Kebijakan Pembangunan Ekonomi Wilayah Pesisir Di Kabupaten Pelalawan

245 perlu pula dianalisis komoditi dari setiap sektor yang berpotensi memiliki keunggulan dan menjadi basis ekonomi Kabupaten Pelalawan. Di samping itu, komoditi-komoditi tersebut dapat pula dikelola lebih lanjut dalam industri pengolahan sehingga dapat memberikan nilai tambah. Pada Tabel 29 hasil analisis LQ komoditi dari setiap sektor sub sektor ekonomi Kabupaten Pelalawan, menunjukkan bahwa terdapat beberapa komoditi yang dapat dijadikan sebagai komoditi basis dalam pengembangan setiap sektor basis yaitu, antara lain: 1. Sektor Sub Sektor Tanaman Bahan Makanan Pangan dan Holtikultura 2. Sektor Sub Sektor Tanaman Perkebunan 3. Sektor Sub Sektor Kehutanan 4. Sektor Sub Sektor Perikanan Perikanan Laut Dari komoditi-komoditi basis di atas, dapat dilakukan pengolahan selanjutnya, yang salah satunya untuk pengembangan industri pengolahan di Kabupaten Pelalawan, tentunya dengan melakukan berbagai studi kelayakan. Secara historis ekonomi, terdapat beberapa komoditi yang menjadi basis Kabupaten Pelalawan, dimana komoditi-komoditi tersebut mampu bersaing di pasar nasional maupun internasional. Pada sektor kehutanan, Kabupaten Pelalawan memiliki potensi kayu yang besar, yang saat ini masih rendah pemanfaatannya baik eksplorasi maupun konservasi.

5.3. Kebijakan Pembangunan Ekonomi Wilayah Pesisir Di Kabupaten Pelalawan

.Perhitungan value interval terhadap 50 responden masyarakat nelayan tangkap dengan analisis MCDM menggunakan software PRIME ditinjau dari atribut pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya. Berdasarkan value interval terhadap atribut diketahui bahwa pola pengelolaan pemanfaatan dengan skenario economic dan enviroment lebih dominan dibanding dengan skenario yang lain. Dari sisi masyarakat nelayan tangkap untuk meningkatkan pendapatan nelayan harus dilakukan dengan memaksimalkan modal secara optimal, sementara masyarakat tidak punya kemampuan untuk pengelolaan sumberdaya perikanan, khususnya perikanan tangkap yang dapat sustainable bagi pembangunan wilayah 246 pesisir. Kebijakan pembangunan ekonomi pada wilayah pesisir dilaksanakan dengan mendorong pengembangan pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap. Pilihan tersebut berdasarkan hasil analisis memiliki peluang potensi yang besar terhadap selang nilai pada atribut yang akan mempengaruhi kebijakan ekonomi, sosial, lingkungan dan kelembagaan. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 9. Gambar tersebut merupakan output atau keluaran dari Value Tree pada software PRIME. Angka- angka yang terdapat dalam keluaran tersebut menggambarkan selang nilai atau bobot dari tiap alternatif pemanfaatan. Gambar 9. Pohon Nilai value tree Alternatif Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Tangkap Hasil analisis MCDM menggunakan software PRIME untuk value tree, menunjukkan bahwa aspek ekonomi merupakan prioritas pertama dalam pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap di wilayah pesisir Kabupaten Pelalawan. Prioritas kedua adalah aspek lingkungan, kemudiaan prioritas ketiga adalah aspek sosial dan prioritas keempat adalah aspek kelembagaan. Aspek ekonomi merupakan pertimbangan utama mengingat konsep pengembangan wilayah pesisir nantinya yang harus memberikan nilai signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat. Mengingat akan terdapat aktifitas yang komplek nantinya di wilayah pesisir, maka atribut dalam pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap dalam skenario pembangunan dan strategi pengembangan wilayah pesisir tersebut diklasifikasikan kedalam tiga skenario utama ialah yang menyangkut: status quo 247 scenario kondisi saat ini, economic driven scenario skenario dengan bobot ekonomi yang besar dan environmental driven scenario skenario dengan bobot lingkungan yang besar. Pengambilan skenario kondisi saat ini ialah untuk melihat pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap