Latar Belakang Kajian Pengembangan Strategi Di Wilayah Pesisir Kabupaten Pelalawan Provinsi Riau

141 I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pelalawan merupakan salah satu kabupaten yang berada di Provinsi Riau. Kabupaten ini terletak di bagian tengah pulau Sumatera dan berbatasan langsung dengan Kabupaten Siak dan Kabupaten Kampar. Kabupaten Pelalawan dan Kabupaten Kampar merupakan kabupaten-kabupaten yang menyangga perkembangan wilayah Kota Pekanbaru. Kabupaten Pelalawan memiliki 12 kecamatan dengan luas wilayah mencapai 1.395.325 Ha dan dibentuk berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 53 tahun 1999 tentang Pembentukan Daerah Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Siak, Kabupaten Karimun, Kabupaten Natuna, Kabupaten Kuantan Sengingi dan Kota Batam. Undang-undang tersebut telah menyebabkan wilayah Kabupaten Kampar terbagi menjadi tiga kabupaten yaitu Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Rokan Hulu dan Kabupaten Kampar. Pelalawan sebagai kabupaten pemekaran seharusnya sudah melakukan upaya pemberdayaan potensi wilayah pesisir yang disesuaikan dengan Undang- Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau- Pulau Kecil sebagai bagian dari Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kabupaten RZWP-3-K. Strategi pengelolaan wilayah pesisir dimulai dari proses perencanaan, pemanfaatan, pengawasan dan pengendalian sumberdaya pesisir antar sektor, antara pemerintah dan pemerintah daerah, antara ekosistem darat dan laut, serta antara ilmu pengetahuan dan manajemen untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Salah satu hambatan belum ditetapkannya RZWP-3-K disebabkan revisi Rancangan Peraturan Daerah RANPERDA tentang Rencana Tata Ruang Wilayah RTRW Kabupaten Pelalawan sebagai pedoman RZWP-3- K sejauh ini belum ditetapkan menjadi Peraturan Daerah PERDA. Akibatnya RZWP-3-K mengalami kendala apabila lebih dulu disusun sebelum ditetapkannya RTRW, karena RZWP-3-K yang disusun lebih dahulu dapat tidak sesuai dengan rencana pengelolaan tata ruang. Salah satu faktor yang menyebabkan ketidaklancaran dan ketidaksesuaian dalam penyusunan RZWP-3-K terhadap 142 rencana tata ruang kabupaten adalah adanya kebijakan pemerintah baik itu kebijakan Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Provinsi Riau. Pada prinsip pendekatan pemberdayaan wilayah pesisir adalah kesesuaian upaya Kabupaten Pelalawan untuk menindaklanjuti visi pembangunan nasional dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang damai, demokratis, berkeadilan, berdayasaing, maju dan sejahtera, dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia NKRI yang didukung oleh manusia Indonesia yang sehat, mandiri, beriman, bertaqwa, berakhlak mulia, cinta tanah air, berkesadaran hukum dan lingkungan, menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, memiliki etos kerja yang tinggi serta berdisiplin. Visi pembangunan Provinsi Riau adalah ingin mewujudkan pusat perekonomian dan kebudayaan melayu dalam lingkungan masyarakat yang agamis, sejahtera lahir dan batin di Asia Tenggara tahun 2020, dan visi pembangunan Kabupaten Pelalawan untuk mewujudkan Kabupaten Pelalawan maju dan sejahtera, melalui pemberdayaan