2. Negara dan produsen dalam jumlah yang besar membuat mekanisme
pengawasan tehadap suplai menjadi sulit 3.
Penggunan secara sah dari senjata ini baik untuk tujuan keamanan dan pertahanan nasional maupun individu
4. Pasar gelap dari senjata tersebut yang seringkali terkait dengan kejahatan
internasional dan kegiatan-kegiatan aktor non negara 5.
Adanya hubungan antara arus SALW, situsi ketidakamanan ekonomi dan konflik politik dan sosial
6. Perbedaan norma-norma nasional mengenai penggunan dan pemilikan
senjata.
2. Transfer Senjata Ilegal
Kata transfer terkait dengan Small Arms and Light Weapons diartikan sebagai transaksi yang menghasilkan perpindahan fisik SALW dalam bentuk
apapun dari satu daerah ke daerah yang lain, termasuk diantaranya tidak hanya penjualan secara langsung, tetapi juga pertukaran, hadiah, pencurian, kehilangan
dan transaksi-transaksi lainnya yang dilakukan sebagai bantan asing foreign aid. Menurut UN’s Panel of Govermental Expert on Small Arms GESA, hak sebuah
negara untuk mengimpor maupun mengekspor SALW tertuan secara implist dalam pengakuan UN Charter atas hak individu dan pembelaan diri secara
kolektif colective self – defense.
52
52
David Capie, Small Arms Production and Transfer in South East Asia, Strategic and Defense Studies Centre, Australian National Unviersity, Australia, 2002
Universitas Sumatera Utara
Sebagai gambran, pada level domestik, tergolong tidak sulit untuk membedakan antara transfer yang besifat legal dan ilegal. Seluruh negara-negara
di Asia Tenggara misalnya, membedakan antara kelompok-kelompok dan individu yang secara legal dikatakan memiliki SALW dan yang ilegal.
53
Akibatnya, transfer SALW dari pemilik senjata ilegal misalnya prajurit militer atau polisi kepada kelompok atau individu yang dikategorikan ilegal dalam satu
negara dengan jelas dikatakan sebagai transfer ilegal. Ekspor senjata ilegal oleh sebuah kelompok atau individu menuju pihak lain di luar negara pengirim juga
dapat diartikan sebagai tindakan kriminal. Dalam konteks transfer ilegal, Capie dalam bukunya mengemukakan
terdapat 2 jenis transfer yang dilakukan secara ilegal. Grey Market Transfer
ftermasuk dalam transfer rahasia dan yang secara hukum dapat dipertanyakan dari aktor negara kepada aktor non negara di negara lain berlawanan dengan
kepentingan negara pemerintah negara yang mengimpor. Termasuk juga pengapalan yang dibuat secara terang-terangan dari satu pemerintah kepada
sekutu politik domestik, militan dan sejenisnya. Kegiatan transfer ini seringkali melanggar hukum dan peraturan ekspor di negara supplier, tapi hampir selalu
lolos oleh bantuan perjanjian-perjanjian yang sebelunya diatur oleh agen intelijen dengan persetujuan secara implisit dari para pejabat elit pemerintah.
Ketika grey market transfer yang kadang diurus oleh delaar broker senjata swasta, mereka biasanya bekerja atas perintah dari agen intelejen atau agen miltier.
53
Ibid. David Capie, hal 4
Universitas Sumatera Utara
Tidak seperti balck market sales, grey market transfer hampir selalu dimotivasi oleh kepentingan politik daripada untuk sekedar mencari profit.
54
Selain itu, ada yang dikenal dengan Black Market Transfer.
Perbedaan utama dari illicit ‘black market’ tranfer dengan grey market terletak pada ada atau tidaknya keterlibatan aktror negara. Black market dan ilicit sales
didalangai oleh pihak swasta individu aupun perusahaan dan kurangnya otorirasi yang diperlukan dari petugas yang berwewengan di negara sumber atau negara
supplier. Transfer jenis ini dapat dikatakan ilegal bagi hukum domestik dan ketika pihak yang bersangkutan melibatkan extra–national shipments, kegiatan transfer
ini tidak didukung atuapun diijinkan oleh pemerintah yang berkuasa di negara pengekspor ataupun pengimpor. Pendapatan finansial adalah motivasi utama dari
black market sales. Transaksi-transaksi ini bisa termausk bentuk apapun mulai dari penjualan sebuah senjata oleh tentar yng tidak betanggung jawab kepada
transer komersial yang udah diorganisasikan dengan baik dan kepada pemerintah yang tengah diembargo. Transaksi ini juga bisa termasuk penjualan kepada
local warlords, pelaku tindak kejahatan atau juga kelompok separatis seperti halnya supplu ke kelompok kelompok separtis lainnya di seluruh dunia.
55
Kebanyakan transfer senjata yang melibatkan kekuatan kelompok pemberonkan berasal dari black market. Secara umum hal ini karena sebagian
besar dari kelompok ini dikeluarkan oleh hukum dari akses terhadap pasar
54
Ibid. David Capie. Hal 4
55
Ibid. David Capie. Hal 5
Universitas Sumatera Utara
senjata.
56
Menurut Wezeman, aktor-aktor yang terlibat dalam transfer senjata ilegal bisa termasuk :
Petugas pemerintah yang korup, dealers yang membeli dan menjual senjata broker senjata yang menfasilitasi kontak antara pembeli potensial dan
penjual senjata dan siapa saja yang memiiki senjata yang ingin ditawarkan untuk dijual, dan juga individu-inidividu yang terlibat dalam penyelundupan senjata.
57
Ketika berbicara tentang transfer senjata yang berbeda memiliki fungsi dalam dan Pearson mengasumsikan bahwa senjata yang berada memiliki fungsi
dalam beberapa elemen, termasuk resources, availability, and delivery plus capability and situational emanability.
