b. Macam-macam Tanggapan
Menurut Soemanto tanggapan dibagi menjadi tiga macam, yaitu:
44
1 Tanggapan masa lampau yang dapat disebut sebagai tanggapan
ingatan. 2
Tanggapan masa sekarang yang dapat disebut sebagai tanggapan imajinatif.
3 Tanggapan masa mendatang yang dapat disebut sebagai tanggapan
antisipatif.
Menurut Sabri tanggapan dibagi menjadi dua, yaitu tanggapan latent dan tanggapan aktuil. Tanggapan latent adalah tanggapan-tanggapan
yang ada di dalam bawah sadar seseorang sedangkan tanggapan aktuil adalah tanggapan-tanggapan yang berada dalam kesadaran seseorang.
45
Sedangkan dari segi bentuknya Sabri membagi tanggapan menjadi dua macam, yaitu:
46
1 Tanggapan kenangan yaitu tanggapan yang hanya sekedar
reproduksi dari pengamatan-pengamatan di masa lampau. 2
Tanggapan khayal yaitu tanggapan yang seolah-olah hasil baru. Namun, sebenarnya tanggapan khayal tidak sepenuhnya baru,
melainkan dapat dibentuk dengan menggunakan kesanpengalaman lama yang telah disusun oleh daya khayal sebagai sesuatu yang baru.
c. Tipe-tipe Tanggapan
Tipe tanggapan menurut Sabri dibagi menjadi dua yaitu:
47
1 Tipe visuil yaitu tanggapan yang terjadi pada orang yang lebih
mudah atau cenderung untuk menimbulkan tanggapan dari apa yang pernah dilihatnya.
44
Soemanto, Loc. Cit.
45
Sabri, Loc. Cit.
46
Ibid., h. 60-61.
47
Ibid., h. 60.
2 Tipe auditifakustis adalah tanggapan yang terjadi pada orang yang
cenderung menimbulkan tanggapan dari apa yang pernah didengarnya.
Menurut penemuan Meumann, pada umumnya kita lebih menguasai tanggapan visuil dari benda-benda sedangkan untuk perkataan-
perkataanverbal kita lebih cenderung menimbulkan tanggapan-tanggapan auditief atau motoris.
48
Artinya, benda-benda yang seseorang lihat mudah ditanggapi dengan indra penglihatan sedangkan perkataan yang seseorang
dengar akan mudah ditanggapi dengan indra pendengaran.
d. Macam-macam Kemampuan Memberikan Tanggapan
Tanggapan adalah pendapat ataupun reaksi seseorang setelah melihat, mendengar ataupun merasakan sesuatu. Kemampuan memberikan
tanggapan meliputi kemampuan memberikan persetujuan, komentar, sanggahan, atau pertanyaan. Semua tanggapan harus disampaikan dengan
sopan guna menanggapi suatu permasalahan yang harus disertai jalan keluar solusi.
1 Menyatakan Komentar dan Persetujuan
Dalam berpikir
bersama seseorang
hendaknya mampu
menyampaikan tanggapan terhadap suatu pendapat atau argumen dengan menyampaikan komentar atau persetujuan. Ini sangat penting
guna menciptakan kondisi yang komunikatif. Dalam menyampaikan komentar, hendaknya mencermati kriteria berikut ini:
49
a Komentar hendaknya disampaikan dalam uraian yang sistematis,
logis, dan objektif. b
Komentar selalu terarah pada sasaran yang diinginkan, sehingga menarik perhatian, memperjelas, serta menginformasikan realitas
yang sesungguhnya.
48
Ibid.
49
J. S. Kamadhi, Diskusi yang Efektif, Yogyakarta: Kanisius, 1995, Cet. I, h. 44.
c Kata, kelompok kata, kalimat yang digunakan hendaknya tepat dan
lugas agar tidak menimbulkan perbedaan penafsiran. d
Untuk mendukung dan memperkuat komentar dapat dilengkapi fakta, grafik, gambar, statistik, foto, atau bahkan pendapat para
pakar.
Demikian pula dalam menyampaikan persetujuan, hendaknya seseorang menyampaikan persetujuan bukan didasarkan pada aspek-
aspek subjektif, tetapi pada objektivitas. Untuk itulah hendaknya seseorang tidak melihat „siapa‟ yang berbicara, tetapi selalu mengacu
pada „apa‟ yang dibicarakan atau pokok persoalan.
Adapun hal-hal yang perlu memperhatikan dalam menyampaikan persetujuan yaitu sebagai berikut:
50
a Persetujuan hendaknya didasarkan pada objektivitas; memang
demikianlah realitasnya. Artinya, ada kesamaan antara gagasan dan kenyataan.
b Persetujuan hendaknya didasarkan universalitas kebenaran, dilihat
dari aspek
luas, sifat,
maupun kebenaran.