ekonomi kerakyatan yang didukung oleh pertanian yang unggul dan industri yang tangguh dalam masyarakat yang beradat, beriman, bertaqwa dan berbudaya melayu tahun 2030. Strategi yang dituangkan terhadap pembangunan wilayah pesisir di Kabupaten Pelalawan nantinya diharapkan mampu meminimalisir masalah kemiskinan dan ketertinggalan kawasan dengan cara menerbitkan kebijakan dan melaksanakan program-program pelayanan umum serta mendorong pola-pola keterkaitan dan kemitraan usaha. Pembangunan prasarana dan sarana fisik yang berkaitan dengan kegiatan ekonomi produktif masyarakat, seperti jalan dan jembatan, prasarana dan sarana pelayanan kesehatan, pendidikan dasar dan menengah serta prasarana dan sarana sosial lainnya. Pendekatan Kebijakan pengembangan ekonomi menjadi prioritas penting untuk meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi dari setiap sektor lapangan usaha dan pemerataan ekonomi wilayah untuk menciptakan lapangan kerja dan peluang berusaha yang seluas- luasnya serta untuk mengurangi kesenjangan perkembangan antar kawasan di dalam wilayah melalui perwujudan perekonomian daerah yang lebih efisien, produktif, kompetitif, tanggap terhadap dinamika pasar dan berorientasi global. Tingkat kemiskinan dan ketertinggalan kawasan pesisir menunjukkan indikasi lebih tinggi dibandingkan wilayah lainnya, kemungkinan ini disebabkan 143 belum dioptimalkannya pengelolaan sumberdaya alam wilayah pesisir secara berdayaguna dan berhasilguna menjadi salah satu alasan penyebab tingginya tingkat kemiskinan dan dikategorikan sebagai daerah tertinggal atau sebagai kawasan lahan tidur seperti di Kecamatan Teluk Meranti, Kecamatan Kuala Kampar dan Kecamatan Kerumutan sehingga sejauh ini belum mampu memberi nilai tambah ekonomi yang tinggi dalam rangka meningkatkan pendapatan dan taraf hidup masyarakatnya Balitbang Provinsi Riau, 2004. Selanjutnya pada era otonomi saat ini, posisi Kabupaten Pelalawan dapat dilihat dari dua hal, yaitu konstelasi eksternal dan internal. Dalam konstelasi eksternal kajian ini berkaitan dengan sejauhmana mengembangkan potensi wilayah pesisir di Kabupaten Pelalawan menjadi potensi Kabupaten Pelalawan dalam memasuki globalisasi pasar bebas. Sedangkan konstelasi internal berkaitan dengan mengembangkan potensi unggulan wilayah pesisir Kabupaten Pelalawan terhadap peningkatan perekonomian masyarakatnya. Kedua hal ini menjadi dasar pemikiran dalam perumusan konsep pengembangan strategi ekonomi wilayah sesuai dengan peluang dan potensi yang strategis untuk diberdayakan lebih optimal. Faktor-faktor yang mendukung dan menghambat dalam mengembangkan dan menumbuhkan ekonomi Kabupaten Pelalawan adalah posisi geo ekonomi yang strategis di kawasan pesisir Selat Malaka dan berdekatan dengan wilayah Johor yang telah memiliki tingkat perekonomian lebih baik. Kesamaan kawasan ini adalah pada tatanan kultur budaya melayu sebagai cagar budaya Semenanjung Malaka menjadi potensi dalam mengembangkan wilayah pesisir di Kabupaten Pelalawan. Keterkaitan keberadaan Singapura, Johor dan Pelalawan memiliki latar belakang budaya dan sejarah cultural background sama, sehingga akan memudahkan terciptanya kemitraankerjasama. Gambaran persentase Produk Domestik