan siswa dalam
memberikan tanggapan. Strategi pembelajaran aktif teknik the power of two merupakan suatu teknik pembelajaran yang digunakan untuk meningkatkan
belajar kolaboratif dan mendorong kepentingan bersama. Karenanya dua orang atau dua siswa lebih baik daripada satu.
Lebih lanjut penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh strategi pembelajaran aktif active learning teknik the power of two
terhadap kemampuan berbicara siswa khusunya dalam memberikan tanggapan dengan mengangkatnya menjadi bahan kajian dalam skripsi yang
berjudul
―Pengaruh Strategi Pembelajaran Aktif Active Learning Teknik
The Power of Two terhadap Kemampuan Memberikan Tanggapan pada Siswa Kelas VIII di SMP Islam Al-Syukro Universal
Ciputat Tahun Ajaran 20122013‖
B. Identifikasi Masalah