sebuah LSM berjaringan internasional 2005. Sejumlah karya tulisnya telah terbit menjadi buku di antaranya Demokrasi Indonesia?, Gerakan Wali Murid
Mendobrak Mafia Pendidikan, dan kumpulan cerpen Komedi Nurani.
B. Sinopsis Novel Opera Van Gontor
Novel ini terdiri dari empat bagian. Bagian pertama, Amroeh menceritakan pandangan pertamanya sewaktu mondok di Gontor. Bagian
kedua, Amroeh menceritakan fase kehidupan Gontor dengan cerita unik. Bagian ketiga dan keempat, Amroeh lebih panjang lebar memperbincangkan
pengalaman pribadinya setelah sekian tahun hidup di pesantren. Amroeh merupakan sosok anak yang mempunyai kebulatan tekad dan
tanggung jawab terhadap apa yang telah dipercayakan kepadanya. Amroeh yang baru menyelesaikan pendidikan dasarnya dituntut oleh ayahnya untuk
melanjutkan pendidikan di Pesantren Gontor. Tuntutan yang dilakukan oleh ayahnya tidak semata-mata atas keinginan ayahnya sendiri, melainkan berkat
lobi sang Ayah kepada Dik Muhdi alumnus Gontor, sekaligus juga hasil lobi dengan Pak H. Achwan. Seperti kebanyakan santri yang baru memasuki
jenjang pendidikan, Amroeh juga merasakan hal yang sama. Pikirannya berkecamuk antara suka, takut, dan sedih, karena hidup jauh dari orang tua
merupakan hal yang menyedihkan, apalagi usia Amroeh ketika itu masih berusia 11 tahun. Ia dituntut untuk mandiri dan berpikiran dewasa. Terpisah
dari orang tua, bukan menjadikannya ia lemah dan manja. Akan tetapi itu semua ia jadikan motivasi untuk melangkah.
Pendidikan yang diberikan di Gontor sangat mengutamakan kedisiplinan, kemandirian, dan yang terpenting rasa kecintaan terhadap sang
pencipta. Pondok pesantren Gontor sangat maju, tergambar dari terbentuknya karakter siswa-siswa yang ada di sana misalnya saja Amroeh. Kesemua ini
tak terlepas dari peran para pendidik yang sangat berdedikasi tinggi untuk menciptakan karakter manusia yang berakhlakul karimah. Pak Zar, dan Pak
Sahal adalah contoh sosok guru yang baik. Mereka selalu memberikan pesan kepada para muridnya untuk menjadi manusia yang bermanfaat dan tak lupa
pengajar di Gontor ini juga memberikan motivasi dan semangat dalam menuntut ilmu, yang berefek pada terpecutnya semangat belajar para siswa
yang menjadikan pondok pesantren Gontor ditumbuhi oleh tunas bangsa yang siap membangun negara dan selalu menjaga agar negara dalam lindungan
Tuhan. Di akhir cerita, Amroeh akhirnya berhasil mengenyam pendidikannya
selama enam tahun. Keberhasilannya tidak dicapai dengan mudah, tetapi melalui proses yang sangat panjang, berkat kesungguhan dan keikhlasannya
dalam menjalankan kehidupannya di Pesantren Gontor.
C. Unsur Intrinsik Novel Opera Van Gontor
1. Tema
Tema merupakan gagasan yang mendasari suatu cerita. Nurgiyantoro memandang tema sebagai dasar cerita, gagasan dasar
umum sebuah karya novel.
1
Menurutnya gagasan dasar umum inilah yang tentunya telah ditentukan sebelumnya oleh pengarang yang
dipergunakan untuk mengembangkan cerita. Dalam cerita ini, gagasan dasarnya adalah mengenai keikhlasan
dan kesungguhan hidup dalam meraih cita-cita. Amroeh seorang anak kecil yang baru berusia 11 tahun diminta oleh ayahnya untuk meneruskan
pendidikan di pesantren Gontor, sebagai anak yang berbakti tidak ada sepatah kata pun untuk menolak keinginan ayahnya. Baginya keinginan
bapaknya semata-mata demi kepentingan dirinya sendiri. Penggambaran tema dalam novel ini dapat dilihat dari sikap
Amroeh yang ikhlas dalam menunggu keputusan apakah ia akan diterima di pondok modern Gontor. Hal ini dapat dilihat dari kutipan dalam novel
Opera Van Gontor sebagai berikut: Ya, mau apa lagi. Belajar sudah, ujian sudah, hasilnya
sudah ada di catatan panitia ujian, doa pun sudah aku lakukan
1
Burhan Nurgiyantoro, op. cit., h.70.