Materi Fikih di Madrasah |
173
028
MATERI FIQH DI MADRASAH
Pengantar Umum
Materi fikih untuk pembelajaran pada jenjang Madrasah Ibtidaiyah MI, Madrasah Tsanawiyah MTs, dan Madrasah Aliyah MA merupakan satu rangkaian materi yang
saling terkait. Muatan materi fikih jenjang MI, MTs, dan MA disusun secara bertahap untuk mencapai kompetensi sikap, pengetahuan dan keterampilan peserta didik. Orientasi
pembelajaran fikih pada masing-masing jenjang adalah sebagai berikut:
1. Materi Fikih di Madrasah Ibtidaiyyah MI
Pembelajaran Fikih di Madrasah Ibtidaiyah mencakup kelompok materi fikih ibadah dan dan kelompok fikih muamalah. Adapun ruang lingkup materi fikih ibadah
dan fikih mumalah di tingkat MI adalah: a. Fikih ibadah, meliputi: tata cara taharah, salat, puasa, zakat, dan ibadah haji; b. Fikih muamalah, meliputi: ketentuan tentang
makanan dan minuman yang halal dan haram, khitan, kurban, serta tata cara pelaksanaan jual beli dan pinjam meminjam.
2. Materi Fikih di Madrasah Tsanawiyah MTs
Pembelajaran fikih Madrasah Tsanawiyah meliputi ketentuan pengaturan hukum Islam dalam menjaga keserasian, keselarasan, dan keseimbangan antara hubungan
manusia dengan Allah SWT. dan hubungan manusia dengan sesama manusia. Adapun ruang lingkup mata pelajaran Fikih di Madrasah Tsanawiyah meliputi:
a.
Aspek fikih ibadah meliputi: ketentuan dan tatacara taharah, salat fardu, salat sunnah, dan salat dalam keadaan darurat, sujud, azan dan iqamah, berzikir dan
berdoa setelah salat, puasa, zakat, haji dan umrah, kurban dan akikah, makanan, perawatan jenazah, dan ziarah kubur.
b. Aspek fikih muamalah meliputi: ketentuan dan hukum jual beli, qirwi, riba, pinjam-
meminjam, utang piutang, gadai, dan borg serta upah.
174 |
Modul Fikih
3. Materi Fikih di Madrasah Aliyah MA
Pembelajaran fikih di Madrasah Aliyah meliputi kajian tentang prinsip-prinsip ibadah dan syari’at dalam Islam; hukum Islam dan perundang-undangan tentang zakat
dan haji, persoalan mumalah, jinayah dan hadd; peradilan dan hikmahnya; hukum Islam tentang keluarga, waris; ketentuan Islam tentang siyasah syar’iyah; dan
beberapa tema ushul fikih. Adapun ruang lingkup mata pelajaran fikih-ushul fikih di Madrasah Aliyah meliputi bidang Fikih dan Bidang Ushul Fikih
a.
Bidang Fikih meliputi: 1
prinsip-prinsip ibadah dan syari’at dalam Islam 2
Perundang-undangan tentang zakat dan haji 3
Hikmah dan pengelolaannya 4
Hikmah kurban dan akikah 5
Ketentuan hukum Islam tentang pengurusan jenazah 6
Hukum Islam tentang kepemilikan 7
Konsep perekonomian dalam Islam dan hikmahnya 8
Hukum Islam tentang pelepasan dan perubahan serta harta beserta hikmahnya;
