PoA Program of Action sebagai upaya PBB dalam Menangani Isu

Dari daftar tabel di atas, dapat dilihat bahwa dampak dari keberadaan SALW dalam proses pembangunan dapat bersifat langsung dan tidak langsung. Untuk dampak yang bersifat langsung, SALW menelan banyak sekali korban jiwa dan luka-luka akibat penyalahgunaannya. SALW yang digunakan untuk kepentingan yang tidak bertanggungjawab selain berakibat pengurangan jumlah populasi, juga berdampak pada munculnya kebudayaan kekerasan dalam masyarakat yang berkembang menjadi perasaan trauma dan selalu merasa di teror dan tidak aman. Selain berdampak langsung, keberadaan SALW juga memiliki dampak tidak langsung bagi pembangunan. Kebudayaan kekerasan yang tercipta sebagai akibat dari penyalahgunaan SALW menyebabkan terhambatnya proses pembangunan yang ditandai dengan kurang berfungsinya apsek-aspek dalam masyarakat yang menunjang pembangunan. Negara juga akan kekurangan sumber generasi penerus yang cakap karena bahkan sedari kecil anak-anak diajarkan untuk melihat contoh buruk dari penyalahgunaan SALW dan bahwa kekerasan merupakan satu-satunya cara untuk mendapatkan apa yang diinginkan. Intinya adalah, baik secara langsung maupun tidak langsung, kehadiran SALW pada akhirnya akan menciptakan dampak bagi terhambatnya proses pembangunan yang tengah berjalan atau bahwa menurunnya tingkat keberhasilan dari pembangunan yang sudah ada sebelumnya yang ditandai dengan lumpuhnya seluruh aspek kehidupan masyarkat di sebuah Negara.