dalam pengembangan wilayah pesisir pada keadaan sekarang eksisting, skenario economic driven dengan mempertimbangkan pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap di wilayah pesisir yang berorientasi meningkatkan ekonomi dari kegiatan pengembangan wilayah pesisir itu sendiri dapat dilihat dari tingkat pendapatan nelayan, akses pasar dan sirkulasi perkembangan permodalan. Untuk skenario environmental driven mempertimbangkan pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap di wilayah pesisir dengan memperhatikan lingkungan sebagai kunci keberlanjutan dari pengembangan wilayah pesisir merupakan sumberdaya alam potensial ditinjau dari aspek lingkungan itu sendiri. Hasil analisis menunjukkan value interval selang nilai yang mendominansi pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap di wilayah pesisir mengarah kepada keputusan prioritas meningkatkan aspek ekonomi sebagaimana Gambar 10 di bawah ini. Weights: Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Tangkap Values 0.55 0.5 0.45 0.4 0.35 0.3 0.25 0.2 0.15 0.1 0.05 S u b a ttr ib u te s Kelembagaan Sosial LingEkologi Ekonomi 0.03 ... 0.054 0.097 ... 0.206 0.245 ... 0.408 0.409 ... 0.581 Gambar 10. Selang Nilai value interval Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Tangkap di Wilayah Pesisir Kabupaten Pelalawan Secara komprehensif hasil analisis terhadap alternatif pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap dapat di lihat urut pembobotan weighted sebagaimana Tabel 30 di bawah ini. Tabel 30. Prioritas Alternatif Pengelolaan Potensi 248 Sumberdaya Perikanan Tangkap di Wilayah Pesisir Kabupaten Pelalawan Selang Nilai Alternatif Pemanfaatan Bobot Kriteria Ekonomi Pendapatan Nelayan 0,606 1 Akses Pasar 0,243 3 Modal 0,324 2 Sosial Penyerapan Tenaga Kerja 0,769 1 Konflik Sosial 0,119 4 Partisipasi Masyarakat 0,214 2 Persepsi Masyarakat 0,167 3 Lingkungan Ketersediaan Stock 0,600 2 Pencemaran 0,625 1 Kelembagaan Peran Kelembagaan 0,054 2 Efektivitas Kelembagaan 0,600 1 Berdasarkan analisis, bahwa dalam pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap di wilayah pesisir Kabupaten Pelalawan perhatian utama harus diarahkan pada aspek ekonomi dengan atribut pendapatan nelayan dengan bobot 0,606. Untuk aspek sosialnya yang perlu diperhatikan adalah penyerapan tenaga kerja terhadap perikanan tangkap yaitu dengan nilai bobot 0,769, sedangkan pada aspek lingkungan atribut yang menjadi perhatian utama adalah pencemaran dengan nilai bobot 0,625 dan untuk aspek terakhir, yaitu aspek kelembagaan maka atribut yang perlu diperhatikan adalah efektivitas kelembagaannya dengan bobot 0,600. Hasil analisis MCDM menggunakan software PRIME didapatkan hasil pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap dilihat dari aspek ekonomi, sosial, lingkungan dan kelembagaan. Untuk aspek ekonomi yang dijadikan driven arahan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap di wilayah pesisir Kabupaten Pelalawan, maka atribut pendapatan nelayan mempunyai bobot yang paling tinggi yaitu 0,606, kemudian perlunya dukungan modal 0,324 dan atribut akses pasar 0,243. Nilai bobot tersebut dapat dilihat pada Gambar 11 di bawah ini. Weights: Ekonomi Values 0.6 0.55 0.5 0.45 0.4 0.35 0.3 0.25 0.2 0.15 0.1 0.05 Su b a tt ri b u te s Akses Pasar Modal Pendapatan Nelayan 0.135 ... 0.243 0.216 ... 0.324 0.488 ... 