9 Hukum Islam tentang wakwlah dan sulhu beserta hikmahnya;
10 Hukum Islam tentang iaman dan kafwlah beserta hikmahnya;
11 Riba, bank dan asuransi;
12 Ketentuan Islam tentang jinayah, hudud dan hikmahnya;
13 Ketentuan Islam tentang peradilan dan hikmahnya;
14 Hukum Islam tentang keluarga, waris;
15 Ketentuan Islam tentang siyasah syar’iyyah.
b. Ushul Fikih
1 Usul-fikih: pengertian, tujuan mempelajarinya, dan sejarahnya;
2 Hukum syara’, sumber hukum Islam yang muttafaq dan mukhtalaf;
3 Kaidah-kaidah usul fikih;
4 Masalah pengembangan hukum Islam.
Dalam modul PLPG ini, tidak seluruh materi tersebut dibahas, tetapi akan dipilihkan KD tertentu yang dirasa urgen untuk bahan pendalaman dan penguatan
materi Fikih sebagai bagian tidak terpisahkan dari kompetensi profesional yang harus dimiliki guru Fikih di MI, MTs dan MA.
A. Peta Konsep materi Pendalaman
1. Kaifiah bersuci dari hadas dan najis
2. Ketentuan shalat Idain dan Shalat Jum’at
3. Ketentuan Juali Beli dan Pinjam-meminjam
4. Ketentuan zakat
5. Ketentuan waris
6. Lafazh Amm-Khass, Muthlaq-Muqayad dan Manthuq-Mafhum
Materi Fikih di Madrasah |
175
B. Tujuan Pembelajaran
Setelah mempelajari modul ini, peserta diharapkan sebagai berikut: 1.
Memahami kaifiah bersuci dari hadas dan najis 2.
Memahami ketentuan shalat idain dan shalat jum’at 3.
Memahami ketenuan jual-beli dan pinjam-meminjam 4.
Memahami Ketentuan zakat 5.
Memahami Ketentuan waris 6.
Ketentuan lafaz amm-khass, muthlak-muqayad dan manthuq-mafhum.
C. Pendekatan dan Strategi
Pelatihan ini menggunakan pendekatan andragogy yakni proses pendidikan orang dewasa yang sudah memiliki pengalaman dan diarahkan pengembangannya
secara aktif dan mandiri. Strategi yang digunakan kombinasi berbagai meode active learning, seperti: brainstorming, ceramah interaktif, diskusi kelompok, tanya-jawab,
dan presentasi.
D. Media dan Alat Pembelajaran
1. Modul
2. Power point
3. Penugasan
4. Kertas plano
5. Spidol
6. Isolatip.
E. Uraian Materi
Materi Fiqh MI kelas I Semester Ganjil KOMPETENSI INTI
KOMPETENSI DASAR
3. Memahami pengetahuan faktual dengan cara mengamati [mendengar, melihat,
membaca] dan menanya berdasarkan rasa ingin tahu tentang dirinya, makhluk ciptaan
Tuhan dan kegiatannya, dan benda-benda yang dijumpainya di rumah dan di sekolah.
3.3 Memahami kaifiah bersuci dari hadas dan najis.
4. Menyajikan pengetahuan faktual dalam 4.1 Mensimulasikan tata cara bersuci dari
176 |
Modul Fikih
bahasa yang jelas dan logis, dalam karya yang estetis, dalam gerakan yang
mencerminkan anak sehat, dan dalam tindakan yang mencerminkan perilaku anak
beriman dan berakhlak mulia. hadas dan najis.
1.
Macam-macam Najis dan tata cara mensucikannya.
Khubuts najis adalah sesuatu yang kotor atau menjijikan, khubuts ini harus dibersihkan ketika hendak shalat. Adapun benda-benda khubuts adalah:
a. Bangkai, daging babi dan darah
Tiga jenis ini termasuk yang diharamkan oleh Allah Swt untuk dimakan, karena mengandung unsur najis yang harus dibersihkan ketika hendak menunaikan shalat. Hal ini
sebagaimana firman Allah Swt: “Katakanlah aku tidak jumpai di dalam wahyu yang disampaikan kepadaku makanan yang diharamkan kecuali bangkai, atau darah yang
mengalirmemancar, atau daging babi, karena itu adalah najis.” QS. Al-An’am: 145.
