Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

9

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Fungsi hiburan dari media terus berkembang, dan karena tuntutan pasar, media televisi berusaha menyajikan hiburan yang bisa memenuhi selera umum. Hal ini dapat kita saksikan pada program-program hiburan yang disuguhkan stasiun-stasiun televisi negeri ini; sinetron. Menyampaikan pesan-pesan budaya melalui sinetron merupakan salah satu cara yang sangat efektif. Karena salah satu produk media massa, sinetron sedikit banyak mampu memberikan pengaruh terhadap perkembangan kepribadian masyarakat yang diterpa media tersebut. Sinetron merupakan suatu tayangan yang dikemas dalam beberapa episode, berisikan tentang kehidupan manusia yang dianggap mewakili citra dan identitas komunitas tertentu yang ditata sedemikian rupa sehingga hasilnya menarik perhatian dan memikat hati penontonnya. Sinetron-sinetron lokal kebanyakan sinetron-sinetron yang bertemakan dunia remaja, keluarga, percintaan, dan kekayaan. Melihat fungsi televisi sebagai media massa, maka sinetron sebagai salah satu produk tayangan televisi tentunya di samping sebagai hiburan, diharapkan dapat membawa pesan-pesan moral bagi penontonnya, seperti pendidikan, sosial, budaya, perjuangan hidup, dan sebagainya. Selain itu, hal positif yang dapat diberikan oleh sinetron adalah dapat memperkenalkan adat istiadat suatu daerah yang diangkat untuk menjadi setting atau bisa juga tema cerita kepada masyarakat Indonesia itu sendiri, sehingga masyarakat Indonesia terutama generasi mudanya semakin dekat dengan budaya negerinya, dan memperkenalkan Universitas Sumatera Utara 10 citra bangsa Indonesia di mata dunia. Namun, peneliti melihat tidak ada sinetron yang melakukan hal tersebut. Kebanyakan sinetron hanya menonjolkan konflik yang dibuat-buat seperti pertengkaran antara anak dengan orang tua dimana anak tidak lagi menghormati orang tuanya, membentak orang tua, dendam, kemewahan, dan lain sebagainya. Miris jika kita melihat kondisi pesinetronan kita sendiri dimana para sineas tidak begitu ingin menyelipkan sesuatu yang berbau tradisi atau budaya Indonesia di sela-sela ceritanya. Dengan menyelipkan tema budaya tentunya dapat menambah keindahan dari keseluruhan cerita yang ada pada sinetron daripada hanya menonjolkan konflik-konflik tidak berbobot yang selama ini banyak menghiasi cerita-cerita sinetron tanah air. Memperkenalkan nilai-nilai tradisi atau budaya lewat tayangan televisi, menjadikan televisi sempurna dalam menjalankan fungsi regeneratif media massa, yakni menyampaikan warisan sosial kepada generasi baru agar terjadi proses regenerasi. Acara- acara yang dibuat oleh tim kreatif turut mengajarkan nilai-nilai budaya yang selama ini kita banggakan agar kebudayaan Indonesia selamanya ada di hati bangsanya, khususnya remaja. Karena remaja Indonesia sebagai generasi muda penerus bangsa harus didekatkan pada budaya dan tradisi bangsanya sendiri, bukan budaya dan tradisi bangsa lain. Selain itu juga dapat menjadi alat untuk mempromosikan pariwisata negara kita. Oleh karena itu, media televisi disadari memberikan proses pembelajaran nilai-nilai sosial yang lebih intensif. Kita mengenal istilah sinetron untuk film-film bersambung yang ditayangkan di televisi. Maka terdapat satu karya sinetron produksi negeri ginseng, Korea Selatan, yang selama ini dikenal dengan sebutan ”serial Korea”. Jadi, kita tidak menyebutnya sinetron melainkan ”serial”. Dari dulu hingga sekarang, serial Korea sangat digemari masyarakat di Indonesia, terutama remaja. Sejak ditayangkannya Endless Love di Indosiar beberapa tahun silam, hingga kini Indosiar rutin menayangkan drama-drama seri Korea yang Universitas Sumatera Utara 11 memang sangat digemari di Indonesia. Terdapat lebih dari 20 judul yang telah ditayangkan Indosiar hingga kini, di antaranya The Glass Shoes, Friends, My Love Patzi, All About Eve, Winter Sonata, All In, Summer Scent, Full House, Stairway to Heaven, Sad Love Song, Wonderful Life, Sassy Girl Chun Hyang, Princess Lulu, Lovers in Paris, 18 vs 29, Oh...Feel Young, Jewel in the Palace, Memorries of Bali, Sunshine of Love, Princess Hours, My Girl, Hwang Ji Ni, Hello Miss, Wedding, Coffee Prince, dan drama seri terbaru yang saat ini tengah diputar; Boys Before Flowers dan My Name is Kim Sam Soon. Stasiun televisi swasta lainnya juga pernah menayangkan serial-serial dari negara Asia Timur. SCTV sempat beberapa kali menayangkan serial dari negeri Taiwan, sebutlah At The Dolphin Bay, Twins, dan Snow