Seseorang menyampaikan persetujuan karena kebenaran yang disampaikan
bersifat universal; berlaku bagi siapa saja, kapan saja, dan dimana saja.
c Persetujuan yang disampaikan hendaknya dilengkapi dengan data,
fakta, bukti, atau referensi yang berkaitan dan mendukung.
Sedangkan dalam
mengungkapkan ketidaksetujuan
dalam menanggapi tidak diperlukan banyak hal, yang diperlukan hanya
menjaga kesopanan agar teman yang ditanggapi tidak tersinggung atau marah. Hal senada juga dikemukakan oleh Tony Lynch,
The point to stress here is that expressing disagreement does not require elaborately polite formulae. Depending on the
50
Ibid, h. 44-45.
background and experience of your class, it may be helpful to point out that disagreeing is expected in discussion at all levels of
anglophone academic culture, and unlikely to cause offence unless it is angry a personal.
51
Pendapat tersebut menyebutkan titik penekanan di sini adalah bahwa mengekspresikan ketidaksetujuan tidak memerlukan rumus
kesopanan yang rumit. Tergantung pada latar belakang dan pengalaman siswa. Hal ini mungkin akan membantu untuk
menunjukkan ketidaksetujuan dalam diskusi di semua tingkat budaya akademik wilayah berbahasa dan tidak menyebabkan pelanggaran
kecuali jika itu kemarahan pribadi. Jadi, latar belakang dan pengalaman siswa dalam berbahasa khususnya kemampuan
menyampaikan ketidaksetujuan sangat diperlukan untuk menanggapi suatu hal, melalui penyampaian bahasa yang sopan agar tidak
membuat seseorang marah atau tersinggung.
2 Menyampaikan Sanggahan
Dalam proses
berpikir bersama,
peserta harus
berani menyampaikan sanggahan. Artinya, berani menyampaikan penolakan
atas kebenaran, baik menolak kebenaran yang disampaikan secara keseluruhan maupun sebagian kebenaran.
Dengan menyampaikan sanggahan seseorang dihadapkan dengan kedewasaan berpikir. Kedewasaan berpikir hanya mungkin terjadi jika
seseorang selalu mempertanyakan, menganalisis, dan membahas realitas yang didengar, dilihat, disaksikan, maupun dirasakan. Dengan
menyampaikan sanggahan, berarti seseorang telah menunjukkan sikap, pandangan, ide, gagasan, maupun argumennya.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar tidak terjebak dalam situasi apriori asal tidak setuju, yaitu:
52
51
Kenneth Anderson, Joan Maclean, dan Tony Lynch, Study Speaking, New York: Cambridge University Press, 2004, Cet. I, h. 157.
52
Kamadhi, Op. Cit., h. 45-46.
a Bersikap Objektif
Bersikap objektif dalam menyampaikan sanggahan sangat penting.
Bersikap objektif di sini, tidak melihat „siapa‟ yang dihadapi dan disanggah, melainkan bobot dan nilai kebenaran
tersebut. Bersikap objektif, sebagai salah satu dasar sanggahan, akan menjadikan setiap siswa peserta diskusi berani
menyanggah jika berhadapan dengan argumen, konsep, kesimpulan, yang kontroversial dan tidak benar.
b Bersikap Rasional
Baik dalam
menyampaikan komentar,
mengulas, menyampaikan
pertanyaan, maupun
dalam menyanggah
hendaknya seseorang
bersikap rasional,
terlebih dalam
menyampaikan sanggahan, berkaitan dengan hakikat sanggahan yaitu perwujudan sikap. Setiap sanggahan adalah keputusan.
Maka, dengan menyanggah berarti seseorang telah memutuskan apakah realitas yang didengar pantas diakui karena sesuai dengan
kenyataan atau diingkari karena tidak sesuai dengan kenyataan. Dalam bersikap rasional, seseorang terlibat dalam realitas
sehingga terdorong untuk menganalisis, mempertanyakan, menimbang, dan memutuskan, yang akhirnya memunculkan
sanggahan. Dalam
sanggah menyanggah,
seseorang harus
memperhatikan aturan atau tata tertib. Ini dimaksudkan agar sanggah menyanggah, sebagai perwujudan proses berpikir
bersama, terjadi secara seimbang. Ada dua macam sanggahan yang perlu dicermati oleh orang yang hendak menyanggah,
yaitu:
53
53
Ibid., h. 46-48.
a. Menolak seluruh kebenaran
Menolak seluruh kebenaran berarti menolak seluruh kebenaran yang dinyatakan. Penolakan ini sering disebut juga
sanggahan kontraris. Contoh:
Seluruh warga Negara Indonesia taat membayar pajak. Pak Jamal adalah orang yang saleh.
