c. Kondisi tubuh
Kondisi  tubuh  yang  normal  akan  lebih  mudah  mencapai  prestasi  belajar  yang diharapkan.  Dan  sebaliknya,  jika  terdapat  organ  tubuh  yang  kurang  normal  atau
sakit,  maka  dapat  menggangu  kegiatan  belajar  anak  sehingga  hasil  belajar  tidak sesuai dengan yang diharapkan.
2. Aspek psikologis
Aspek  psikologis  merupakan  aspek  yang  berhubungan    dengan  kejiwaan  seseorang. Aspek  ini  bersifat  rohaniah.  Aspek  psikologis  yang  dapat  mempengaruhi  prestasi
belajar anak antara lain a.
Kondisi mental Kondisi ini dapat berupa kemampuan mental dan taraf kecerdasan anak. Anak yang
memiliki  taraf  kecerdasan  yang  tinggi  dan  mental  yang  sehat,  lebih  mudah mencapai  hasil  yang  diharapkan.  Kegiatan  belajar  yang  dilakukan  anak  akan
berjalan  dengan  lancar.  Dan  sebaliknya,  jika  mental  anak  terganggu  dan  taraf kecerdasan relative rendah, maka dalam mencapai hasil belajar kurag sesuai dengan
yang diharapkan. b.
Emosi anak Emosi anak dapat berupa cara penyesuaian dirinya, kematangan emosi perasaan dan
sikap terhadap teman sekelas, dan sebagainya c.
Kebiasaan dan sikap terhadap pelajaran Untuk  dapat  mencapai  prestasi  belajar  yang  baik,  anak  harus  memiliki  kebiasaan
dan sikap yang antusias terhadap pelajaran. Jika anak kurang perhatian dan kurang berminat  terhadap  pelajaran,  maka  akan  menyebabkan  kegiatan  belajar  menjadi
terganggu
Sedangkan  faktor  eksternal  adalah  faktor  yang  timbul  dari  luar  diri  anak.  Faktor eksternal yang dapat mempengaruhi prestasi belajar anak dapat berasal dari:
a. Sekolah
Sekolah  adalah  tempat  anak  melakukan  kegiatan  belajar.  Dari  lingkungan sekolah  ada  beberapa  faktor  yang  dapat  mempengaruhi  prestasi  belajaranak
antara lain: 1
Sifat kurikulum 2
Interaksi guru dengan murid 3
Media yang digunakan dalam kegiatan belajar mengajar b.
Keluarga Keluarga adalah tempat pendidikan utama dari anak. Faktor yang mempengaruhi
prestasi belajar di keluarga antara lain: 1
Cara yang digunakan orang tua untuk mendidik anak-anaknya 2
Suasana atau keharmonisan keluarga 3
Perhatian orang tu terhadap pendidikan anak-anaknya 4
Keadaan social ekonomi keluarga Dari  penjelasan  di  atas,  anak  dipengaruhi  beberapa  faktor  dalam  mencapai
prestasi  belajar.  Dalam  keluarga,  orang  tua  memegang  peranan  penting  dalam proses  pertumbuhan  dan  perkembangan  anak  dari  masih  dalam  kandungan  sampai
anak tumbuh dan berkembang menjadi dewasa.  Sebelum sekolah, anak  melakukan pendidikan  yang  pertama  di  lingkungan    keluarga.  Keluarga  terutama  orang  tua
mendidik  anak-anaknya  dengan  membina  dan  mengarahkan  sesuai  dengan  minat dan bakat anak.
Pendidikan  dari  orang  tua    berpengaruh  besar  terhadap  anak  di  kemudian harinya.  Bila  pendidikan  yang  diterima  anak  dalam  keluarga  tidak  memberikan
kesempatan    anak  untuk  mengembangkan  potensi  yang  dimiliki  dalam  dirinya, Maka  hal  tersebut  akan  mempengaruhi  kehidupan  dan  tingkah  laku  anak  di
kemudian  hari.  Jika  anak  memperoleh  kesempatan  untuk  megembangkan potensinya, maka anak memiliki modal bagi kehidupan dan perkembangannya kelak
di kemudian harinya. Jadi faktor yang mempengaruhi prestasi belajar adalah faktor internal dan faktor
external, faktor internal antara lain fungsi panca indera, kesehatan dan kondisi tubuh tubuh harus stabil. Selain itu faktor external juga mempengaruhi diantaranya adalah
sekolah,  krluarga  yang  kondusif.  Jadi  antara  faktor  internal  dan  external  harus seimbang.
C. Pembelajaran matematika
1. Hakikat Matematika
Menurut Ruseffendi dalam Heruman  2008 : 1,  matematika adalah bahasa simbol; ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian secara induktif; ilmu tentang
pola  keteraturan,  dan  struktur  yang  terorganisasi,  mulai  dari  unsur  yang  tidak didefinisikan, ke unsur yang didefinisikan, ke aksioma atau postulat, dan akhirnya ke
dalil.  Sedangkan  hakikat  matematika  menurut  Soedjadi  yaitu  memiliki  objek  tujuan abstrak, bertumpu pada kesepakatan, dan pola pikir yang dedukatif.
Dalam  matematika,  setiap  konsep  yang  abstrak  yang  baru  dipahami  siswa perlu  segera  diberi  penguatan,  agar  mengendap  dan  bertahan  lama  dalam  memori
siswa,  sehingga  akan  melekat  dalam  pola  pikir  dan  pola  tindakannya.  Untuk keperluan  inilah,  maka  diperluan  adanya  pembelajaran  melalui  perbuatan  dan
pengertian,  tidak  hanya  sekedar  hafalan  atau  mengingat  fakta  saja,  karena  hal  ini akan mudah dilupakan siswa.
2. Pembelajaran Matematika di SD
Dalam  pembelajaran  matematika  di  tingkat  SD,  diharapkan  terjadi reinvention
penemuan  kembali.  Penemuan  kembali  adalah  penemuan  suatu  cara penyelesaian  secara  informal  dalam  pembelajaran  di  kelas.  Walaupun  penemuan
tersebut  sederhana  dan  bukan  hal  baru  bagi  orang  yang  telah  mengetahui sebelumnya,  tetapi  bagi  siswa    SD  penemuan  tersebut  merupakan  sesuatu  hal  yang
baru. Bruner  dalam  Heruman  2008:  4,  metode  penemuannya  mengungkapkan
bahwa  dalam  pembelajaran  matematika,  siswa  harus  menemukan  sendiri  berbagai pengetahuan yang diperlukannya. ‘Menemukan’ di sini terutama adalah ‘menemukan
lagi’  discovery,  atau  dapat  juga  menemukan  yang  sama  sekali  baru  invention. Oleh karena itu, kepada  siswa materi disajikan bukan dalam bentuk akhir dan tidak
diberitahukan  cara  penyelesaiannya.  Dalam  pembelajaran  ini,  guru  harus  lebih banyak berperan sebagai pembimbing dibandingkan sebagai pemberi tahu.
Menurut Hudoyo dalam Aisyah 2007: 1 matematika berkenaan dengan ide gagasan–gagasan,  aturan–aturan,  hubungan-hubungan  yang  diatur  secara  logis
sehingga  matematika  berkaitan  dengan  konsep–konsep  abstrak.    Pada  pembelajaran matematika  harus  terdapat  keterkaitan  antara  pengalaman  belajar  siswa  sebelumnya
dengan  konsep  yang  akan  diajarkan.  Hal  ini  sesuai  dengan  “Pembelajaran  spiral”, sebagai  konsekuensi  dalil  Burner.  Dalam  matematika,  setiap  konsep  berkaitan
dengan konsep lain, dan suatu konsep menjadi prasyarat bagi konsep yang lain. Oleh
karena itu, siswa harus lebih, banyak diberi kesempatan untuk melakukan keterkaitan tersebut.
Siswa  harus  dapat  menghubungkan  apa  yang  telah  dimiliki  dalam  struktur berpikirnya  yang  berupa  konsep  matematika,  dengan  permasalahan  yang  ia  hadapi.
Hal ini sesuai dengan pernyataan Suparno dalam Heruman 2008: 5 tentang belajar bermakna,  yaitu  “…kegiatan  siswa  menghubungkan  atau  mengaitkan  informasi  itu
pada pengetahuan berupa konsep-konsep yang telah dimilikinya”. Akan tetapi, siswa dapat  juga  hanya  mencoba-coba  menghafalkan  informasi  baru  tersebut,  tanpa
menghubungkan pada konsep-konsep yang telah ada dalam struktur kognitifnya. Hal ini terjadi belajar hafalan.
Kaitan antara matematika di sekolah dengan penelitian ini yaitu matematika merupakan  pengetahuan  dasar  sebagai  bekal  belajar  siswa  di  sekolah  dan  berguna
dalam  menyelesaikan  persoalan  sehari-hari  khususnya  dalam  materi  bangun  datar dan sifat-sifatnya. Selain itu, matematika juga sebagai bekal siswa untuk melanjutkan
ke  jenjang  pendidikan  selanjutnya  sehingga  matematika  merupakan  mata  pelajaran yang pokok untuk diajarkan di sekolah khususnya sekolah dasar.
Ruseffendi dalam Heruman 2008: 5 membedakan antara belajar menghafal dengan  belajar  bermakna.  Pada  belajar  menghafal,  siswa  dapat  belajar  dengan
menghafalkan  apa  yang  sudah  diperolehnya.  Sedangkan  belajar  bermakna  adalah belajar  memahami  apa  yang  sudah  diperoleh,  dan  dikaitkan  dengan  keadaan  lain
sehingga  apa  yang  ia  pelajari  akan  lebih  dimengerti.  Adapun  Suparno  menyatakan bahwa  belajar  bermakna  terjadi  apabila  siswa  mencoba  menghubungkan  fenomena
baru  ke  dalam  struktur  pengetahuan  mereka  dalam  setiap  penyelesaian  masalah. Selain belajar penemuan dan belajar bermakna, pada pembelajaran matematika harus