Angel. RCTI juga pernah menayangkan kembali serial Korea Endless Love dan serial Taiwan Romantic Princess. Stasiun televisi swasta lainnya yang juga pernah menayangkan serial Korea ialah ANTV yang menayangkan Cats on the Roof, Love Story in Harvard, dan My Little Bride. Namun kini RCTI, SCTV, dan ANTV tidak lagi menayangkan drama-drama seri Asia. Kesuksesan serial-serial Korea membuat rumah-rumah produksi production house dalam negeri membuat sinetron yang mencontek serial-serial Korea. Sekarang ini hampir semua sinetron Indonesia yang diputar di berbagai stasiun televisi adalah hasil jiplakan dari drama Asia khususnya India, Jepang, Taiwan dan yang paling banyak menjadi korban jiplakan adalah drama Korea. Sebut saja “Pura-Pura Kawin” yang pernah ditayangkan SCTV merupakan jiplakan dari serial Korea Full House, Benci Bilang Cinta yang juga ditayangkan SCTV merupakan jiplakan serial Korea Princess Hours. “Pengantin Remaja” yang pernah ditayangkan RCTI merupakan jiplakan dari serial Korea My Little Bride. Bahkan sinetron terlaris 2007 “Intan” juga jiplakan dari serial Korea Be Strong Geum Soon. Hingga “Cinta Fitri Season 1” merupakan jiplakan serial Korea Pure 19. Drama seri Korea sepertinya memiliki kualitas dan keunikan tersendiri sehingga Universitas Sumatera Utara 12 sangat digemari di Indonesia dan negara-negara lain. Keterampilan dan kreativitas para crew produksinya berhasil memadukan narasi yang menarik, teknik sinematografi yang handal, penggunaan background musik yang mendukung dan kemampuan akting yang memadai, menjadi karya seni populer yang bukan hanya menghibur, namun dapat menyentuh hati dan perasaan para penontonnya, terutama orang Asia. Selain itu juga, di tengah arus globalisasi dan modernisasi yang semakin memudarkan nilai-nilai budaya tradisional, drama Korea secara konsisten menampilkan nilai-nilai budaya Korea dan Asia, seperti sopan santun, penghormatan pada orang tua, pengabdian pada keluarga, nilai kolektivitas atau kebersamaan, serta nilai kesakralan cinta dan pernikahan. Nilai-nilai ini ditampilkan secara unik dalam situasi kehidupan sehari-hari masyarakat Korea modern yang telah mengalami kemajuan teknologi dan ekonomi yang pesat. Masyarakat Asia yang telah lama mengkonsumsi budaya populer dari Barat dengan banyaknya tampilan seks dan kekerasan yang vulgar serta hal-hal yang bersifat individualisme, dengan kehadiran serial drama Korea, masyarakat Asia menemukan bentuk budaya populer baru, menampilkan nilai-nilai kultural yang dekat dengan mereka, sehingga mereka dapat merefleksikan serta mengidentifikasi diri mereka di dalamnya. Drama Korea secara terampil dapat memadukan nilai-nilai tradisional Asia dengan nilai-nilai modern, menjadikan Korea sebagai negara Asia panutan untuk diikuti dan dicontoh, baik secara kultur maupun ekonomi. Melalui drama Korea, para penonton juga diingatkan kembali akan nilai-nilai penghormatan pada orang tua yang mulai menghilang. Drama televisi tampaknya telah menjadi jendela informasi tentang Korea bagi dunia dan membangun citra positif Korea di mata internasional. Di masa lalu, Korea hanya Universitas Sumatera Utara 13 dikenal sebagai sebuah negara dunia ketiga dengan pemerintahan otoriter dan masyarakat yang sangat Patriarkis. Impor drama Korea, salah satunya di Taiwan, berhasil mengubah citra Korea menjadi sebuah negara yang maju secara ekonomi, teknologi, maupun kultural serta berkembang dalam kesetaraan gender. Dalam artikel di internet, para penonton di wilayah Amerika Serikat yang menyaksikan lewat TV kabel, mengatakan kesan positif atas drama Korea dalam menampilkan “romantisme khas Korea” dengan cara yang lembut dan artistik, tanpa melibatkan aktivitas seksual yang vulgar seperti dalam kebanyakan opera sabun Amerika. Dari beberapa judul serial Korea tersebut yang pernah ditayangkan di televisi, peneliti memilih empat judul serial Korea yang akan dijadikan subjek penelitian ini yang dianggap mewakili citra budaya Korea, yaitu “Full House”, “Hello Miss”, “Love Story in Harvard”, dan “Princess Hours” dengan alasan sebagai berikut : Indosiar sebagai stasiun televisi yang rutin menayangkan serial-serial Korea sempat vakum menayangkan drama-drama Korea selama satu tahun lebih. Kemudian di tahun 2005 Indosiar menayangkan serial Korea ”Full House”. Full House sendiri merupakan serial terfavorit di negaranya. Dan di Indonesia Full House yang pada saat itu ditayangkan pada pukul 17.00 WIB juga mendapat sambutan baik. Anak-anak sekolah ingin bergegas pulang setelah pelajaran usai karena