Argumen tersebut dapat disanggah secara kontraris atau menolak seluruh kebenaran. Ini terjadi jika tidak sependapat
dengan isi dan luas pengertian yang dinyatakan, karena seseorang tahu bahwa pernyataan tersebut tidak sesuai
dengan kenyataan. Sanggahan untuk pernyataan di atas adalah:
Seluruh warga Negara Indonesia tidak taat membayar pajak. Pak Jamal bukan orang yang saleh.
Jika sanggahan tersebut dicermati, seseorang melihat penolakan seluruh kebenaran yang disampaikan. Tentu orang
tersebut tidak asal menolak atau asal menyanggah. Sanggahan yang seseorang sampaikan harus didukung data,
fakta, bukti, dan keterangan lengkap. Seseorang tidak dapat menolak orang yang menyampaikan gagasan atau argumen,
melainkan isi dan luas pengertian yang disampaikan tidak sesuai dengan realitasnya.
b. Menolak Sebagian Kebenaran
Menolak sebagian
kebenaran atau
sanggahan kontradiktoris
adalah sanggahan
yang mengungkap
penolakan sebagian
kebenaran dari
realitas yang
disampaikan, meskipun secara implisit tidak dinyatakan mengikuti sebagian kebenaran realitas. Pada intinya, dalam
sanggahan kontradiktoris seseorang menolak sebagian kebenaran secara eksplisit, tetapi secara implisit mengakui
sebagian kebenaran. Contoh:
Semua warga Negara Indonesia selalu membayar pajak. Sanggahan kontradiktoris dari argumen tersebut adalah:
Beberapa warga Negara Indonesia tidak selalu membayar pajak.
Dari contoh tersebut, dapat ditarik simpulan bahwa sanggahan kontradiktoris dapat digunakan untuk menyanggah
segala macam argumen yang tidak proporsional, tidak logis, dan tidak objektif. Tentu saja, sebelum menyanggah
seseorang harus memiliki referensi, data, fakta, dan bukti yang akurat. Artinya, bukan hanya didasarkan rasa senang
atau tidak senang, melainkan berdasarkan kebenaran yang faktual dan konkret.
3 Menyampaikan Pertanyaan
Sebuah pertanyaan disampaikan untuk menunjukkan sikap seseorang terhadap pokok persoalan dan bukan berarti orang yang
mengajukka n pertanyaan adalah orang yang „bodoh‟. Sering seseorang
melupakan bahwa bertanya merupakan wujud perhatian yang ditunjukan seseorang pada pokok persoalan yang dihadapi, meminta
klarifikasi atau kejelasan duduk persoalan setiap masalah, serta adanya interpretasi, persepsi, dan sudut pandang. Sebuah pertanyaan
akan dipahami seseorang apabila pertanyaan itu disampaikan dengan baik dan komunikatif. Adapun hal-hal yang harus dicermati dalam
menyampaikan pertanyaan yaitu sebagai berikut:
54
54
Ibid., h. 43.
a Pertanyaan hendaknya diajukan dengan sopan.
b Pertanyaan hendaknya tidak diungkapkan dalam bentuk perintah
atau permintaan. c
Pertanyaan hendaknya diungkapkan dengan tepat. d
Usahakan agar pertanyaan diungkapkan dalam bahasa yang baik dan benar.
e Pertanyaan hendaknya tidak dikonotasikan sebagai sanggahan.
Dari uraian di atas, dapat ditarik simpulan bahwa penyampaian sanggahan persetujuan, atau pertanyaan tidak boleh didasarkan pada
emosional, sentimen, tetapi harus berlandaskan pada penalaran yang sehat, jujur, dan terbuka terhadap permasalahan yang muncul dalam
proses berpikir bersama. Dengan memahami teknik penolakan, seseorang akan mampu
menunjukan bagian mana yang harus disanggah. Di samping itu, selayaknya seseorang tidak hanya menyanggah dengan menunjukkan
kelemahan, melainkan menunjukkan juga jalan keluarnya dengan menggunakan bahasa yang baik dan benar agar tidak menyinggung
perasaan orang lain. Jadi, kemampuan memberikan tanggapan adalah kemampuan
mengungkapkan gambaran yang telah diamati atau diterima sebelumnya, baik berupa sanggahan, komentar, persetujuan,
pertanyaan atau penolakan mengenai sesuatu hal.
B. Penelitian yang Relevan
Dalam penelitian ilmiah dibutuhkan penelitian yang relevan. Hal ini dilakukan supaya hasil penelitian yang dilakukan peneliti lebih baik dan
berbeda dari penelitian sebelumnya. Maka peneliti mengambil judul “Pengaruh Strategi Pembelajaran Aktif Active Learning Teknik The Power
of Two terhadap Kemampuan Memberikan Tanggapan Siswa Kelas VIII di SMP Islam Al-
Syukro Universal Ciputat Tahun Ajaran 20122013”