Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

16

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Salah satu permasalahan sosial yang sangat kompleks di Indonesia adalah kemiskinan. Dari tahun ke tahun kemiskinan menjadi topik yang hangat untuk dibahas karena tidak hanya menyangkut kehidupan seseorang, tetapi akan mengarah kepada keluarga, kelompok, dan masyarakat yang sangat luas. Karena begitu besarnya dampak dari kemiskinan ini maka solusi untuk mengentaskannya terus menerus diperbincangkan oleh para elit politik maupun masyarakat yang jika dilihat hingga saat ini belum terlihat perubahan secara signifikan yang menunjukkan terselesaikannya masalah kemiskinan di Indonesia. Masalah ini masih menjadi sorotan pemerintah karena kemiskinan merupakan masalah yang sangat berat dalam pembangunan yang melanda setiap bangsa, bahkan bangsa maju sekalipun masih memiliki kantong-kantong kemiskinan. Pemerintah suatu negara akan berjuang untuk menyelesaikan masalah kemiskinan karena keberhasilan mengurangi angka kemiskinan selalu menjadi indikator penilaian baik atau buruknya suatu masa pemerintahan. Kondisi ini disebabkan karena sangat tingginya angka kemiskinan bahkan yang dalam suatu periode tertentu menunjukkan peningkatan akan menghambat laju pembangunan suatu bangsa. Jika memperhatikan kondisi kemiskinan di Indonesia saat ini jawabannya mungkin sangat parah, sebab kemiskinan yang terjadi saat ini bersifat sangat 17 multidimensional. Hal tersebut bisa kita buktikan dan dicarikan jejaknya dari banyaknya kasus yang terjadi di seluruh pelosok negeri ini. Melihat kondisi masyarakat dewasa ini, masih sangat banyak yang tidak mampu memenuhi kebutuhan sandang, pangan, dan papan. Bahkan, hanya untuk mempertahankan hak-hak dasarnya serta bertahan hidup saja tidak mampu apalagi mengembangkan hidup yang terhormat dan bermatabat. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik tahun 2014, jumlah penduduk miskin di Indonesia tercatat 10.356.690 jiwa atau dalam persentase yaitu 10,96 dan untuk Provinsi Sumatera Utara sendiri jumlah penduduk miskin 1.360.000 atau 9,85 Badan Pusat Statistik, 2014. Jika dibandingkan dengan data statistik tahun 2013 persentase kemiskinannya memang lebih tinggi yaitu 11,37 untuk seluruh Indonesia dan untuk Sumatera Utara 10,06. Persentase kenaikan indeks kedalaman dan keparahan kemiskinan dari Maret 2013 hingga Sepetember 2014 yaitu 1,4 dan 0,5 menurut Suryamin sebagai Kepala BPS hal menunjukkan tingkat kemiskinan yang semakin parah detik.com, 2014. Tidak bisa dipungkiri bahwa kebijakan pemerintah juga kerap kali menjadi salah satu faktor lain meningkatnya kemiskinan di negara ini. Seperti kenaikan harga Bahan Bakar Minyak BBM yang selalu menjadi kontroversi bagi masyarakat, yang mana kondisi ini akan sangat mempengaruhi harga kebutuhan pokok sehingga akan menurunkan daya beli masyarakat dan akan berdampak pula pada kemiskinan. Memang bukan tanpa alasan pemerintah menetapkan kebijakan tersebut, tetapi seharusnya disertai dengan strategi-strategi yang bisa meminimalkan dampak dari kebijakan tersebut. 18 Pemerintah juga tidak tinggal dalam menanggapi kemiskinan yang semakin memprihatinkan ini. Dalam usaha untuk mengurangi angka kemiskinan, tim nasional percepatan dan pengentasan kemiskinan Indonesia telah melakukan berbagai macam strategi pengentasan kemiskinan. Program pengentasan kemiskinan telah dilaksanakan sejak tahun 1998 hingga saat ini. Secara umum, program yang telah dilakukan mampu menurunkan angka kemiskinan Indonesia yang berjumlah 47,97 juta pada tahun 1999 menjadi 30,02 juta pada tahun 2011. Adapun empat strategi dasar yang ditetapkan sebagai dasar pembuatan program pengentasan kemisikinan yaitu menyempurnakan program perlindungan sosial, peningkatan akses masyarakat miskin terhadap pelayanan dasar, pemberdayaan masyarakat, dan pembangunan yang insklusif Kompasiana.com, 2013. Program-program pengentasan kemiskinan yang dirancang pemerintah tidak hanya bersifat sementara. Dalam setiap program tersebut masyarakat miskin harus diberdayakan sehingga pada akhirnya bisa menyelesaikan masalahnya sendiri. Program-program yang berbasis pemberdayaan masyarakat bertujuan untuk meningkatkan sinergi dan optimalisasi masyarakat di kawasan perdesaan dan perkotaan serta memperkuat penyediaan dukungan pengembangan kesempatan berusaha bagi penduduk miskin. Beberapa program yang