Biografi Pengarang ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL GAJAH MADA: TAHTA DAN ANGKARA KARYA LANGIT KRESNA HARIADI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA DI SMA

Langit cantumkan di dalam novelnya banyak yang tidak akurat. Langit mengamini hal ini terjadi karena ia menulis novel tersebut tanpa riset yang benar. Dari situlah keempat sekuel novel Gajah Mada ia buat berdasarkan riset yang sungguh-sungguh guna tidak adanya kesalahinformasian kepada pembaca. Selain menelaah dari buku atau internet, Langit juga mendatangi situs-situs bersejarah yang mendukung tulisannya. Ia pergi ke Sapih di daerah Probolinggo, yang termasuk wilayah Madakaripura dan di sana terletak prasasti Sumpah Palapa. Kemudian ia ke Singapura untuk membayangkan armada Majapahit di wilayah Tumasek. Ia juga ke situs Karang Kamulyan yang diperkirakan tempat berdirinya Kerajaan Sunda Galuh. Namun, ia kesulitan menetapkan lokasi di mana perang Bubat berlangsung. Karena masih ada polemik mengenai letak lapangan Bubat. Langit juga dibantu oleh Yayasan Peduli Majapahit untuk mendapatkan akses data mengenai situasi Majapahit berdasarkan rekonstruksi Henry Maclaine Pont, seorang peneliti dan arsitek dari Belanda. Dari situ ia dapat membayangkan bahwa Kerajaan Majapahit sangat besar. Ia melihat balai prajurit majapahit yang telah dipugar oleh Kodam Brawijaya sangat megah, berarti istana Majapahit pasti lebih megah dan besar. Menurut Langit, Majapahit bisa dikatakan sebagai pemersatu atau agresor. Tapi Majapahit tidak mungkin menyerang jika tidak ada sebab. Jika suatu wilayah tidak ingin bergabung dengan kerajaan Majapahit dengan sukarela, barulah melancarkan serangan. Hal ini dikarenakan Gajah Mada tidak ingin peristiwa Tarta menyerang Singasari terulang lagi, maka ia pun berambisi menyatukan seluruh nusantara di bawah panji Majapahit. Masalah penyerangan, Langit membeberkan bahwa formasi perang ia adopsi dari cerita pewayangan Baratayudha walaupun sebenarnya pada masa itu formasi perang belum ada.

C. Pandangan Hidup

Langit Kresna Hariadi adalah penulis yang mengangkat sejarah dan budaya Jawa ke dalam karya-karyanya. Beliau berpendapat bahwa novel yang mengangkat tema mengenai sejarah kuno mengalami kekosongan setelah penulis-penulis besar seperti Pramudya Ananta Toer dan Seno Gumira Ajidarma vakum menulis cerita yang mengangkat sejarah. Karya sastra yang bergenre sejarah memang lebih mundur dari hadapan pembaca dibandingkan dengan karya sastra yang berbau kritik sosial. Karena tidak banyak pengarang yang dapat menghantarkan alur sejarah sedemikian nyata sehingga pembaca seakan ikut dalam peristiwa tersebut. Langit mencoba menjawab tantangan itu dengan membuahkan karya Candi Murca yang mengangkat sejarah Kerajaan Sriwijaya. Tak dinyana keinginannya untuk mengangkat kembali novel sejarah Indonesia disambut hangat oleh para pembaca. Menurut Langit, banyak hal yang bisa dipelajari dari masa lalu. Peristiwa kejayaan, masa-masa keemasan raja-raja pada jaman dahulu sebenarnya dapat kita pelajari dan amalkan untuk bangsa Indonesia ke depannya. Anak-anak dan para remaja sayangnya banyak yang tidak menyukai sejarah. Karya sastra yang mengangkat sejarah pun dinilai menggunakan “bahasa” yang terlalu tinggi bagi mereka. Karya-karya yang dihasilkan Langit menggunakan bahasa yang luwes yang bisa dikonsumsi oleh berbagai kalangan, sehingga diharapkan dapat memancing kaum muda untuk mulai menggemari sejarah Indonesia. “ Dokumen-dokumen sejarah berupa rontal dan karya-karya pujangga Majapahit memag perlu diterjemahkan ke dalam bahasa yang lebih dapat diterima oleh anak-anak dan pemuda. Dan akan sangat bermanfaat jika saja novel-novel seperti ini tidak saja dikonsumsi oleh mereka yang tertarik sejarah, tetapi ditanamkan ke dalam lubuk hati terdalam setiap anak Indonesia. Untuk meyakinkan bahwa bangsa ini punya pprofil-profil kempemimpinan yang luhur budi dan tinggi kemampuannya. Bukan hanya pemimpin kagetan seperti sekarang- sekarang ini. ” 6 6 Diposkan oleh Bhayangkara Indonesia, Jumat 11 April 2008, 03.27, http:bhayangkaraindonesia.blogspot.com200804biografi-gajahmada-oleh-langit-kresna.html Kerajaan Majapahit merupakan kerajaan yang memiliki wilayah kekuasaan terluas di Nusantara. Bahkan lebih luas dari wilayah negara Indonesia sekarang ini. Hal ini karena sifat-sifat kepemimpinan yang dapat membawa rakyat menuju zaman keemasannya. Namun, bukan berarti zaman itu akan berlangsung selamanya, karena tidak ada yang abadi di dunia ini. Langit juga mengungkapkan jika pemimpin melakukan tindakan yang menyimpang, maka akan membawa seluruh rakyat dalam kehancuran. 45

BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN

A. Kajian Unsur Intrinsik Novel Gajah Mada: Tahta dan Angkara

Karya Langit Kresna Hariadi Unsur intrinsik adalah unsur yang membangun sebuah karya sastra. Unsur-unsur intrinsik terbagi menjadi tema, plot, perwatakan, latar, sudut pandang, dan gaya penceritaan. Unsur-unsur yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah tema, plot, perwatakan, latar, dan gaya penceritaan.

a. Tema

Tema merupakan gagasan utama yang dimiliki oleh pengarang dan menempati posisi utama dalam cerita. Tema yang mendominasi dalam novel Gajah Mada: Tahta dan Angkara mengenai perebutan kekuasaan. Ada tiga kubu yang ingin merebut kekuasaan setelah meninggalnya Sri Jayanegara, yaitu Panji WiradapaRangsang Kumuda, Pakering Suramurda, dan Nyai TancaPanji Rukmamurti. Dari ketiga tokoh ini, hanya Panji WiradapaRangsang Kumuda yang memiliki dua jalur perebutan. Jalur yang pertama dan sama dengan jalur yang diambil oleh Pakering Suramurda adalah memanfaatkan keponakannya yang menikah dengan Sekar Kedaton. Karena Sekar Kedaton dua-duanya adalah perempuan, mereka mengharapkan jalannya pemerintahan nanti akan ditanggung oleh para suami, Raden Kudamerta atau Raden Cakradara. Jalur kedua dan diambil pula oleh Panji Rukmamurti adalah jalur makar. Dilihat dari keadaan Karang Watu dan banyaknya orang yang dilatih ilmu keprajuritan, perihal makar ini diduga telah direncanakan lama. Walaupun bagaimana Rangsang Kumuda dan Panji Rukmamurti bertemu itu tidak dijelaskan. Mengenai perebutan kekuasaan, setiap peralihan kekuasaan selalu ditandai dengan peristiwa berdarah. “Sejak zaman Mataram, perebutan kekuasaan selalu terjadi. Setiap peralihan kekuasaan selalu ditandai peristiwa berdarah,” Pancaksara melanjutkan. “Lebih-lebih zaman Singasari, wilayah paling berbahaya bagi negara adalah saat-saat peralihan kekuasaan. Sekarang, tidak layak cemaskah kita dengan pengalaman peralihan kekuasaan yang macam itu?” 1 Sigap Gajah Mada memberikan sembahnya. Tugas yangb sangat berat itu telah digenggam dan siap untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, maka demikianlah, dengan jelas dan gamblang Patih daha Gajah Mada melaporkan yang terjadi, siapa saja orang yang terbunuh dan kemungkinan kepentingan apa saja yang berada di belakang rentetan kejadian itu. Tegas dan penuh keyakinan Patih Daha Gajah Mada menyebut, apa yang terjadi itu merupakan tanda-tanda terjadinya perebutan kekuasaan. Di belakang Raden Cakradara ada pihak yang bermain, ingin menunggangi dan memanfaatkan Raden Cakradara. 2 Dan pergantian kekuasaan di negeri mana pun selalu menyisakan gejolak tanpa terkecuali Majapahit setelah meninggalnya Jayanegara. Udara pun terasa sesak. Gerah akan menyergap siapa pun yang mendambakan kedamaian dan ketenangan. Singasari telah memberi contoh. Di setiap pergantian kekuasaan, udara selalu tersa panas. 3

