keluarga, ia harus menjalani hidupnya agar kelak menjadi manusia yang berguna sesuai yang ia citakan.
Pada intinya tema yang ingin disampaikan dalam novel ini adalah segala niat yang baik dalam menggapai sesuatu apabila dijalankan
dengan penuh keihlasan dan kesungguhan pasti akan memperoleh hasil yang maksimal, meskipun hambatan itu pasti ada, niscaya semua itu
hanya jalan untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik.
2. Alur
Secara umum alur merupakan rangkaian peristiwa dalam sebuah cerita.
5
Artinya, peristiwa pertama menyebabkan peristiwa kedua, peristiwa kedua menyebabkan terjadinya peristiwa ketiga, dan demikian
selanjutnya hingga pada dasarnya peristiwa terakhir ditentukan terjadinya peristiwa pertama.
Alur yang digunakan dalam novel Opera Van Gontor adalah alur campuran. Awal cerita dimulai ketika tokoh Aku berada di Kampus
Pondok Modern Gontor Ponorogo untuk persiapan mengikuti tes masuk menjadi santri. Selanjutnya cerita berbalik ketika tokoh Aku masih
berada di kampung halamannya dan melakukan persiapan untuk keberangkatan tokoh Aku ke Gontor. Alur cerita dimulai dengan
memperkenalkan tokoh Aku sebagai seorang anak yang masih benar- benar lengket dengan orang tua dan baru saja menyelesaikan sekolah
Madrasah Ibtidaiyah MI setingkat SD harus rela berpisah dengan kedua orang tuanya serta saudara-saudaranya untuk melanjutkan
pendidikan —menimba ilmu—di Pondok Modern Gontor.
Setelah semua persiapan dinyatakan selesai, aku bersalaman dan berpelukan dengan mereka, satu per satu.
Nampak butiran-butiran air mata meleleh di pelupuk mata Ibu, Bapak, Mbah Putri, Mbak Tuhfah dan adik-adikku: Nuaha,
Mihwar, Dahlia, Fusha, dan Luthfah. Rifqi, adikku paling bungsu
5
Robert Stanton, Teori Fiksi, Terjemahan dari An Introduction to Fiction oleh Sugihastuti dan Rossi Abi Al Irsyad, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007, Cet. I, h. 36.
belum genap satu tahun, ikut pula mengangis, merasakan suasana syahdu dalam dekapan Wakka, pengasuhnya, yang juga berlinang
air mata.
6
Konflik muncul ketika tokoh Aku melanggar peraturan pondok, tokoh Aku disidang dan dihukum dengan diplontos rambutnya lantaran
terlambat kembali setelah pulang ke desa. ...Aku mencukurnya dengan perasaan sedih karena aku
akan kehilangan rambut indah, mahkotaku. Aku pun merasa malu karena digundul menandakan aku tidak taat pada aturan Gontor.
7
Dalam sidang aku tidak berkelit sedikit pun sehingga sidang yang aku jalani berjalan mulus sampai dilahirkan
keputusan... Kami disidang karena kami berdua terlambat kembali
setelah pulang ke desa...
8
Klimaks pun muncul tatkala tokoh Aku merasa tidak mempunyai sahabat untuk berkeluh kesah, sehingga hanya Allah lah tempat dia
berkeluh kesah. Tidak adanya sahabat penampung keluh kesah, tidak
menghalangiku untuk terus betah menempuh hidup di Gontor. Aku salat dan berdoa kepada Allah sebagai sarana pelepasan
uneg-uneg sekaligus sebagai sarana berharap. Dialah yang Mahakuasa dalam segala sesuatu. Dia Maha Segala-galanya.
9
Pada akhir cerita berkat kesabaran tokoh Aku dalam menjalankan kehidupan di Gontor, akhirnya ia berhasil menyelesaikan studinya. Hal
ini dapat terlihat dalam kutipan sebagai berikut: Seperti bayanganku dahulu, setelah masa peluh pada
perjuangan, akan muncul masa keemasan. Kini terwujud nyata bahwa aku akan segera dapat meninggalkan medan perjuangan
belajar ini. Masa ini adalah masa faktual atas kepercayaanku dahulu, bahwa usaha dan kesabaran yang telah aku lalui tidaklah
jadi percuma, dan bahwa kapal kehidupanku yang pernah terombang-ambing dulu itu tenfah menuju pelabuhan yang
aman.
10
6
Amroeh Adiwijaya, op. cit., h. 17.
7
Ibid., h. 92.
8
Ibid., h. 93.
9
Ibid., h. 137.
10
Ibid., h. 262.