100 Berdasarkan diagram batang pada gambar 8, dapat diketahui capaian rata-
rata hasil belajar 63,81 kategori cukup pada pra siklus meningkat menjadi 78,33 kategori baik pada siklus I, kemudian meningkat menjadi 85,24 kategori baik
sekali pada siklus II. Peningkatan hasil belajar dari pra siklus ke siklus I sebesar 14,52. Setelah dilakukan perbaikan, hasil belajar siklus I ke siklus II meningkat
sebesar 6,90.
d. Refleksi
Secara umum dalam pelaksanaan siklus II tidak ditemukan kendala yang berarti, karena pada siklus II ini merupakan perbaikan dari saran-saran
yang ditemukan pada siklus I berdasarkan hasil diskusi dengan guru kelas. Peneliti bersama guru menerapkan cara yang lebih efektif agar kekurangan pada
siklus I tidak terulang lagi di siklus II sehingga hasil yang diperoleh lebih maksimal, baik dari segi hasil belajar maupun aktivitas siswa. Adanya
peningkatan tersebut menunjukkan bahwa tindakan dalam penelitian ini dikatakan sudah berhasil.
B. Pembahasan
Aktivitas dan hasil belajar siswa pada pra siklus belum maksimal. Hal itu ditunjukkan dengan persentase aktivitas sebesar 23,36 kategori sangat kurang
dan rata-rata capaian hasil belajar pada pra siklus sebesar 63,81 kategori cukup. Kurang maksimalnya hasil belajar siswa saat pra siklus dikarenakan siswa belum
terlibat aktif dalam kegiatan pembelajaran. Guru belum menggunakan pendekatan pembelajaran yang variatif dan cenderung menyampaikan materi IPA yang
101 membutuhkan praktik dengan berceramah. Guru belum mengaitkan materi
pelajaran dengan kenyataan yang ada di sekitar siswa. Guru juga kurang memperhatikan siswa saat proses pembelajaran berlangsung sehingga sering kali
siswa bermain sendiri karena bosan dan tidak adanya hal yang membuat siswa tertarik. Hal ini dipertegas oleh pendapat Asyari 2006: 1, yang mengatakan
bahwa di Indonesia banyak dijumpai guru IPA dalam pembelajarannya masih kurang bervariasi dalam menggunakan pendekatan dan pendekatan pembelajaran.
Pada observasi pra siklus di SD Negeri 1 Srandakan, guru belum menggunakan pendekatan pembelajaran IPA yang variatif, sehingga aktivitas dan hasil belajar
siswa belum memuaskan. Penggunaan pendekatan CTL dalam pembelajaran IPA dapat membuat
pembelajaran IPA bermakna. Karena pendekatan CTL mengaitkan materi dengan kenyataan serta melibatkan siswa berperan aktif melalui pengamatan dan
percobaan. Pendekatan CTL melibatkan siswa aktif secara fisik maupun mental. Melalui aktivitas fisik dan mental akan memberikan pengalaman bermakna bagi
siswa. Pendekatan CTL dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa, hal ini diperkuat oleh pendapat Trianto 2013: 108 yang menyatakan bahwa
pemanfaatan pendekatan CTL akan menciptakan ruang kelas yang di dalamnya siswa akan menjadi peserta aktif bukan hanya pengamat yang pasif, dan
bertanggung jawab terhadap belajarnya. Hal tersebut juga sejalan dengan pendapat
Sa’ud 2013: 165 yang menyatakan pendekatan CTL menekankan pada aktivitas siswa secara penuh, baik fisik maupun mental. Pendekatan CTL
memandang bahwa belajar bukanlah kegiatan menghafal, mengingat fakta-fakta,
102 mendemonstrasikan
latihan secara
berulang-ulang akan
tetapi proses
berpengalaman dalam kehidupan nyata. Proses berpengalaman tersebut memberikan pengalaman bagi siswa melalui aktivitas pembelajaran. Aktivitas
yang bermakna akan membangun pengetahuan siswa serta melatih siswa untuk memecahkan masalah. Hal tersebut didukung oleh pendapat Johnson 2004: 24
yang menyatakan bahwa CTL memiliki delapan komponen yang melandasi pelaksanaan proses pembelajarannya, yaitu: making meaningful connections
, d
oing significant work
,
self-regulated learning
, c
ollaborating
,
critical and creative thinking
, n
urturing the individual
,
reaching high standards
, dan
using authentic assessment. Prinsip tersebut mendukung siswa untuk terlibat aktif dalam kegiatan
pembelajaran. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di kelas VA SD Negeri 1
Srandakan, penggunaan pendekatan CTL dalam pembelajaran IPA dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar. Hal ini ditunjukkan dengan persentase
aktivitas siswa pada pra siklus sebesar 23,36 kriteria sangat kurang, setelah menerapkan pendekatan CTL aktivitas meningkat menjadi 78,80 kriteria baik
pada siklus I. Sedangkan untuk rata-rata capaian hasil belajar pada pra siklus 63,81 kriteria cukup meningkat menjadi 78,33 kriteria baik.