Bangkai meliputi bangkai binatang darat yang memiliki darah mengalir ketika disembelih, bukan bangkai binatang belalang dan bukan bangkai binatang laut. Karena
Rasulullah secara tegas bersabda:
t`q 0qze ɇb`rmespE`so
“Dia air laut itu suci dan halal bangkainya.” HR. Bukhari. Juga termasuk bangkai binatang yang tidak mempunyai darah mengalir seperti
semut, lebah dan lain-lain, maka ia adalah suci. Jika ia jatuh ke dalam suatu dan mati di sana, maka tidaklah menyebabkan bernajis.
_E`r,]`Tie,`erͅ+0`rs`Tiz˯eͧie+rizek` ɇb ͨwkEX,`rwYpz`rq elrwMT9`r,fmr
“Dihalalkan kepada kita dua macam bangkai dan darah, adapun dua bangkai ialah bangkai ikan dan belalang, sedang mengenai darah ialah hati dan limpa.” HR.
Ahmad, Syafi’i, Ibnu Majah, Baihaqi dan Daru Quthni.
b. Anjing dan Babi serta hewan yang dilahirkan dari keduanya.
Adapun dalil najisnya anjing adalah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Nabi Saw bersabda:
Materi Fikih di Madrasah |
177
]`R`r- 0eN4qa5Qz`gqX˼aTg\,j ʒa
“Jika seekor anjing menjilat bejana salah seorang diantara kalian, maka bersihkanlah kemudian basuhlah sebanyak tiga kali....al-hadits
c. Potongan daging dari anggota badan binatang yang masih hidup
Mengambil sebagian daging dari anggota badan binatang yang masih hidup adalah najis. Hal ini didasarkan kepada hadits dari Abu Waqid al-Laits yang mengatakan
bahwa Rasulullah Saw telah bersabda:“Sesuatu yang dipotong dari seekor binatang, sedang ia masih hidup maka potongan tersebut termasuk bangkai.”
d. Muntah, air kencing dan kotoran manusia.
Semua ulama sepakat bahwa muntah, air kencing dan kotoran manusia adalah najis. Kecuali jika muntahnya itu sedikit, maka dimaafkan. Hal ini didasarkan kepada
sabda Rasulullah Saw:
sz`rSʇkzaT6aXrqʙʒg\,X-
“Apabila muntah salah seorang diantara kamu dalam keadaan shalat, maka hendaklah keluar dari shalatnya dan berwudhulah
Selain muntah sebagai najis, air kencing dan kotoran pun dihukumi najis, karena sesuatu yang keluar dari qbul maupun dubul dihukumi najis. Tetapi diberi keringanan bagi
air kencing bayi laki-laki yang belum makan kecuali air susu ibunya. e.
Wadi, Madzi dan Mani Wadi adalah air yang berwarna putih, kental, sedikit berlendir yang keluar
mengiringi keluarnya air kencing dikarenakan kelelahan. Sedang madzi adalah air yang berwarna putih, bergetah yang keluar karena kuatnya dorongan syahwat, akan tetapi
keluarnya tidak disertai kenikmatan.
Keluar wadi dan madzi tidak diwajibkan mandi junub, tetapi cukup membersihkan kemaluannya dan berwudhu, hal ini didasarkan kepada hadits yang diriwayatkan oleh
Imam Bukhari dan Muslim: “Dari Ali bin Abi Thalib berkata: Saya kerapkali mengeluarkan madzi, sedang saya sendiri malu menanyakannya kepada Rasulullah Saw, karena
putrinya menjadi isteriku, maka saya menyuruh Miqdad untuk menanyakannya. Miqdad pun menanyakannya kepada beliau. Beliau menjawab “Hendaklah ia basuh kemaluannya,
dan berwudhulah.”
Adapun mani sebagian ulama berpendapat bahwa ia adalah suci, tetapi disunatkan mencucinya bila ia basah, dan mengoreknya bila kering. Aisah berkata: