36
BAB III TINJAUAN NOVEL
GAJAH MADA: TAHTA DAN ANGKARA
A. Sinopsis
Siapa yang tidak mengenal Gajah Mada? Tokoh fenomenal yang merupakan contoh sempurna seorang patriot sejati. Mengerahkan segala
pikiran, jiwa, dan raganya demi keutuhan dan kejayaan Kerajaan Majapahit. Tangan besi dan hati batu, itulah Gajah Mada.
Negeri yang damai dan tentram semasa pemerintahan Sri Jayanegara terusik oleh ulah Dharmaputra Winehsuka yang melakukan
makar dan memaksa Sri Jayanegara angkat kaki dari dampar. Gajah Mada, yang saat itu masih berpangkat bekel, memimpin pasukan kecilnya,
Bhayangkara,namun berkemampuan keprajuritan paling tinggi dibanding pasukan kerajaan yang lain, berusaha sekuat tenaga untuk mengembalikan
Sri Jayanegara kembali ketahtanya. Usaha itu pun tercapai. Dharmaputra Winehsuka dihukum mati atas perbuatannya dan Majapahit pun memulai
mengobati luka-luka makar tersebut. Tapi perebutan kekuasaan tetap berlanjut.
Sembilan tahun setelah makar Dharmaputra Winehsuka, Majapahit kembali dirundung masalah perebutan kekuasaan. Semua ini berawal dari
terbunuhnya Sri Jayanegara akibat diracun oleh tabib kerajaan kepercayaannya, satu-satunya Dharmaputra yang menyerah, Ra Tanca.
Setelah meracuni Sri Jayanegara, Ra Tanca pun tewas oleh keris beracun milik Gajah Mada yang telah berpangkat patih.
Sesuai dengan hukum monarki, tahta raja seharusnya jatuh kepada saudara satu darah. Namun, kedua saudara Sri Jayanegara bukan laki-laki
melainkan sekar kedaton. Yang lebih berhak atas tahta tentu saja yang tertua, Sri Gitarja, namun sikapnya yang sangat lembut membuat Gajah
Mada khawatir. Sedangkan sifat-sifat kepemiminan lebih dimiliki oleh adiknya, Dyah Wiyat. Tapi bukan para sekar kedaton yang membuat Gajah
Mada memikirkan ulang mengenai pewaris tahta, namun para suami sekar kedaton atau yang lebih tepat, orang-orang di balik mereka.
Raden Cakradara, suami Sri Gitarja, memiliki Pakering Suramurda di belakangnya. Celakanya justru Suramurda yang paling berhasrat
menjadikan Cakradara raja dengan mengawini Gitarja. Recana sedemikian rupa
pun disusun
oleh Suamurda
untuk menghalangipihak
lainnyamenguasai dampar, dengan cara apapun. Rencana yang sama juga disusun pendukung Raden Kudamerta,
Panji Wiradapa. Hanya saja motivasi Wiradapa yang menginginan jabatan Mahapatih apabila Kudamerta menjadi raja dibumbui dendam lama kepada
raja terdahulu, Raden Wijaya. Untuk mempertahankan kendalinya atas Kudamerta, Wiradapa menyandra orang-orang yang paling dicintai
Kudamerta, istri dan bayi laki-lakinya. Mengetahui Kudamerta telah beristri bahkan memiliki anak dan
menjadikan Dyah Wiyat sebagai istri kedua, Gajah Mada tentu saja tidak bisa bertindak diam. Hal ini semakin genting karena Ratu Gaytri, yang
memegang tahta sementara sekaligus ibu kandung kedua sekar kedaton, mengetahui hal ini, demikan juga Dyah Wiyat. Mengetahui ia dijadikan
istri kedua dan ditambah bahwa ia tidak mencintai Kudamerta membuat Wiyat sangat membenci suaminya. Namun, beban moral bahwa ia seorang
sekar kedaton yang merupakan panutan rakyatnya membuat ia tidak bisa meminta cerai, apalagi laki-laki yang ia cintai malah membunuh saudara
laki-lakinya. Selain itu Gajah Mada deengan dibantu pasukan khusus Bhayangkara juga harus menyelidiki keberadaan istri pertama Kudamerta,
Dyah Menur, serta bayinya. Gajah Mada merasa bahwa keberadaan bayi ini akan mengancam peralihan kekuasaan Majapahit di masa depan.
Di sisi lain, hal-hal ganjil terjadi di lingkungan istana dan membawa nama Cakradara dan Suramurda kepada kasus pembunuhan.
Gitarja yang mengetahui hal itu tidak bisa menyembunyikan hatinya yang hancur. Benarkah suami yang sangat dicintainya tega membunuh? Gitarja
merasa ia tidak pantas mengemban jabatan seorang ratu jika kedaan