0.606 249 Gambar 11. Nilai Bobot dengan Aspek Ekonomi sebagai Arahan driven Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Tangkap di Wilayah Pesisir Kabupaten Pelalawan Lembaga permodalan juga menjadi penting dalam pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap karena lembaga ini diharapkan mampu memberikan bantuan modal, karena modal akan menjadi unsur utama dalam melakukan usaha pertanian. Lembaga permodalan yang dibahas adalah lembaga permodalan yang ada dilokasi penelitian, dibuat secara swadaya oleh masyarakat nelayan. Bentuk dari lembaga permodalan yang ada berupa koperasi, yaitu Koperasi Bina Pesisir Mandiri Desa Teluk Kecamatan Kuala Kampar dan Lembaga Pengkreditan Masyarakat Desa Kecamatan Pangkalan Kerinci. Dari dua koperasi tersebut jumlah anggota sebanyak 87 orang dengan simpanan sebesar Rp.24.830.000,00 dan volume usaha sebesar Rp.95.756.000,00. Kecilnya simpanan di kedua koperasi menjadikan pinjaman yang diberikan oleh koperasi kepada para petambak dan nelayan juga kecil. Sementara itu dari wawancara, masyarakat nelayan tangkap sangat mengharapkan Pemerintah Kabupaten Pelalawan dapat berperan dalam memberikan bantuan revitalisasi alat tangkap tradisional menjadi modern berupa kapal motor. Selanjutnya respondenpun menyatakan dukungan modal dari kelembagaan yang ada kurang berperan, ini terlihat dari 50 nelayan belum ada satupun yang memiliki sarana kapal motor, sehingga potensi perikanan di wilayah pesisir tidak dapat dioptimalkan oleh nelayan Kabupaten Pelalawan, namun dimanfaatkan oleh para nelayan di luar Kabupaten Pelalawan. Mengingat adanya selang nilai yang overlap antara satu atribut dengan yang lainnya, maka harus dilakukan analisis dominance sebagai tahap penentuan alternatif terbaik yang memungkinkan dari seluruh kombinasi alternatif yang ada. Hasil analisis dominance dapat dilihat pada Tabel 31 di bawah ini. 250 Tabel 31. Matriks Dominance untuk Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Tangkap di Wilayah Pesisir Kabupaten Pelalawan Skenario Status Quo Economic driven Environment driven Status Quo X M M Economic Driven H X Environmental Diven H X Keterangan : H : hijau, M : merah Hasil analisis dominance sebagaimana Tabel 31 diperoleh bahwa skenario pengembangan ekonomi dan pengendalian lingkungan lebih mendominasi dari pada skenario status quo nilai bobot kondisi saat ini yang besar dan ditunjukkan dengan Tanda huruf M merah pada matriks tersebut yang menunjukan bahwa alternatif pada baris didominasi oleh alternatif pada kolom. Sedangkan tanda huruf H hijau menunjukan sebaliknya alternatif pada kolom didominasi oleh alternatif pada baris, sementara tanda X menunjukan matriks diagonal yang tidak menunjukan dominasi. Hal ini sejalan dengan tujuan pembangunan berkelanjutan, bahwa peningkatan ekonomi tetap menjaga kelestarian lingkungan. Pada tahap akhir dari penentuan strategi pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan di Kabupaten Pelalawan adalah dilakukan analisis decision rules yang akan menentukan alternatif terbaik. Decision rules disajikan dalam bentuk indikator maximax, maximin, central values dan possible loss. Maximax disebut juga sebagai keputusan optimis dimana diasumsikan bahwa semua kemungkinan nilai berada pada atau dekat dengan batas tertinggi dari value interval yang disajikan sebelumnya Sebaliknya maximin atau keputusan pesimis mengasumsikan bahwa jika skenario terburuk terjadi, maka alternatif yang dipilih adalah alternatif yang memiliki nilai batas bawah yang tertinggi. Sementara central value memilih alternatif dengan nilai tengah yang paling besar. Hasil dari decision rules berdasarkan penekanan pada aspek economic dan enverioment disajikan pada Tabel 32 berikut. Pada penekanan aspek environmental seperti nampak pada Tabel 33 kemungkinan kerugian yang paling kecil akan diperoleh jika menggunakan pola secara environmental driven. 251 Tabel 32. Decision rules Pengelolaan Sumberdaya Perikanan dengan Economic Driven Kondisi MaxiMax MaxiMin Central Value MiniMax Regret Possible Loss Status Quo 1.000 Econ Driven √ √ √ √ 0.774 Envir Driven 0.000 Berdasarkan analisis aturan keputusan decision rules, seperti pada Tabel 32, diperoleh bahwa pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap di wilayah pesisir Kabupaten Pelalawan sekalipun dilakukan dengan kegiatan prioritas utama melalui economic driven, tetap tidak merusak lingkungan lingkunganekologi yang telihat dari possible loss kerugian terkecil yaitu 0,000. Alternatif scenario economic