Mengurangi Kezaliman : Sesuai dengan Kemampuan. Memilih Bahaya yang Lebih Ringan

terhadap kelakuan mereka, marah terhadap kezaliman mereka, dan mengharapkan kemenangan bagi para korban penganiyaan dan penindasan mereka. Oleh karena itu, Rasulullah bersabda : ”Jihad yang paling utama ialah mengucapkan perkataan yang benar terhadap penguasa zalim.” Dan jikalau meninggal dalam rangka menegakan kebenaran di hadapan penguasa zalim, maka matinya dinilai sebagai jenis mati syahid dijalan Allah : ”Penghulu para syuhada ialah Hamzah, kemudian orang yang menghadap kepada penguasa yang zalim lantas ia menyuruhnya berbuat makruf dan mencegahnya dari kemunkaran, kemudian ia dibunuhnya.” Namun Yusuf Qaradhawi mengenai jiihad di negara Kafir memberikan ketentuan dalam beberapa kondisi yang membolehkan menggunakan asas fleksiblitas untuk melonggarkan kaedah dasar yang berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu. Seperti pada dasarnya bekerjasama dengan orang zalimKafir adalah haram dan menolak negara yang zalim adalah wajib, Maka pada kondisi tertentu kaedah dasar mengalami asas fleksibilitas dengan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut 147 :

1. Mengurangi Kezaliman : Sesuai dengan Kemampuan.

Menurut Qaradhawi bagi orang yang sanggup mengurangi kezaliman dan mengubah menjadi negara yang menjalankan syariat di negara non-muslim, maka sebaiknya hal itu dia lakukan. Namun apabila tidak mampu merubahnya maka dalam kondisi ini dibolehkan untuk tidak melakukan perubahan yang ideal, Sabda 147 Yusuf Qaradhawi, Fiqih Daulah. Penerjemah Syafril Halim Jakarta : Robbani Press,1997, h. 232. Rasulullah : Q7_Q+ 39 ,49 0G3A M93ﺏ NGM9 R ,- jQ9 T ”Bila kamu disuruh melakukan sesuatu maka lakukanlah semampumu Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kemampuannya.” \_ „J S . Ç7 9 }_ 5 ? g‡ I7YL ™„ZMJ g‡ I7 P L S c • \_ = ¨ Y , V {67¢† k4 l [ ? c • \_ 5 , {MJ X-g€ YL œt PkJ t :M, z i J ? • \_ c kJ D , \_ ™  c t g e - 9 x c g t ? I‡ -›F k :M, ¤ z - 91Y G` ; ”Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. ia mendapat pahala dari kebajikan yang diusahakannya dan ia mendapat siksa dari kejahatan yang dikerjakannya. mereka berdoa: Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau hukum Kami jika Kami lupa atau Kami tersalah. Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau bebankan kepada Kami beban yang berat sebagaimana Engkau bebankan kepada orang-orang sebelum kami. Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau pikulkan kepada Kami apa yang tak sanggup Kami memikulnya. beri maaflah kami; ampunilah kami; dan rahmatilah kami. Engkaulah penolong Kami, Maka tolonglah Kami terhadap kaum yang Kafir.al- Baqarah 286 Sebagai contoh lanjut Qaradhawi, Raja HabsyahEutopia yang bernama Negus masuk Islam di zaman Rasulullah dia tidak sanggup menerapkan hukum Islam dalam kerajaannya. Karena bila dipaksakan menerapakan hukum Islam, maka kaumnya akan melakukan perlawanan terhadapnya, karena itu Rasulullah tidak menyalahkannya. 148

2. Memilih Bahaya yang Lebih Ringan

148 Ibid., h. 232-233. Pertimbangan ini menurut Qaradhawi berdasarkan ketetetapan syariat bahwa dibolehkan untuk memilih bahaya atau kerusakan yang lebih ringan, demi menolak kerusakan yang lebih besar, melepaskan kemashlahatan yang lebih rendah demi mendapatkan kemaslahatan yang besar. Karena itu, para ulama membolehkan untuk membiarkan kemungkaran dalam sementara waktu, karena bila dilakukan pencegahan khwatir akan terjadi kemungkaran yang lebih besar. Mereka lalu berdalil dengan sabda Rasulullah kepada Aisyah : W Mﺏ - 0= .- X7N2 142 MYﺏ F- 0Yی\ `90= 02 R ,- jQ9 T ”Kalau bukanlah karena kaummu baru saja meninggalkan kemusyrikan, tentu saya akan bangun ka’bah diatas fondasi Ibrahim.” Mutafaqun Alaih. Sementara itu, untuk mengemukakan dalil dari al-Quran yang berbicara tentang Kaum Musa, ketika beliau pergi bermunajat kepada Rabbnya selama tiga puluh malam, lalu disempurnakannya sepuluh malam lagi, sehingga sempurnalah miqat itu selama empat puluh malam. Sepeninggal beliau kaumnya disesatkan oleh Samiri yang membuatkan mereka anak sapi dari emas, dan mengatakan ”inilah Tuhan kalian dan Tuhan Musa”. Mereka menbenarkan hal itu serta mengikuti apa yang dikatakan Samiri. Sementara itu Harun memperingatkan mereka dengan mengatakan ”Hai kaum, Sesungguhnya kamu hanya di beri cobaan dengan anak lembu itu dan sesungguhnya Tuhanmu ialah Tuhan yang Maha Pemurah, maka ikutilah aku dan taatilah perintahku. 149 Mereka menjawab : kami akan tetap menyembah patung anak lembuh ini, hingga Musa kembali kepada kami Thaha 92-93 149 Musthafa Malikah, Manhaj dakwah Yusuf Al-Qaradhawi. Penerjemah Samson Rahman Jakarta :Pustaka al-Kautsar, h. 352. Ini berati Nabi Allah Harun membiarkan kemunkaran yang dilakukan kaumnya untuk sementara waktu, yaitu sesuatu kemungkaran yang berat bahkan terberat, yaitu menyembah patung anak sapi. Sebab, dia berpendapat lebih baik menjaga keutuhan kesatuan jamaah pada saat itu, sampai Musa kembali, lalu mereka berdua bermusyawah dan mengatasi persoalan itu dengan baik. Jadi sekiranya diterapkannya sistem Islam di negara non-muslim itu akan membahayakan jiwa dan komunitas minoritas muslim, maka cukuplah hanya dengan sementara waktu melawannya dengan hati atau membencinya karena itu adalah selemah-lemahnya iman.

4. Sunnah Tadarruj