Sudut Pandang Unsur Intrinsik Novel Opera Van Gontor
dimiliki seseorang seperti yang tergambarkan oleh penulis lewat tokoh Aku. Ia mencoba mengikhlaskan makanan yang telah raib dicuri, ia tetap
menjadi sosok yang bijak ketika ia berpikir bahwa ia dianggap pelit yang menurut pikirnya. Akan tetapi, tokoh aku tetap menjadi sosok yang
demokratis ketika ia berpikir bahwa itu merupakan hak berpendapat masing-masing orang, yang menurut pikirnya bila ia dikatakan pelit,
menurut yang mencuri. Nilai kesadaran yang dimiliki dan terpatri di dalam diri Aku dapat
melahirkan sikap ikhlas artinya perilaku dan perbuatan dilaksanakan hanya mengharap ridha Illahi.
Tokoh Aku sangat merasakan manfaat ketika ia menimba ilmu di Gontor. Banyak pelajaran yang ia dapatkan misalnya saja ketika tokoh
Aku asing mendengar syair Abu Nawas yang berjudul Al- I’thiraaf yang
dibaca setelah adzan dikumandangkan. Tokoh Aku begitu meresapi setiap bait syair Abu Nawas yang sangat menggugah hati.
Rasa kepasrahan yang tokoh Aku gambarkan saat ia mendengarkan syair Abu Nawas, menjadikan ia sosok yang religius. Ia
begitu menikmati segala bait demi bait yang terdapat pada syair Al- I’thiraaf. Ketauhidan yang tinggi, pertobatan manusia terhadap Tuhannya
merupakan rasa tunduk dan taat seorang hamba pada sang pencipta. ―Yang diajarkan di sini dan terlihat asing bagiku adalah
syair Abu Nawas berjudul Al- I’thiraaf yang dibaca setelah adzan
dikumandangkan. Syair ini bagiku sungguh menggugah hati akan kepasrahan kepada Yang Kuasa. Bernuansa kepasrahan,
pengakuan dosa, dan pertobatan diri kepada Sang Mahakuasa yang mampu menjadi penawar jiwa dahaga, gersang, panas, dan
angkuh. Suatu ungkapan ketauhidan maha tinggi dari seorang manusia, hamba yang hanya berpegang teguh pada pertolongan
Allah yang tidak akan pergi ke tukang klenik, dukun, atau sejenisnya bila mengalami musibah walau mungkin menjelang
ajal.‖
47
Syair Abu Nawas Al- I’thiraaf begitu menyentuh tokoh Aku
seperti tergambar pada kutipan novel di atas, ia begitu merasakan rasa
47
Ibid., h. 114.