Penelitian yang Relevan ANALISIS TEMA PEREBUTAN KEKUASAAN DALAM NOVEL GAJAH MADA: TAHTA DAN ANGKARA KARYA LANGIT KRESNA HARIADI DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA DI SMA
Mada memikirkan ulang mengenai pewaris tahta, namun para suami sekar kedaton atau yang lebih tepat, orang-orang di balik mereka.
Raden Cakradara, suami Sri Gitarja, memiliki Pakering Suramurda di belakangnya. Celakanya justru Suramurda yang paling berhasrat
menjadikan Cakradara raja dengan mengawini Gitarja. Recana sedemikian rupa
pun disusun
oleh Suamurda
untuk menghalangipihak
lainnyamenguasai dampar, dengan cara apapun. Rencana yang sama juga disusun pendukung Raden Kudamerta,
Panji Wiradapa. Hanya saja motivasi Wiradapa yang menginginan jabatan Mahapatih apabila Kudamerta menjadi raja dibumbui dendam lama kepada
raja terdahulu, Raden Wijaya. Untuk mempertahankan kendalinya atas Kudamerta, Wiradapa menyandra orang-orang yang paling dicintai
Kudamerta, istri dan bayi laki-lakinya. Mengetahui Kudamerta telah beristri bahkan memiliki anak dan
menjadikan Dyah Wiyat sebagai istri kedua, Gajah Mada tentu saja tidak bisa bertindak diam. Hal ini semakin genting karena Ratu Gaytri, yang
memegang tahta sementara sekaligus ibu kandung kedua sekar kedaton, mengetahui hal ini, demikan juga Dyah Wiyat. Mengetahui ia dijadikan
istri kedua dan ditambah bahwa ia tidak mencintai Kudamerta membuat Wiyat sangat membenci suaminya. Namun, beban moral bahwa ia seorang
sekar kedaton yang merupakan panutan rakyatnya membuat ia tidak bisa meminta cerai, apalagi laki-laki yang ia cintai malah membunuh saudara
laki-lakinya. Selain itu Gajah Mada deengan dibantu pasukan khusus Bhayangkara juga harus menyelidiki keberadaan istri pertama Kudamerta,
Dyah Menur, serta bayinya. Gajah Mada merasa bahwa keberadaan bayi ini akan mengancam peralihan kekuasaan Majapahit di masa depan.
Di sisi lain, hal-hal ganjil terjadi di lingkungan istana dan membawa nama Cakradara dan Suramurda kepada kasus pembunuhan.
Gitarja yang mengetahui hal itu tidak bisa menyembunyikan hatinya yang hancur. Benarkah suami yang sangat dicintainya tega membunuh? Gitarja
merasa ia tidak pantas mengemban jabatan seorang ratu jika kedaan
suaminya seperti itu dan akhirnya memutuskan menyerahkannya kepada Dyah Wiyat namun ditolak.
Ternyata bahaya perebutan kekuasaan tidak hanya datang dari dalam istana. Informasi yang didapat oleh pasukan khusus Bhayangkara
bahwa telah dibangun pasukan di wilayah terpencil di dalam hutan, membuat Gajah Mada waspada akan bahaya makar. Segala daya dan
upaya telik sandi dilakukan untuk mendapatkan informasi sedetil mungkin tentang pasukan ini. Akhirnya diketahuilah nama pemimpinnya yaitu
Raden Panji Rukmamurti dan tangan kanannya, Mandrawa. Ancaman pasukan misterius ini terhadap pihak istana semakin
menjadi dengan pencobaan pembunuhan terhadap Dyah Wiyat oleh Rukmamurti. Sebelumnya pesan-pesan kematian berupa mayat-mayat
yang dikirim ke lingkungan istana dan pencobaan pembunuhan terhadap Kudamerta,
telah membuat
Gajah Mada
terus meningkatkan
kewaspadaannya. Dan hal ini diperparah dengan cederanya pemimpin pasukan Bhayangkara, Senopati Gajah Enggon. Karena ancaman
pembunuhan ditujukan kepada pihak Dyah Wiyat dan Raden Kudamerta, tentu saja kecurigaan akan terlibatnya Raden Cakradara semakin
memuncak. Namun, hal yang tak terduga terjadi. Suramurda mati terbunuh. Hal ini membuat Gajah Mada harus mengerahkan setiap sel-sel
otaknya untuk mengungkapkan peristiwa sebenarnya yang terjadi. Di lain pihak Dyah Menur yang terancam dibunuh berhasil
diselamatkan oleh mantan anggota Bhayangkara, Pradhabasu. Pradhabasu yang merasa kasihan akan keadaan Menur menyembunyikannya dari
Gajah Mada karena ia mengetahui apa yang akan dilakukan Gajah Mada terhadap Dyah Menur dan bayinya. Pradhabasu berusaha menolong Dyah
Menur yang sangat ingin bertemu dengan suaminya dengan menyelundupkannya menjadi abdi dalem istana kiri, istana Dyah Wiyat.
Menur yang menyamar menjadi Sekar Tanjung tiba-tiba menjadi dayang kesayangan Wiyat. Tentu saja hal ini menjadi beban yang sangat berat
untuk Kudamerta.
Rencana makar Raden Panji Rukmamurti berhasil digagalkan dengan ditumpasnya pasukan tersebut dan ditangkapnya Rukmamurti
beserta Mandrawa. Pengadilan pun dilakukan di Bale Manguntur, dipimpin oleh Ratu Gayatri sendiri. Dari pengadilan itu diketahuilah
bahwa pembunuhan yang terjadi di dalam istana yang ditujukan untuk mengambinghitamkan Raden Cakradara dilakukan oleh Panji Wiradapa
agar tahta raja jatuh ke tangan Kudamerta. Serta dibukanya identitas asli Panji Rukmamurti yaitu Nyai Tanca, istri Ra Tanca. Dendamnya kepada
Gajah Mada yang telah membunuh suaminya dan kepada Dyah Wiyat yang selingkuh dengan suaminya membuatnya gelap mata dan
merancanakan makar. Mandrawa sendiri adalah salah satu anggota muda pasukan khusus Bhayangkara yang berkhianat akibat terjebak bujuk rayu
Nyai Tanca. Setelah menjatuhi hukuman kepada Nyai Tanca, Wiradapa, dan
Mandrawa, Ratu Gayatri memanfaatkan kesempatan ini untuk mengukuhkan status Dyah Wiyat sebagai istri sah dan satu-satunya Raden
Kudamerta demi keutuhan Kerajaan Majapahit dimasa depan. “Hamba belum pernah mengawini siapa pun, Tuan Putri,” jawab
Kudamerta dengan suara amat tegas. Dyah Menur yang mendengar pernyataan suaminya di depan
khalayak banyak mengukuhkan hatinya untuk memberikan suaminya tercinta kepada sekar kedaton. Dan pergi membawa bayi yang
dikhawatirkan Gajah Mada sebagai pembawa bencana bersama Pradhabasu.