b. Plot

Alur atau plot adalah struktur rangkaian kejadian dalam cerita yang disusun sebagai sebuah interrelasi fingsional yang sekaligus menandai urutan bagian-bagian dalam keseluruhan fiksi. Bisa dikatakan bahwa secara umum, alur merupakan rangkaian peristiwa-peristiwa dalam sebuh cerita. Dalam menguraikan cerita alur terbagi ke dalam tahapan-tahapan yaitu pengenalan, konflik, komplikasi, klimaks, peleraian, dan penyelesaian. Alur atau plot di dalam novel Gajah Mada: Tahta dan Angkara adalah mundur-maju-mundur-maju atau bisa kita sebut alur campuran. Bagian pengenalan dalam novel ini diawali dengan cuplikan peristiwa terakhir di dalam novel kemudian peristiwanya 1 Langit Kresna Hariadi, Gajah Mada: Tahta dan Angkara, Yogyakarta: Tiga Serangkai, 2009, hlm. 35 2 Ibid, hlm. 241-242 3 Ibid, hlm. 337

Dokumen yang terkait

Citra Kuasa Wanita Jawa: Telaah Feminisme Kekuasaan dalam Novel Perang Paregrek Karya Langit Kresna Hariadi

0 6 20

Nilai Sosial dalam Novel Kubah Karya Ahmad Tohari dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra di SMA

45 364 133

Sarana retorika pada alur utama dan alur bawahan dalam Novel Gajah Mada: takhta dan angkara karya Langit Kresna Hariadi Indonesia Kelas XII

20 401 231

Kebudayaan Tionghoa dalam Novel Dimsum Terakhir karya Clara Ng dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA

0 17 158

Karakter Ayah dalam novel Ayahku (Bukan) Pembohong Karya Tere-Liye dan Implikasinya terhadap Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia di SMA

1 19 113

Kebudayaan Tionghoa dalam novel dimsum terakhir karya Clarang dan implikasinya terhadap pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia Di SMA

0 7 158

ANALISIS GAYA BAHASA DALAM NOVEL RATU KECANTIKAN KARYA LANGIT KRESNA HARIADI EDISI 2010 Analisis Gaya Bahasa dalam Novel Ratu Kecantikan Karya Langit Kresna Hariadi Edisi 2010.

0 1 12

BAB 1 PENDAHULUAN Analisis Gaya Bahasa dalam Novel Ratu Kecantikan Karya Langit Kresna Hariadi Edisi 2010.

0 2 5

NOVEL KIAMAT PARA DUKUN KARYA LANGIT KRESNA HARIADI; KAJIAN SOSIOLOGI SASTRA, NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DAN RELEVANSINYA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI SMA.

0 0 15

ASPEK SOSIAL BUDAYA DALAM NOVEL MENAK JINGGO SEKAR KEDATON KARYA LANGIT KRESNA HARIADI (Kajian Sosiologi Sastra, Nilai Pendidikan Karakter, dan Relevansinya dengan Pembelajaran Sastra di SMA).

0 0 19