58
Berdasarkan keberadaannya di tangan para kelompok etnis ini, terdapat dua fakta, yakni pertama, kelompok etnis
ini telah memiliki acuan sumber senjata yang mereka perlukan, dan kedua, para pemimpin kelompok ini akan mencoba meminimalisasi resiko dan biaya
yang diperlukan untuk mentransfer senjata-senjata tersebut, sehingga penting bagi mereka untuk mempertimbangkan elemen-elemen di atas ketika akan membeli
senjata. Dalam upaya mereka guna menghormati dan menjamin penghormatan atas
Hak Asasi Manusia Internasional Internationl Human Rights dan International Humanitarian Law IHL, sejumlah pemerintah yang kini meningkat pesar telah
56
Michael T, Kalre, Curbign the iillict Trade in Small Arms :A Practical Route. Juni 2001, hal 2 httpwww.usinfo.state.govjournals,diakses pada tanggal 25 agustus 2009
57
Pieter D. Wezeman, Conflict and Transfer of Small Arms, SIPRI 2003, hal 24 http:wwww.sipri.org
, diakses pada tanggal 25 Agustus 2009
58
John Sislin and Frederic S. Pearson, Arms and Ethnic Conflict. Rowman and Littlefield Publisher, USA, 2001. hal 44
Universitas Sumatera Utara
berjanji untuk tidak menyetujui dan mendukung transfer senjata dimana terdapat alasan yang menyakinkan bahwa senjata-senjata ini nantinya akan digunakan
dalam peristiwa pelanggaran HAM dan juga IHL. Standar minimum telah ditentukan dan disetujui oleh banyak negara pengekspor senjata, termasuk dalam
wilayah regional dan multilateral. Komitmen ini mewakili sebuah langkah penting ke depan dalam memperkuat tanggungjawab pemerintah terhadap konsekuensi
pelanggaran HAM yang disebabkan oleh transfer senjata ilegal. Kelemahannya ialah, peraturan ini tidak mengikat secara hukum dan kemudian seringkali
dilanggar dalam prakteknya. Tidak hanya itu, upaya transparansi dalam perdagangan senjata ini sangat lemah, yang kemudian menyulitkan masyarakat
untuk percaya bahwa pemerintah mereka berpegang teguh pada komitmen yang dibuat untuk tidak mensuplai senjata-senjata ini kepada oknum-oknum yang tidak
bertanggungjawab.
59
Kebalikan dari konsep yang telah ada sebelumnya, transfer senjata ilegal jarang terlibat dalam transaksi pasar gelap secara murni oleh para pedagang
ilegal yang beroperasi di luar kontrol otoritas pemerintah. Sebaliknya, perdagangan senjata ilegal meningkat pesat pada transkasi-transaksi yang berlaku dalam
grey market area. Dalam perjanjian dagang di grey market area, ijin pemerintah atas sebuah transaksi senjata ditentukan atas dasar false or misleading
information. Kapal-kapal pengakut senjata yang telah disetujui disahkan ini biasanya dialihkan atau di ekspor kembali menuju target tujuan ilegal,
59
Small Arms and Human Right:The Need for Global Action A Human Rights Watch Briefing Paper for the UN. Biennial Meeting on Small Arms
http:www.orgbackgrounerarmssmall-arms-full-070703.pdf,diakses pada tanggal 26 Agustus 2009
Universitas Sumatera Utara
yang beberapa diantaranya bukan melanggar sanksi embargo senjata terhadap sebuah negara. Sehingga perdagangan ilegal atas small amrs and light weapons
seharusnya dapat dilacak kepada negara-negara yagn menyetujui perjanjian transaksi senjata tersebut yang hanya menanayakan beberapa pertanyaan dan
yang gagal menerapkan dan menegakkan kontrol kepada para pedagang ilegal swasta. Dalam beberapa kasus, pemerintah justru mengambil bagian dalam
perdagangan senjata ilegal, seperti halnya ketika petugas pemeritah menyediakan dokumen palsu bagi kapal-kapal pengangkut senjata yang mereka tahu akan
di transfer menuju wilayah-wilayah lain.
60
Sebagai contoh, sebuah investigasi PBB menyuarakan fakta bahwa pada tahun 2002 lebih dari 200 ton senjata, sebagian besar berasal dari penyimpanan
militer Yugosloavia, telah diperdagangkan oleh dealer swasta berbasis di Belgrade menuju Liberia, wilayah yang kala itu dikenai sanksi embargo senjata oleh PBB.
Senjata-senjata ini termasuk ratusan senapan otomatis, jutaan amunis, dan 4500 hand granade di antara jenis SALW lainnya. Penjualan ini dirancang
menggunakan dokumen palsu yang mengklaim bahwa senjata-senjata tersebut ditujukan ke Nigeria. Presiden Liberia, yang kemudian mengakui adanya
pelanggaran embargo tersebut, mempersiapkan PBB sebuah daftar senjata yang di impor yang hampir sama sesuai dengan klaim atau laporan sertifikat end-user
Nigeria. Otoritis Serbia tidak mempertanyakan keotentikan dokumen tersebut
60
Ibid. Small Arms and Human Right:The Need For Action A Human Rights Watch Briefing Paper for the UN Biennial Meeting on Small Arms
Universitas Sumatera Utara
sebelum menyetujui kegiatan ekspor dan akhirnya kargo muatan ilegal berhasil ditransfer oleh 6 pesawat berbeda antara Juni dan Agustus 2002.
61
Meluasnya ketersediaan SALW menyebabkan dampak langsung bagi pembangunan, di antaranya termasuk.
62
1. Criminal violance