Regional Bruto PDRB berdasarkan Pelalawan dalam Angka Tahun 2005 dari sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan sebesar 38,44 dan Industri pengolahan 54,46 atas dasar harga berlaku dari sembilan sektor usaha yang memiliki saham pada PDRB Kabupaten Pelalawan. Perekonomian regional Kabupaten Pelalawan memiliki hambatan dalam pengembangan di luar sektor usaha pertanian dan industri 144 pengolahan adalah masih lemahnya kualitas sumberdaya manusia dalam menghadapi persaingan dan kemampuan pengembangan potensi-potensi sumberdaya alam. Kabupaten Pelalawan memiliki wilayah pesisir dan daerah aliran sungai yang luas dan panjang, dengan sumberdaya alam dan tingkat keanekaragaman yang cukup tinggi Bappeda Kabupaten Pelalawan, 2006. Pengembangan wilayah Kabupaten Pelalawan dalam menumbuhkan ekonomi diperlukan sinergisme pengembangan fisik dan pemberdayaan masyarakat secara simultan dengan memperhatikan karakteristik budaya melayu dan kondisi geografis dominan, maka kajian pengembangan wilayah pesisir adalah salah satu pilihan untuk membuka dan mengembangkan pemanfaatan ruang di Kabupaten Pelalawan dalam menumbuhkan pengembangan perekonomian wilayah. Pengembangan wilayah pesisir di Kabupaten Pelalawan tidak terlepas dari keterkaitan dengan pengelolaan wilayah daratan. Pembangunan di wilayah daratan yang sering menimbulkan dampak terhadap persoalan ekologis, seperti pencemaran, over exploitation sumberdaya dan degradasi fisik habitat serta permasalahan sosial budaya yang menghambat pembangunan wilayah pesisir Bappeda Kabupaten Pelalawan, 2006. Pengelolaan wilayah pesisir seharusnya dilaksanakan secara terpadu sebagai suatu proses untuk menyatakan pemerintah dan masyarakat, ilmu pengetahuan dan manajemen, kepentingan sektor dan kepentingan publik dalam menyiapkan dan melaksanakan suatu rencana terpadu untuk perlindungan dan pengembangan ekosistem dan sumberdaya pesisir, berbagai kegiatan dari suatu program diurutkan dalam suatu rangkaian perkembangan. Siklus tersebut sangat membantu menguraikan hubungan yang rumit diantara berbagai ekonomi pengelolaan wilayah pesisir. Siklus pengelolaan merupakan suatu kerangka kerja organisasi, yang menjadi dasar penyesuaian instrumen evaluasi yang telah berhasil di uji di lapangan dalam evaluasi akhir proyek UNDPGEF Budiharsono, 2001. Pembangunan wilayah pesisir merupakan keterpaduan pilihan dalam percepatan pertumbuhan ekonomi dan pemberdayaan masyarakat. Paradigma pemberdayaan masyarakat merupakan pusat pembangunan dalam proses percepatan pertumbuhan ekonomi, yaitu masyarakat pesisir dalam proses 145 pembangunan wilayah social inclution paradigm. Pembangunan wilayah pesisir siklusnya dimulai dengan proses identifikasi dan kajian permasalahannya, persiapan rencana, adopsi dan pembiayaan, implementasi dan evaluasi, selanjutnya berputar berdasarkan waktu, dan program pengelolaan wilayah pesisir di negara-negara maju memerlukan waktu 15 tahun dalam penyelesaian siklus pengelolaan pesisir, tetapi pada wilayah-wilayah tertentu, pengelolaan wilayah pesisir dapat diselesaikan dalam waktu tujuh sampai dengan delapan tahun Budiharsono, 2001. Ekosistem wilayah pesisir di Kabupaten Pelalawan adalah ekosistem lahan rawa gambut dan