36
BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Biografi Amroeh Adiwijaya
H. Amroeh Adiwijaya dilahirkan di Gresik, 6 Juni 1958, dari orang tua, Hj. Mafazah ibu dan H. Rifai Malik ayah. Beristrikan Hj. Ika Ariroza,
S.E. ibu rumah tangga, mantan karyawati Bank Lippo dan dikaruniai dua putri: Rana Amira dan Adila Haira. Pekerjaannya adalah pengusaha kulit di
Gresik sejak 1995. Menempuh Sekolah Dasar di MI Maskumambang, Dukun Gresik,
tamat tahun 1969. KMI setingkat SLTP-SLTA di Pondok Modern Gontor, tamat tahun 1975. Mengikuti Jambore Nasional Gerakan Pramuka di
Sibolangit Medan tahun 1977. Setelah itu, ia melanjutkan perguruan tinggi di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, tamat tahun 1985.
Pengalaman organisasinya begitu luas. Semasa mahasiswa, ia pernah menjadi Ketua Badan Perwakilan Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas
Indonesia BPM-FHUI tahun 1982-1983, Ketua Umum Senat Mahasiswa SM FHUI. Tahun 1983-1985, menjabat Koordinator Senat Mahasiswa se-
UI tahun 1984 dan mewakili organisasi kemahasiswaan UI mengunjungi Universitas Negeri di ASEAN 1982.
Di luar kampus pun H. Amroeh juga aktif berorganisasi, seperti menjabat sebagai Ketua Umum Lembaga Hukum Mahasiswa Islam LHMI
Himpunan Mahasiswa Islam HMI Cabang Jakarta 1980-1982, Ketua Departemen Luar Negeri Pengurus Besar PB HMI 1983 Ketua Umum:
Harry Azhar Aziz, serta Anggota Leo Club Jayaparama Jakarta, tahun 1984- 1985 Ketua: Victor Fungkong, S.H., L.L.M.. Semasa di tengah-tengah
masyarakat ia menjadi anggota Forum Rembug Nasional FRN, suatu pertemuan tingkat nasional di Bali, forum yang menanggapi kemelut politik
semasa pemerintahan dan dihadiri Presiden Abdurrahman Wahid Gus Dur---mewakili masyarakat Jawa Timur 2001. Ia pun diminta oleh
pengurus pusatnya di Jakarta sebagai pelaksana Police Watch Jawa Timur,
sebuah LSM berjaringan internasional 2005. Sejumlah karya tulisnya telah terbit menjadi buku di antaranya Demokrasi Indonesia?, Gerakan Wali Murid
Mendobrak Mafia Pendidikan, dan kumpulan cerpen Komedi Nurani.
B. Sinopsis Novel Opera Van Gontor
Novel ini terdiri dari empat bagian. Bagian pertama, Amroeh menceritakan pandangan pertamanya sewaktu mondok di Gontor. Bagian
kedua, Amroeh menceritakan fase kehidupan Gontor dengan cerita unik. Bagian ketiga dan keempat, Amroeh lebih panjang lebar memperbincangkan
pengalaman pribadinya setelah sekian tahun hidup di pesantren. Amroeh merupakan sosok anak yang mempunyai kebulatan tekad dan
tanggung jawab terhadap apa yang telah dipercayakan kepadanya. Amroeh yang baru menyelesaikan pendidikan dasarnya dituntut oleh ayahnya untuk
melanjutkan pendidikan di Pesantren Gontor. Tuntutan yang dilakukan oleh ayahnya tidak semata-mata atas keinginan ayahnya sendiri, melainkan berkat
lobi sang Ayah kepada Dik Muhdi alumnus Gontor, sekaligus juga hasil lobi dengan Pak H. Achwan. Seperti kebanyakan santri yang baru memasuki
jenjang pendidikan, Amroeh juga merasakan hal yang sama. Pikirannya berkecamuk antara suka, takut, dan sedih, karena hidup jauh dari orang tua
merupakan hal yang menyedihkan, apalagi usia Amroeh ketika itu masih berusia 11 tahun. Ia dituntut untuk mandiri dan berpikiran dewasa. Terpisah
dari orang tua, bukan menjadikannya ia lemah dan manja. Akan tetapi itu semua ia jadikan motivasi untuk melangkah.
Pendidikan yang diberikan di Gontor sangat mengutamakan kedisiplinan, kemandirian, dan yang terpenting rasa kecintaan terhadap sang
pencipta. Pondok pesantren Gontor sangat maju, tergambar dari terbentuknya karakter siswa-siswa yang ada di sana misalnya saja Amroeh. Kesemua ini
tak terlepas dari peran para pendidik yang sangat berdedikasi tinggi untuk menciptakan karakter manusia yang berakhlakul karimah. Pak Zar, dan Pak
Sahal adalah contoh sosok guru yang baik. Mereka selalu memberikan pesan kepada para muridnya untuk menjadi manusia yang bermanfaat dan tak lupa