telah dijalankan pemerintah berkaitan dengan pemberdayaan masyarakat yaitu: • Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat PNPM di daerah perdesaan dan perkotaan • Program Pengembangan Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah • Program Pembangunan Daerah Tertinggal dan Khusus 19 • Penyempurnaan dan pemantapan program pembangunan berbasis masyarakat. Program-program pengentasan kemiskinan ini dibuat berdasarkan kebutuhan masyarakat yang paling utama atau kebutuhan primernya. Dengan mempertimbangkan hal tersebut maka pemerintah saat ini juga sudah memulai Progam bantuan Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni. Sebagaimana diketahui bahwa rumah merupakan kebutuhan primer setiap orang dan merupakan tempat yang memiliki fungsi yang multidimensional. Kelayakan suatu rumah akan sangat menentukan bagaimana seorang individu menjalankan kehidupan sosialnya setiap hari. Namun untuk mewujudkan suatu rumah yang sesuai dengan standar kelayakan bukanlah suatu proses yang mudah bagi masyarakat yang berada dibawah garis kemiskinan. Ketidakberdayaan mereka memenuhi kebutuhan rumah yang layak huni berbanding lurus dengan pendapatan dan pengetahuan tentang fungsi rumah itu sendiri. Sebagai penanda tangan kesepakatan global tentang pencapaian tujuan- tujuan pembangunan milenium MDGs, Indonesia memiliki waktu sekitar enam tahun untuk membuktikan komitmennya. Dalam target ke-7 MDGs, tertera tujuan mencapai perbaikan berarti dalam kehidupan penduduk miskin di permukiman kumuh pada 2020.Saat ini, menurut data resmi, jumlah kebutuhan perumahan di Indonesia telah mencapai 7-8 juta unit dan akan bertambah sekitar 1,4 juta unittahun, sebuah angka yang sangat besar, meskipun sebenarnya belum sepenuhnya menggambarkan kondisi yang ada. Hal ini dikarenakan tidak adanya pertimbangan sekian juta keluarga yang walaupun sudah tercatat memiliki tempat tinggal, kondisi perumahan mereka tidak memenuhi standar kelayakan. Mudah 20 diduga mayoritas yang membutuhkan tempat tinggal tersebut ialah mereka yang berpenghasilan pas-pasan dan karena itu pemenuhan kebutuhannya memerlukan uluran tangan pemerintah Lampost.com, 2014. Sebuah fenomena yang patut dicermati di Indonesia sejak beberapa dekade terakhir ialah kenyataan pertumbuhan ekonomi yang tinggi tidak serta-merta membawa perbaikan pada sistem penyediaan perumahan bagi mayoritas masyarakat, yang terjadi justru sebaliknya. Di kota-kota yang ekonominya berkembang pesat, seperti Jakarta dan Surabaya, kondisi perumahan bagi mayoritas masyarakat makin memburuk. Harga rumah bagi mereka yang berpenghasilan tetap sekalipun makin tidak terjangkau. Semua itu merupakan indikasi terjadinya krisis perumahan yang melanda Indonesia, khususnya di daerah perkotaan, sejak beberapa dekade terakhir.Ragam tawaran solusi sebenarnya konstitusi negeri ini dengan tegas menyatakan negara berkewajiban membantu mengadakan rumah yang layak bagi rakyat Indonesia UUD 1945, Pasal 48 H. Begitu pula UU No. 252000 tentang Propenas dan UU Bangunan Gedung 2003 Pasal 43 Ayat [4] yang mewajibkan pemerintah daerah memberdayakan masyarakat miskin yang belum memiliki akses pada rumah. Semua arahan konstitusional tersebut bertujuan memberikan aksesibilitas rumah bagi rakyat Indonesia, terutama bagi kelompok lemah ekonomi Lampost.com, 2014. Menteri Sosial RI ke-25 periode kerja 2009-2014, Salim Segaf Al Jufri menyatakan bahwa Kementerian Sosial sedang melakukan rehabilitasi Rumah Tidak Layak Huni RTLH sebanyak 2,3 juta di 33 provinsi. Rehabilitasi RTLH tersebut diprioritaskan untuk Rumah tangga sangat miskin RTSM dengan dana 21 Rp 10 juta per RTLH. Hal tersebut dilakukan guna memutus mata rantai kemiskinan di Indonesia karena rumah layak huni adalah kebutuhan penting bagi warga miskin yang mengalami keterbatasan ekonomi. Selanjutnya, Menteri Sosial menambahkan bahwa selama ini Kemensos berupaya memenuhi kebutuhan rumah bagi warga miskin dengan menjalankan program rehabilitasi rumah tidak layak huni yang tentunya prosesnya melibatkan peran aktif masyarakat secara gotong royong dan semangat kesetiakawanan sosial Pancanaka, 2013 . Salah satu Kabupaten yang melaksanakan program ini adalah Kabupaten Nias Barat. Kabupaten ini merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Nias berdasarkan Keputusan Presiden RI No. 46 Tahun 2009. Jumlah penduduk Nias Barat yakni 91.701 jiwa yang terdiri dari 18.815 