kawasan mangrove yang tersebar merata di wilayah pesisir. Pada umumnya lahan rawa gambut didominasi oleh hutan rawa dan sagu, sedangkan kawasan mangrove didominasi oleh hutan bakau, api-api dan nipah. Dari segi pengembangan wilayah, cara pemanfaatan lahan rawa gambut yang kurang bijaksana dalam jangka panjang dikhawatirkan dapat menimbulkan malapetaka yang sulit ditanggulangi, yaitu punahnya potensi sumberdaya lahan yang tersedia menjadi tandus. Pemanfaatan hutan mangrove yang tidak terkendali menimbulkan dampak negatif terhadap penurunan jumlah produksi perikanan, dan biota laut lainnya, sedimentasi meningkat, abrasi pantai dan terjadinya intrusi air laut yang akan mempengaruhi proses produksi kegiatan budidaya pertanian di wilayah daratan. Perairan Selat Malaka merupakan daerah penangkapan ikan cukup potensial bagi nelayan, namun ketersediaan ikan di perairan Selat Malaka saat ini sudah berindikasi mendekati potensi lestari over fishing, karena dipengaruhi pencemaran air laut akibat padatnya pelayaran di kawasan ini. Pencurian ikan lintas bataspun menjadi konflik sosial yang meresahkan, sehingga timbul perselisihan para nelayan. Kondisi air laut di kawasan ini telah dipengaruhi oleh proses sedimentasi lahan rawa gambut, limbah industri dan limbah kapal. Kondisi air dan tingkat kekeruhan cukup tinggi karena pengaruh sedimentasi dan abrasi pantai. Namun wilayah pesisir sepanjang kawasan Selat Malaka masih dapat dimanfaatkan sebagai lokasi pengembangan budidaya perikanan air payau. Tingkat pencemaran air laut tersebut diakibatkan padatnya pelayaran di Selat Malaka sebagai jalur pelayaran laut internasional sebagai penyebab berkurangnya 146 populasi ikan dan biota laut lainnya. Padatnya pelayaran menyebabkan hambatan berkumpulnya plankton-plankton sebagai sumber pakan ikan, akibatnya produksi perikanan berkurang. Kondisi tersebut perlu diteliti sejauhmana berpengaruh terhadap populasi ikan pada perairan administratif Kabupaten Pelalawan, khususnya di wilayah pesisir sekitar Kecamatan Kuala Kampar yang berbatasan langsung dengan perairan Selat Malaka. Nilai-nilai ekonomi pada wilayah pesisir di Kabupaten Pelalawan dalam pemanfaatan tata ruang lahan ialah terdapatnya hutan mangrove seluas 6.203 Ha dan budidaya tambak seluas 2.100 Ha, sedangkan fakta perkembangan PDRB Kabupaten Pelalawan pada sektor pertanian sangat baik dimana saat ini PDRB tahun 2005 sektor ini mencapai 38,44 dan salah satu penyumbang sektor ini adalah bidang perikanan dan kelautan BPS Kabupaten Pelalawan, 2005. Tabel 1. Produk Domestik Regional Bruto PDRB Kabupaten Pelalawan Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Tahun 2000 – 2004 Lapangan Usaha 2000 2001 2002 2003 2004 1 Pertanian 960.779,99 1.127.975,7 6 1.359.234,6 4 1.749.058,1 4 1.962.440,30 A. Tanaman Bahan Makanan 86.691,44 94.181,10 106.428,95 118.068,66 140.053,38 B. Tanaman Perkebunan 221.547,18 281.982,97 473.832,59 757.926,28 909.530,90 C. Peternakan Dan Hasil- Hasilnya 24.393,99 27.011,34 29.694,34 32.906,08 37.837,05 D. Kehutanan 602.216,39 682.760,11 703.908,65 782.445,73 806.591,57 E. Perikanan 25.930,99 42.040,24 45.370,11 57.711,39 68.427,40 2 Pertambangan Penggalian 140.022,14 144.249,80 125.823,89 