E. PoA Program of Action sebagai upaya PBB dalam Menangani Isu

Perdagangan Senjata Ilegal Universitas Sumatera Utara Pembahasan terkait dengan isu SALW terus menerus berkembang dari sejak masa Perang Dunia sampai kemudian pada bulan Juli 2001 UN Conference on the Illict Trade in Small Arms and Light Weapons in All It Aspects terselenggara. Masyarakat sipil merupakan partisipan utama dalam mendokumentasikan dan mengidentifikasikan isu-isu yang penting dalam pembahasan agenda silang dan lebih dari 40 NGOs Non-Govermenal Organization ikut serta dalam konferensi ini pada sesi-sesi khusus. 67 Peran mereka ialah untuk mengikuti dan menyatakan terbentuknya Programme of Action to Prevent, Combat and Eradite the Illict Trade in Small Arms and Light Weapons in All Its Aspects also known as the PoA 68 Walaupun program ini PoA belum sempurna dan masih bersifat tidak mengikat secara hukum, namun sampai saat sekarang inilah yang merupakan advocacy tool yang paling banyak digunakan sehubungan dengan isu SALW. Negara-negara yang menandatangani kesepakatan PoA ini menjalankan beberapa aktivitas, diantaranya penghancuran stok senjata berlebih, program-program DDR Department of Disarmament Research, dukungan atas penangguhan senjata, pemeliharaan catatan yang valid atas produsen dan pemilik senjata, dan dimasukkanya organisasi-organisasi masyarakat sipil sebagai upaya untuk mencegah proliferasi SALW lebih luas. 69 67 Batchelor, Peter. NGO Perspectives: NGOs and the Small Issue. Disarmament Forum O2002: 37-40August 2004.http:www.unidir.chbddfiche-article.php?ref article = 13, diakses pada tanggal 29 Agustus 2009 68 Program of Action to Prevent, Combat, and Eradicate the Illit Traned in Smal Arms and Light Weapon in All Aspect. New York : UN, 2001, 4 Augus 2004. http:disarmament2.un.orgcabpoa.htm , diakses pada tanggal 25 Agustus 2009 69 Ibid.http:disarmamen2.un.orgcabpoa.html Universitas Sumatera Utara The United Nations Programme of Action to Prevent, Combat and Eradicate the Illicit Trade in Small Arms and Light Weapons in all its Aspects UN PoA dibagi atas rekomendais untuk aksi yang dapat dilakukan pada level nasional, regional, dan global. Seluruh aksi pada tiap-tiap level ini sama penting dan merupakan kesatuan yang saling bergatung satu sama lain. Demi mensukseskan tindakan-tindakan yang dilakukan pada level nasional, sangat dibutuhkan adanya lingkungan kawasan regional yang kondusif. Demikian juga halnya, untuk mendukung tindakan-tindakan yang diambil pada level regional, dibutuhkan komitmen penuh dalam merealisasikan tindakan nyata pada level nasional. Terdapat 22 paragraf di dalamnya yang mengidentifikasikan tindakan- tindakan dan aksi dimana masing-masing Negara selayaknya diambil sesuai dengan ketentuan progam. Jells, bahwa seberapa tindakan yang seharusnya diambil pada level negara, yang dikenal dengan penegakan national co-ordination agencies, merupakan nilai-nilai fundamental dari permualan langkah baru. Tindakan lainnya juga membutuhkan perhatian lebih dan dapat sepenuhnya diwujudkan dalam sikap yang berkelanjutan melalui keputusan-keputusan Negara dalam merancang langkah-langkah terhadap pengaturan senjata dan perlucutan senjata. 70 Isi program ini pada dasarnya telah melawati banyak perdebatan intensif sebelum akhirnya diadopsi oleh masing-masing Negara anggota PBB. 70 RESOLVING SMALL ARMS PROLIFERATION http:www.saferaafica.orgDocumentscentreMongoraphsRSAPRSAP,pdf , diakse pada tanggal 26 Agustus 2009 Universitas Sumatera Utara Bagi beberapa Negara seperti Norwegia dan Belanda misalnya, mereka terus mengembangkan pola dasar PoA ini untuk menetapkan aturan-aturan ketat termasuk peraturan terhadap pada maklear dan upaya pelacakan SALW, yang pada akhirnya akan mengarah pada terbentuknya program yang bersifat mengikat. Komunitas sipil juga ikut berpartisipasi dalam memperluas keberadaan dan peran dari komitmen yang tengah dijalankan ini. IANSA Internasional Action Network on Small Arms, Amnesty International dan Oxfam telah meluncurkan Control Arms Initiative, yang mempromosikan sebuah instrument yang dikenal dengan Arms Trade Treaty untuk mencegah transfer senjata kepada negara-negara yang memiliki catatan pelanggaran HAM yang cukup tinggi. Dalam revisi PoA tahun 2006 lalu, International Alert juga secra khusus bekerjasama dengan Department for Disarmament Affairs Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk menetapkan prioritas atas kepedulian terhadap wanita dalam isu SALW ini. Secara umum program ini berkonsentrasi kepada produksi, transfer dan sirkulasi SALW ilegal dan penyebarannya di banyak kawaan di dunia, yang juga memiliki konsekuensi dan dampak yang meluas dalam bidang kemanusiaan dan sosial ekonomi, serta memunculkan ancaman atas kondisi damai, prose rekonsiliasi, keamanan, stabilitas, dan pembangunan berkelanjutan di tingkat individu, lokal, nasional, regional, dan juga internasional. 71 71 Cate Buchanan dan Mireille Widmer, MISSING PIECES : A GUIDE FOR REDUCING GUN VIOLENCE THROUGH PARLIAMENTARY ACTION.Hal 149 http:www.ipu.orgPDFpublicationsmissing_en.pdf,diakses pada tanggal 26 Agsutus 2009 Universitas Sumatera Utara Selain dari pada beberapa penjelasan di atas, terdapat juga penjelasan lainnya terkait dengan program UN PoA ini, termasuk impelementasinya di beberapa negara Asia Tenggara seperti Indonesia, Filipina, dan Thailand yang akan dibahas lebih dalam pada Bab 4. Universitas Sumatera Utara

BAB III PERDAGANGAN SENJATA ILEGAL SEBAGAI ANCAMAN

KEAMANAN REGIONAL POTENSIAL DI ASIA TENGGARA

A. Proliferasi SALW dan Keamanan Asia Tenggara

Sejak 1990, lebih dari 100 konflik telah terjadi. Konflik-konflik ini sudah menewaskan lebih dari lima juta nyawa dan menghancurkan geografis banyak kawasan beserta sumber daya alamnya, merusak lingkungan, dan menyisakan puluhan juta pengungsi dan yatim piatu. 72 Sebagian besar dari jumlah angka konflik, kematian dan peristiwa merugikan lainnya ini merupakan buah tangan’ dari Small Arms and Light Weapons SALW dibandingkan dengan jenis senjata konvensional yang secara fisik lebih besar. 73 SALW mudah berpindah tempat, tidak membutuhkan dukungan logistik yang besar, mudah dioperasikan, mudah diperoleh dengan harga relatif terjangkau, tapi tetap mematikan. Sifat dan karakteristik alami yang membedakan SALW dengan sistem senjata konvensional inilah yang menjadikan transfer SALW secara global jauh lebih sulit untuk diawasi dan dikontrol. Arus peredaran SALW ilegal mampu mempengaruhi tidak saja hanya bagi negara dalam situasi krisis, namun juga negara-negara tetangga dan bahkan keamanan satu kawasan. Suplai senjata yang cukup dapat mengalir melewati 72 Robert Muggah dan Eric Berman, Humanitarian Impacts of Small Arms and Light Weapons. Small Arms Survey 2001. hal 3. 73 Ibid. Robert Muggah dan Eric Berman, hal 3. Universitas Sumatera Utara