kepala keluarga dan jumlah penduduk miskin yang tersebar di beberapa desa di Kabupaten ini yakni 69.651 jiwa. Jumlah ini menunjukkan bahwa mayoritas penduduk daerah ini masih berada di bawah garis kemiskinan. Kondisi ini menjadi tolak ukur dilaksanakannya program pengentasan kemiskinan Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni di Kabupaten Nias Barat. Dari data yang diambil dari Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kabupaten Nias Barat terdapat 10.515 unit rumah tidak layak huni di kabupaten ini yang tersebar di 8 kecamatan. Berdasarkan Peraturan Bupati Nias Barat tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni Nomor 21 Tahun 2014 dijelaskan bahwa nomenklatur program ini adalah Pemberian Bantuan Sosial Rehabilatasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni RS-RTLH. Program ini sudah dijalankan sejak tahun 2014 dan dikelola oleh Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kabupaten Nias Barat. Pada tahun 2014 telah 22 dilaksanakan rehabilitasi rumah sebanyak 50 unit yang terdapat di 3 kecamatan yaitu Kecamatan Lahomi 12 unit, Mandrehe 27 unit, dan Lolofitu Moi 11 unit. Pemilihan daerah penerima bantuan RS-RTLH berdasarkan peninjauan terlebih dahulu oleh pengelola program ini. Pada dasarnya ke delapan kecamatan yang berada di Kabupaten Nias Barat merupakan sasaran program bantuan sosial ini. Namun untuk tahun 2014 karena keterbatasan dana maka hanya tiga kecamatan yang ditetapkan sebagai penerima bantuan sosial. Ketiga kecamatan terpilih ini karena melintasi jalan provinsi dan kabupaten menuju ibu kota Kabupaten Nias Barat. Dalam pelaksanaan program bantuan sosial di bidang perumahan ini, Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kabupaten Nias Barat menetapkan konsultan perencana untuk melakukan survey di lapangan dan membuat desain serta rencana anggaran biaya RAB setiap unit sebagai pedoman yang tertuang dalam petunjuk pelaksanaan juklak dan dijabarkan pada kontrak pekerjaan. Desain gambar ini akan diberikan kepada kelompok sasaran yang mana disetiap desa dikelola oleh dua kelompok dan setiap kelompok memiliki ketua dan bendahara. Pada proses pencairan dana bantuan sosial ini dari kas daerah Kabupaten Nias Barat kemudian diberikan kepada pengelola program yaitu Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kabupaten Nias Barat dan diteruskan kepada pengurus kelompok penerima bantuan yang diwajibkan membuka rekening di Bank Pembangunan Daerah Sumatera Utara BPDSU cabang Lahomi. Pada kontrak pekerjaan telah ditetapkan untuk penarikan dana tahap pertama 50 uang muka dan tahap kedua sebesar 50 dibayarkan setelah pekerjaan selesai 100. 23 Dana yang telah diterima oleh kelompok sasaran ini digunakan untuk mengadakan material bahan bangunan yang akan digunakan untuk merehabilitasi rumah penerima bantuan sosial ini. Dalam ketentuan Bupati Nias Barat, pembangunan dikerjakan selama 100 hari setelah pencairan dana pertama dan diberikan dispensasi kepada rumah tangga yang melakukan rehabilitasi lebih dari ketentuan yang ditetapkan dengan menggunakan dana sendiri untuk menambah kekurangan biaya pembangunan. Pada tahun 2014 program ini sudah selesai dilaksanakan namun pelaksanaan monitoring dan evaluasi sedang dalam proses. Sebagai salah satu program pengentasan kemiskinan maka sangat diharapkan dengan dilaksanakannya program ini angka kemiskinan di Kabupaten Nias Barat bisa menurun. Penurunan angka kemiskinan adalah salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu daerah. Kabupaten Nias Barat sebagai daerah otonomi baru harus mampu menunjukkan kemandirian dalam melaksanakan pembangunan daerah melalui program-program yang tepat sasaran sehingga berdampak langsung bagi kehidupan masyarakat yang tinggal di daerah ini. Sebagai program yang masih berjalan selama satu tahun di Kabupaten Nias Barat, bantuan sosial RS-RTLH sangat perlu diamati keefektivitasannya dalam pemberdayaan masyarakat miskin di kabupaten ini sehingga bisa dilanjutkan pelaksanaannya untuk tahun-tahun berikutnya. Berdasarkan uraian latar belakang permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya, maka peneliti merasa tertarik untuk meneliti bagaimana “ Efektivitas 24 Pemberdayaan Masyarakat Miskin Melalui Program Rehabilitasi Sosial Rumah Tidak Layak Huni Oleh Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kabupaten Nias Barat”.

1.2 Perumusan Masalah