ingin menyaksikan serial favorit mereka tersebut. Dan tidak hanya remaja putri yang menonton serial ini, melainkan remaja putera, ibu-ibu rumah tangga, wanita karir, hingga para orang tua juga sangat menggemarinya. Keseharian masyarakat Korea sebagai budaya bangsa Korea yang coba dikenalkan pada bangsanya sendiri maupun pada negara-negara tetangga melalui program acara serial produksi mereka tersebut tampak pada serial “Princess Hours”. Dengan menonton serial ini, penonton diajak mengenal adat istiadat bangsa Korea zaman dulu, Universitas Sumatera Utara 14 pakaian tradisional mereka, dan makanan khas mereka. Serial ini mendapat sambutan baik dari penonton Indonesia. Kesuksesaan serial ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di negara asal tempat serial ini diproduksi. Princess Hours sendiri mengisahkan tentang perjodohan antara seorang gadis Shin Chae-kyoeng dengan seorang pangeran asal Korea yang berhati dingin Lee Shin. Masalahnya selain enggan dinikahkan, Chae-kyeong mendengar sendiri Lee Shin melamar gadis lain yang juga satu sekolah dengan mereka, Min Hyo-rin. Namun belakangan keduanya setuju untuk menikah, namun diam-diam masing-masing pihak memiliki motivasi berbeda. Budaya Korea yang kental juga dapat kita saksikan pada serial Korea lainnya yakni “Hello Miss”. Meskipun Hello Miss merupakan serial modern yang tidak menceritakan mengenai Korea tempo dulu, namun mereka tetap memasukkan unsur tradisional di dalam kisah ceritanya. Di sini tampak bagaimana kelihaian dan keseriusan sineas film Korea dalam membuat suatu tontonan yang menghibur namun tetap sarat unsur budaya lokalnya. Tak salah serial Hello Miss yang disutradarai Lee Min-hong ini terpilih sebagai salah satu serial Korea Terbaik di antara 10 pilihan di tahun 2007. ”Love Story in Harvard” merupakan serial drama Korea yang melakukan syuting di luar negeri. Tidak hanya menggunakan bahasa Korea, serial ini juga menggunakan bahasa Inggris. Di sini peneliti melihat bagaimana karakter bangsa Korea yang dinamis dan pintar diperlihatkan dalam mengemas sebuah tema menjadi sebuah kisah yang manis dan menyentuh yang dapat menghibur sekaligus memberikan pesan moral pada penonton tanpa menggurui. Tentang relevansi mengenai film seri televisi Korea tersebut dengan keadaan kita di Indonesia tentunya sangat jelas, yakni bahwa di bidang perfilman Indonesia bisa belajar dari bangsa Korea yang sepuluh tahun lalu belum apa-apa, namun saat ini bisa menjadi Universitas Sumatera Utara 15 contoh kemajuan dunia perfilman di Asia, bahkan mampu bersaing dengan raksasa perfilman asia dari hongkong dan Taiwan. Film Seri televisi Korea Selatan sangat kuat di tema atau thematic. Message atau pesan dalam setiap film seri yang disuguhkan sangat jelas, sehingga penonton bukan sekedar melihat film dengan alur yang dibuat dramatik, tapi ada pesan yang jelas pada setiap film seri yang menampilkan latar budaya Korea, dan menimbulkan keingintahuan lebih lanjut tentang Korea dan budayanya. Peneliti melihat bahwa tema-tema sinetron kita masih sangat terbatas pada tema percintaan remaja dan kisruh rumah tangga. Memang ada juga film seri televisi kita yang berlatar belakang sejarah, namun lebih menonjolkan laga dan bersifat mistik, tidak mampu melihat tema yang lebih dalam. Padahal tema-tema film seri Korea tersebut sebetulnya adalah tema yang sangat umum dan pasti bisa digali di bumi Indonesia. Seperti jamu, tarian klasik Jawa, Bali, dan dan daerah-daerah tentunya merupakan tema yang juga sangat menarik. Dari budaya masa lalu Indonesia, kita masih punya banyak budaya bangsa yang bisa ditonjolkan dan tidak kalah dari budaya bangsa lain. Beberapa budaya Jawa yang sudah dapat pengakuan International dari Unesco untuk dilestarikan: Budaya Wayang Kulit dan Keris. Kita bisa membangun bangsa ini mulai dari budaya masa lalu yang tidak kalah dari bangsa lain manapun di dunia. Yang penting kita sebagai bangsa mulai dari menghargai budaya bangsa sendiri dengan mempelajari dan mengembangkan untuk dimunculkan ke forum Internasional. Sedikit demi sedikit pasti kepercayaan diri dari bangsa Indonesia akan muncul dan berani bersaing dengan bangsa lain di bidang apa saja dan memenangkan persaingan tersebut. Berdasarkan alasan-alasan yang telah diungkapkan di atas membuat peneliti merasa tertarik untuk melihat bagaimana budaya bangsa Korea coba dikenalkan dalam Universitas Sumatera Utara 16 bentuk tayangan drama televisi “Full House”, “Princess Hours”, “Hello Miss”, dan “Love Story in Harvard”.

1.2 Perumusan Masalah