Affairs ditugaskan untuk mengkoordinasi aktivitas-aktivitas dalam kelompok kerja ini.
221
Sekarang, kelompok kerja terdiri atas perwakilan dari Kepolisian Indonesia, Bea cukai dan Imigrasi, Departemen Luar Negeri, Angkatan Darat,
Angkatan Laut, Angkatan Udara, Departemen Pertahanan, PT. PINDAD Perindustrian Angkatan Darat juga Departemen Keadilan dan Hak Asasi
Manusia. Ke depannya, direncanakan untuk mengikutsertakan partisipasi NGO sebagai anggota kelompok kerja ini.
222
Karena pertimbangan-pertimbangan administratif dan keuangan, pemerintah Indonesia masih belum menentukan national point of contact
yang tetap permanen, akan tetapi berencana untuk membentuk badan khusus ini ke depannya. Badan yang berfungsi sebagai national point of contact untuk
sementara ini ialah Direktur Keamanan dan Perlucutan Senjata Departemen Luar Negeri Indonesia.
2. Hukum dan peraturan mengenai pemilikan, penggunaan dan
pemberian ijin SALW
Pada saat datangnya kemerdekaan Indonesia, peraturan kolonial seperti Small Arms Regulation 1936 Vuurwapen Regellingen, Ordonantie 11 Maret 1937
sebagaimana tertulis dalam State Gazztte 1937 Nomor 170 dan yang diubah oleh Ordonantie 10 Mei 1939 State Gazette 1939 Nomor 278, telah diubah ke dalam
221
National Report by the Government of Indonesia on the Implementation of The United Nations Program of Action to Prevent, Combat and Eradicate the Illicit Trade in Small Arms and
Light Weapons. Lihat http:disarmament.un.orgcabnationalreports2005Indonesia.pdf
, hal 2
222
Ibid. Lihat http:disarmament.un.orgcabnationalreports2005Indonesia.pdf
, hal 2.
Universitas Sumatera Utara
Hukum Nasional Nomor 8 tahun 1948. hukum ini memberikan otoritas bagi Kepala Kepolisian Provinsi untuk memberikan lisensi atas small arms. Sekarang,
Hukum Nomor 8 tahun 1948 sedang dalam proses perubahan amandemen. Perubahan ini akan memasukkan pasal-pasal terkait dengan defenisi SALW dan
sanksi bagi para pelanggar. Sejalan dengan peraturan lainnya, hukum tentang senjata api yang memadai dan terintegrasi, penggunaan dan aspek-aspek lain
juga akan diikutsertakan.
223
Dalam kasus pemilikan senjata secara ilegal, hukuman yang diberikan diatur dalam Hukum Darurat nomor 12 tahun 1951. Menurut hukum ini,
hukuman maksimum bagi penyalahgunaan senjata jenis ini bisa jadi hukuman mati atau hukuman penjara seumur hidup. Menurut Hukum Nomor 20 tahun 1960
atas Kuasa dari Pemberian Ijin tentang senjata api yang telah diperkuat oleh Hukum Nomor 2 tahun 2002, Kepala Polisi tingkat provinsi diberikan kuasa untuk
mengawasi dan mengontrol kepemilikan atas SALW oleh penduduk sipil. Implementasi Petunjuk dari Kepala Polisi tingkat provinsi Juklak Kapolri
No. 10III1991 tanggal 26 Maret 1991 telah direvisi dengan Dekrit surat keputusan dari Kepala Polisi Republik Indonesia Kapolri No. Skep82II2004 pada
tanggal 16 Februari 2004 yang menjelaskan hukum tersebut menyangkut pelaksanaannya.
224
Sesuai dengan Hukum ini, Kepolisian RI, berkoordinasi dengan Badan Intelijen Negara dari Angkatan Bersenjata RI BAIS TNI dan
Departemen Keuangan, khususnya Direktorat Umum Badan Pabean menjalankan
223
Ibid. Lihat http:disarmament.un.orgcabnationalreports2005Indonesia.pdf
, hal 2.
224
Ibid. Lihat http:disarmament.un.orgcabnationalreports2005Indonesia.pdf
, hal 3.
Universitas Sumatera Utara
tugas yang telah dimandatkan untuk mengawasi dan mengontrol SALW di Indonesia juga mencegah penyalahgunaan dan perdagangan ilegal dari
senjata-senjata ini.
225
Pemakaian SALW oleh warga sipil hanya dapat diijinkan oleh Kepala Polisi RI Kapolri. Penggunaan seperti ini dapat dikategorikan sebagai
penggunaan individu atau personal, digunakan oleh personel keamanan swasta Satuan Pengaman atau polisi khusus, dan juga untuk kebutuhan aktivitas
olahraga. Untuk kebutuhan seperti ini, seluruh pembelian dari senjata-senjata ini dari negara lain sumber asing, harus menyerahkan ”ijin impor” dari Kapolri.
Sebelum akhirnya dijual, senjata-senjata yang telah dibeli harus diserahkan ke dalam fasilitas penyimpanan milik polisi untuk penjagaan keamanan dan
pengawasan yang lebih baik. Sebagai tambahan, pengguna SALW harus memasukkan identifikasi yang
benar, termasuk tipe, tanda, kaliber, jumlah, dan data sebelumnya dari senjata tersebut, lokasi pendistribusian, bio-data, serta nama negara atau tempat terakhir
pihak yang mengekspor senjata tadi. Kapolri berikutnya akan memutuskan untuk mempermasalahkan atau memberikan ijin bagi senjata tadi jika pengguna
memenuhi seluruh persyaratan di atas. Menteri Pertahanan atau Kepala TNI dan Kapolri bertugas mengeluarkan
ijinlisensi untuk memproduksi SALW kepada PT.PINDAD. Perusahaan milik negara ini sebagai penghasil SALW di Indonesia dan salah satu dari sumber
domestik atas senjata-senjata jenis SALW bagi TNI juga harus memenuhi standar
225
Ibid. Lihat http:disarmament.un.orgcabnationalreports2005Indonesia.pdf
, hal 3.
Universitas Sumatera Utara
internasional dalam memproduksi SALW. Dalam upaya-upaya ini, PT. PINDAD menunjukkan penandaan dan identifikasi, penyimpanan dan dokumentasi yang
benar. Dalam hubungan ini, pemerintah memiliki informasi yang memadai atas produksi SALW yang legal dan sebuah sistem untuk menandai, melacak,
dan menyimpan catatan produksi SALW di seluruh negeri.
226
Di bawah
Dekrit Kepala
Kepolisian Republik
Indonesia No. Pol. : Skep82II2004 tanggal 16 Februari 2004 sebuah sistem nasional yang
efektif dari pemberian ijinlisensi atas kegiatan ekspor dan impor SALW telah dibentuk. Dekrit ini juga menegaskan adanya kontrol efektif atas ekspor dan
transit SALW termasuk penggunaan sertifikat end-user. Dekrit ini bersama dengan Hukum Nomor 3 tahun 2002 Pertahanan Nasional Indonesia juga
mengatur aktivitas perdagangan melalui pihak ketiga broker.
227
3. Manajemen penyimpanan SALW arsenal milik pemerintah