123.019,43 150.935,63 A. Minyak Dan Gas Bumi 138.376,70 142.185,52 123.330,16 119.836,10 147.063,54 B. Penggalian 1.645,44 2.064,28 2.493,73 3.183,33 3.872,09 3 Industri Pengolahan 414.980,70 1.140.617,2 3 1.767.236,9 2 2.333.909,9 8 2.986.636,83 A. Industri Migas - - - - - B. Industri Tanpa Migas 147 Lapangan Usaha 2000 2001 2002 2003 2004 414.980,70 1.140.617,2 3 1.767.236,9 2 2.333.909,9 8 2.986.636,83 4 Listrik, Gas Air Bersih 2.340,98 2.879,56 3.392,48 4.708,53 5.705,03 A. Listrik 1.899,39 2.410,29 2.737,59 3.715,04 4.217,39 B. Air Bersih 441,59 469,27 654,89 993,49 1.487,64 5 Bangunan 43.071,06 53.222,76 66.098,23 78.594,35 90.615,46 6 Perdagangan, Hotel Restoran 48.233,05 55.384,78 59.520,17 67.275,28 85.552,89 A. Perdagangan Besar Eceran 46.673,28 53.404,94 56.942,24 63.702,53 79.156,29 B. Hotel 556,07 708,30 854,71 1.237,39 2.719,75 C. Restoran 1.003,70 1.271,54 1.723,22 2.335,36 3.676,85 7 Pengangkutan Komunikasi 32.679,85 36.676,98 41.834,57 51.630,92 63.621,77 A. Pengangkutan 32.365,74 36.218,91 41.217,49 50.885,49 62.657,11 Angkutan Jalan Raya 27.044,12 29.908,08 33.703,29 41.354,78 49.089,20 Angkutan Laut 371,62 428,58 494,52 596,59 711,51 Angkutan Sungai, Danau Penyebrangan 2.816,64 3.114,93 3.510,20 4.307,10 5.112,64 Jasa Penunjang Angkutan 2.133,36 2.767,32 3.509,48 4.627,02 7.743,76 B. Komunikasi 314,11 458,07 617,08 745,43 964,66 - Pos Dan Telekomunikasi 314,11 458,07 617,08 745,43 964,66 8 Keuangan, Persewaan Jasa Perusahaan 19.434,05 26.476,94 36.548,54 46.038,97 58.589,22 A. Bank 39,40 859,47 1.413,87 2.589,83 3.996,23 B. Lembaga Keuangan Tanpa Bank 521,02 735,95 951,93 1.237,19 1.770,91 C. Sewa Bangunan 18.411,33 24.339,63 33.552,95 41.439,70 51.879,57 D. Jasa Perusahaan 462,30 541,89 629,79 772,25 942,51 9 Jasa-Jasa 148 Lapangan Usaha 2000 2001 2002 2003 2004 63.079,17 71.132,92 77.038,72 87.862,90 110.573,12 A. Pemerintahan Umum 45.306,03 50.770,28 52.721,05 59.931,22 76.121,16 - Administrasi Pemerintah Pertahanan 45.306,03 50.770,28 52.721,05 59.931,22 76.121,16 B. Swasta 17.773,14 20.362,64 24.317,67 27.931,68 34.451,96 - Sosial Kemasyarakatan 1.683,52 1.860,01 2.286,75 2.748,28 3.492,18 - Hiburan Rekreasi 3.599,09 4.352,90 5.083,38 5.937,34 7.523,26 - Perorangan Rumah Tangga 12.490,53 14.149,73 16.947,54 19.246,06 23.436,52 PDRB Dengan Migas 1.724.620,9 9 2.658.616,7 3 3.536.728,1 6 4.542.098,5 5.514.670,25 PDRB Tanpa Migas 1.586.244,2 9 2.516.431,2 1 3.413.398,0 4.422.262,4 5.367.606,71 Sumber : BPS Kabupaten Pelalawan, 2005 Kondisi geografis Kecamatan Kuala Kampar yang terletak di pesisir pantai timur pulau Sumatera sangat strategis sebagai jalur perdagangan dan berdampingan dengan kawasan pembangunan pulau Batam dan Karimun, dan berbatasan langsung dengan negara tetangga Malaysia dan Singapura. Berdasarkan lokasi yang strategis ini, diyakini perdagangan lintas batas antara Kabupaten Pelalawan khususnya di Kecamatan Kuala Kampar dengan negara-negara sekitarnya secara tradisional telah terwujud sejak lama, dan diharapkan meningkatkan perekonomian masyarakat pesisir, sehingga pada akhirnya ”Bagaimana mengembangkan strategi wilayah pesisir dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Pelalawan ?”.

1.2. Perumusan Masalah