Aktivitas yang tergolong tinggi adalah motor activities sebesar 86,51 kategori sangat baik dan visual activities dengan persentase sebesar 87,30
kategori sangat baik. Motor activities dan visual activities tergolong tinggi
karena pendekatan CTL memiliki komponen making meaningful connections, collaborating, dan
d
oing significant work. Melalui proses inkuri tersebut bertujuan
103 untuk membangun pengetahuan siswa yang sesuai dengan komponen CTL yaitu
making meaningful connections. Komponen collaborating terdapat pada saat melakukan percobaan siswa secara berkelompok sehingga siswa aktifi untuk
bekerjasama dengan anggota kelompoknya. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa tidak sekedar hasil mengingat fakta, tetapi hasil dari proses
menemukan sendiri yang merupakan komponen CTL berupa
d
oing significant work. Proses menemukan dilakukan oleh siswa melalui kegiatan pengamatan dan
percobaan. Hal ini sejalan dengan Hanafiah dan Suhana 2012: 73 yang menyatakan proses inkuiri ini terdiri dari: 1 observasi, 2 bertanya, 3
mengajukan dugaan, 4 pengumpulan data, dan 5 penyimpulan. Siswa yang aktif dalam mengikuti inkuiri akan mampu menyimpulkan materi yang dipelajari
sehingga hasil belajarnya meningkat. Sedangkan, aktivitas yang tergolong masih rendah pada siklus I adalah Oral
activities sebesar 67,46 termasuk dalam kategori cukup. Hal tersebut diikarenakan siswa masih ragu dan malu saat bertanya maupun berpendapat.
Selain itu, keterampilan bertanya jarang diterapkan oleh guru. Pendekatan CTL melibatkan siswa dalam kegiatan pembelajaran sehingga
siswa memiliki pengalaman yang bermakna. Pengalaman yang dialami siswa akan mudah diingat oleh siswa dalam jangka yang lama, sehingga mempermudah
mengingat materi pelajaran yang dipelajari. Hal ini sejalan dengan Usman Samatowa 2006: 12 yang mengatakan bahwa anak usia SD lebih cocok belajar
melalui pengalamanya langsung, dimana pengalaman yang diperoleh siswa akan lebih lama diingat siswa sehingga akan meningkatkan pemahaman siswa terhadap
104 materi yang dipelajari, dengan kata lain jika aktivitas siswa dalam pembelajaran
meningkat maka hasil belajar pun akan ikut meningkat. Peningkatan hasil belajar siswa ini terjadi karena melalui pembelajaran
dengan pendekatan CTL siswa mengalami pengalaman belajar langsung melalui kegiatan percobaan dan dikaitkan dengan kenyataan di kehidupan sehari-hari,
dengan begitu materi yang dipelajari akan cepat dipahami dan diingat. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Sugiyanto 2010: 16 menyatakan bahwa belajar
akan lebih bermakna jika siswa mengalami apa yang dipelajarinya bukan hanya mengetahuinya. Selain itu, melalui 8 komponen pendekatan CTL making
meaningful connections
, d
oing significant work
,
self-regulated learning
, c
ollaborating
,
critical and creative thinking
, n
urturing the individual
,
reaching high standards
, dan
using authentic assessment akan melatih siswa untuk berpikir memecahkan masalah. Dengan mengaitkan materi pembelajaran dengan
kehidupan nyata, siswa akan terlatih untuk membuat hubungan antara pengalaman yang dimiliki untuk memecahkan masalah. Hal ini sejalan dengan pendapat
Hamruni 2012: 151 yang menyatakan bahwa pendekatan CTL adalah pembelajaran yang menekankan keterkaitan antara materi pembelajaran dengan
kehidupan dunia nyata siswa sehingga siswa mampu menghubungkan dan menerapkan kompetensinya dalam kehidupan sehari-hari hingga dapat
menemukan makna dari apa yang dipelajarinya. Pada siklus I terdapat beberapa kekurangan sehingga perlu diadakan
perbaikan pada siklus II. Adapun perbaikan yang dilakukan meliputi pembagian kelompok heterogen berdasarkan hasil belajar siklus I, menggunakan kartu tanya,
105 memberikan perhatian pada siswa yang belum lulus KKM, dan memberi teguran
pada siswa yang ramai saat mengikuti pelajaran. Setelah dilakukan kegiatan perbaikan pada siklus II, aktivitas belajar
meningkat menjadi 88,43 kriteria sangat baik. Sedangkan rata-rata capaian hasil belajar pada siklus II mencapai 85,24 kriteria baik sekali. Hal tersebut
sesuai dengan Arikunto 2009:345 yang mengkategorikan rentang nilai 80-100 termasuk dalam kategori baik sekali. Purwanto 2012: 45 yang mengatakan hasil
belajar merupakan perolehan dari proses belajar yang sesuai dengan tujuan pengajarannya. Ditunjukkan ketika kegiatan awal pembelajaran guru selalu
menyampaikan tujuan dari percobaan yang mereka lakukan, sehingga siswa mengetahui tujuan mereka melakukan pembelajaran tersebut.
Aktivitas dan hasil belajar mengalami peningkatan karena siswa sudah terbiasa melakukan pembelajaran menggunakan pendekatan CTL yang
mengaitkan materi pelajaran dengan kenyataan di sekitar siswa dan didalamnya diselipi percobaan serta pengamatan sehingga siswa lebih mudah tertarik dan
merasa senang mengikuti pembelajaran sampai selesai dengan baik. Pembelajaran yang melibatkan siswa ikut aktif dan belajar sambil bermain akan lebih membuat
siswa merasa senang karena tidak merasakan bahwa ia sedang mengikuti pembelajaran atau belajar Ginnis, 2008: 163. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran IPA melalui pendekatan CTL dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar IPA kelas VA SD Negeri 1 Srandakan dan dihentikan sampai siklus
II karena hasil yang dicapai telah melebihi kriteria keberhasilan dalam penelitian ini.
106
C. Keterbatasan Penelitian