driven tetap ramah lingkungan dan menjadi alternatif utama. Kondisi ini terlihat dari kemauan masyarakat untuk menggali potensi sumberdaya perikanan yang ada cukup kuat, namun belum didukung finansial berupa investasimodal dan pasar sehingga potensi yang ada belum tergali untuk meningkat kesejahteraan masyarakat. Potensi sumberdaya perikanan yang tinggi, didukung dengan kekuatan modal dan pasar akan menghasilkan sebuah kekuatan ekonomi wilayah khususnya di Kabupaten Pelalawan, dan perlu dorongan pemerintah atas lembaga pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Pelalawan. Penekanan pada aspek environment dilakukan dengan memberi bobot lebih tinggi terhadap akses dan partisipasi, sedangkan konflik diberi bobot lebih rendah. Berdasarkan check list terhadap maximax, maximin, dan central values pada tabel maka alternatif pengelolaan sumberdaya perikanan lebih ditekankan pada pola user based karena memiliki kemungkinan kerugian possible loss paling rendah dibandingkan pola pengelolaan lainnya. Tabel 33. Decision Rules Pengelolaan Sumber Daya Perikanan dengan Environment Kondisi maximax maximin Central value Minimax regret Possible loss Status Quo 0.951 Econ Driven 0.548 Envir Driven 9 9 9 9 0.771 252 Pengambil keputusan hendaknya mempertimbangkan pola mana yang akan dilakukan berdasarkan pertimbangan aspek economic dan environment. Sistem pengelolaan berdasarkan penggunamasyarakat nelayan user based mempunyai beberapa kelebihan antara lain akses masyarakat terhadap sumberdaya perikanan relatif lebih tinggi karena aturan main kelembagaan ditentukan oleh masyarakat sendiri. Sehingga penguatan kelembagaan mutlak dilakukan untuk dapat menerapkan pengelolaan user based. Adanya kearifan lokal dan norma sosial menyebabkan terjadi efisiensi penggunaan sumberdaya perikanan sehingga menjamin adanya upaya dalam pengelolaan sumberdaya perikanan. Selain itu penetapan akses pasar dan modal dengan pola user based dinilai lebih baik dalam pengelolaan sumberdaya perikanan di dalam pembangunan ekonomi wilayah Kabupaten Pelalawan. Kelebihan pengelolaan sumberdaya perikanan komunal adalah tanggung jawab sepenuhnya masyarakat lokalmasyarakat setempat dan pemeliharaan serta rehabilitasi. Kekuatan kelembagaan pengelola sumberdaya perikanan timbul berkat partisipasi masyarakat untuk membayar iuran yang menimbulkan rasa memiliki dan kewenangan terhadap pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap. Pola pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap oleh masyarakat tergantung kekuatan struktur kelembagaan lokal untuk mengembangkan rasa memiliki anggotanya. Pengelolaan sumberdaya perikanan berdasarkan penggunamasyarakat nelayan user based yang mengedepankan partisipasi masyarakat nelayan. sebenarnya sudah di uji coba dengan berbagai pilot project. Namun pemerintah kurang memberikan penanganan yang serius untuk tindak lanjutnya. Sehingga sampai saat ini pola partisipatif dalam pengelolaan perikanan tangkap hanya terdapat di wilayah-wilayah yang memiliki kelembagaan adat yang kuat. Sehubungan keterbatasan kemampuan institusi formal pemerintah dan keterbatasan cara pendekatan tradisional yang top down dalam pembangunan, dan pentingnya pemerataan dan mengurangi jumlah kemiskinan maka perhatian sebaiknya ditujukan kepada adanya pergeseran kearah menggali potensi besar peranan partisipasi masyarakat komunal the participation of communities dalam perencanaan dan manajemen sektor publik dan penyediaan serta penyampaian 253 pelayanan jasa-jasa kepada masyarakat ditingkat lokal local level. Peranan komunitas menjadi semakin dianggap penting khususnya bagi Indonesia yang mewariskan pemerintahan sentralistik, sehingga banyak norma-norma adat yang dulunya efektif mengatur perilaku anggota masyarakat komunal menjadi rusak. Norma-norma adat dalam mengatur perilaku masyarakat komunal dalam kaitannya dengan usaha pengelolaan sumberdaya alam khususnya pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap dan penggunaan sumberdaya bersama common property resources atau dalam pengertian yang lebih sempit, untuk menyediakan local public goods sangat efektif, seperti dalam pengelolaan sistem perikanan tangkap, yang disebut sebagai local common, karena dalam local common ini dicirikan adanya kesulitan untuk memberlakukan user cost-price charge, disebabkan karena sifat tidak terpisahkan secara teknis technological non-excludability dari sumberdaya tersebut, sehingga tidak dapat diharapkan sebagai usaha yang mencukupi bagi kegiatan tangkap sumberdaya tersebut, berlainan seperti ditunjukkan oleh motivasi keuntungan profit motive para agents dalam kegiatan ekonomi pasar yang dilakukan secara terbuka. Agar dapat memanfaatkan potensi dari masyarakat komunal lokal secara efektif untuk pembangunan, maka kita membutuhkan adanya pemahaman terhadap dinamika dari komunitas dan pemerintahan lokal local administrations, untuk mendorong interaksi yang terjadi antar mereka dengan pemerintahan diatasnya. Maka suatu pemahaman yang lebih baik tentang kendala-kendala dari para pemain actorsplayers dalam tindakan pembangunan sangat penting untuk membangun suatu institusi yang mempunyai hubungan lebih sinergistik antara pemerintah dan masyarakat. Pola pengelolaan sumberdaya pengelolaan dengan menerapkan sistem pengelolaan yang melibatkan masyarakat, pada satu sisi menekankan efisiensi yang lebih tinggi daripada pengusaha besar karena pengelolaan masih bersifat lokal atau tradisional yang masih bersifat kearifan lokal. Berdasarkan analisis di atas dengan berbagai skenario, metode pengelolaan dengan memakai teknologi yang tinggi belum sesuai diterapkan di Indonesia selain masalah pendanaan juga kesiapan wilayah untuk mengadopsi sistem baru. Pola pengelolaan yang seragam akan membebani masyarakat nelayan kecil yang hanya bersifat tradisional 254 sehingga aspek kesetaraan dan keadilan kurang dikedepankan. Pola pengelolaan diterapkan di Indonesia saat ini dinilai kurang menguntungkan karena pengelolaan sumberdaya perikanan dilakukan oleh pemerintah kurang menguntungkan masyarakat lokal, sebaiknya pemerintah sebagai kontrol dalam pengelolaan. Survey di Kabupaten Pelalawan menunjukkan bahwa masyarakat pesisir nelayan yang ada di Kabupaten Pelalawan membutuhkan investasimodal dan akses pasar untuk meningkatkan pendapatan, oleh karena masyarakat nelayan yang berada di pesisir sangat minim dalam segala akses baik modal maupun pasar, dan dari aspek konflik sangat baik dengan ditunjukkan kecilnya terjadinya konflik sosial di masyarakat. Penentuan pilihan keputusan yang sebenarnya dalam dunia nyata tidak ada pemecahan yang berbentuk clear cut seperti pilihan yang berbentuk boundary solution. Pada pengambilan keputusan yang menekankan aspek ekonomi; tingkat optimum pada umumnya dicapai pada keputusan campuran optimum mixed dalam suatu interior solution diantara alternatif-alternatif pilihan yang tersedia, sambil memperhitungkan berbagai kemungkinan pemanfaatan sumberdaya perikanan secara ganda multiple uses dengan mengingat berbagai pihak yang berkepentingan stakeholders. Tetapi yang perlu diingat adalah bahwa pada pelaksanaan perbaikan kebijaksanaan ekonomi yang ditujukan kepada perbaikan golongan masyarakat lemah seperti para masyarakat nelayan, kiranya tidak dapat menentukan alokasi hak-hak pengunaan perikanan kepada berbagai kelompok yang berdayasaing yang berimplikasi politik, kearah pola alokasi yang ideal, seperti dengan mengembalikan hak-hak pakai sumberdaya perikanan kepada masyarakat komunal sepenuhnya, menurut keadaan semula the first best policy. Karena pilihan keputusan yang demikian banyak menghadapi kendala-kendala yang sering hampir tidak mungkin dapat dilakukan. Dengan demikian harus merasa puas dengan alternatif pemecahan melalui alokasi hak-hak yang paling layak feasible dilaksanakan yang merupakan the second best policy.

5.4. Kebijakan Rancangan Program