Konsep Pembangunan Berkelanjutan Kajian Pengembangan Strategi Di Wilayah Pesisir Kabupaten Pelalawan Provinsi Riau

153 memungkinkan para petani kecil meningkatkan tingkat output dan produktivitas mereka. 3. Keberhasilan pembangunan pedesaan selain sangat tergantung pada kemajuan-kemajuan petani kecil, juga ditentukan oleh hal-hal penting lainnya yang meliputi: 1 upaya-upaya untuk meningkatkan pendapatan riil, baik di sektor pertanian maupun non pertanian, melalui penciptaan lapangan kerja, industrialisasi dipedesaan, dan pembenahan pendidikan, kesehatan dan gizi penduduk, serta penyediaan berbagai bidang pelayanan sosial dan keejahteraan lainnya, 2 penanggulangan masalah ketimpangan distribusi pendapatan di daerah pedesaan serta ketidakseimbangan pendapatan dan kesempatan ekonomi antara daerah pedesaan dengan perkotaan, serta 3 pengembangan kapasitas sektor atau daerah pedesaan itu sendiri dalam rangka menopang dan memperlancar langkah-langkah perbaikan tersebut dari waktu ke waktu.

2.2. Konsep Pembangunan Berkelanjutan

Konsep pembangunan berkelanjutan telah menjadi agenda internasional dalam pertemuan Komisi Dunia untuk Pembangunan dan Lingkungan World Commission on Environmental and Development WCED tahun 1987 dan telah dikonfirmasikan oleh negara-negara dunia menjadi prioritas internasional dalam konvensi Persatuan Bangsa Bangsa PBB untuk lingkungan dan pembangunan United Nation Convention on Environment Development UNCED, 1992. Kemudian dalam Agenda 21, konsep tersebut dibahas dalam Commission on Sustainable Development CSD yang mengembangkan indikator pembangunan berkelanjutan dalam skala yang beragam. Penekanan pada perikanan tangkap yang mempunyai masalah pemanfaatan sumberdaya yang tidak lestari, menjadi priotas utama FAO, 2001. Sampai sekarang masih terjadi diskusi yang hangat tentang istilah keberlanjutan sustainability dan bagaimana cara mengukurnya Alder et al., 2002. Namun demikian secara umum terdapat satu kesepakatan bahwa sustainability harus mencakup komponen ekologis, sosial, ekonomi dan etika Antune and Santos, 1999, Costantanza et al., 1999,Garcia, Staples and Chesson, 2000 dalam Alder et al., 2002. 154 Konsep pembangunan berkelanjutan oleh WCED 1987 dinyatakan sebagai pembangunan yang mencukupi kebutuhan generasi sekarang dengan tidak mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk mencukupi kebutuhannya. Penekanan pembangunan dalam konteks ini berkaitan dengan kualitas hidup, bukan pertumbuhan ekonomi, walaupun kedua hal tersebut sangat berkaitan dalam sistem perekonomian modern. Costanza 1991, mengemukakan bahwa definisi kelestarian yang sangat berguna adalah tingkat konsumsi yang dapat dilanjutkan dalam waktu yang tak terbatas tanpa menurunkan capital stock. Konvensi keanekaragaman hayati Convention on Biologycal Diversity CBD menyatakan bahwa pemanfaatan yang lestari sustainable use sebagai pemanfaatan komponen keanekaragaman hayati dengan cara dan pada tingkat yang tidak mengarah pada penurunan keanekaragaman hayati dalam jangka panjang, sehingga dapat tetap menjaga potensi sumberdaya tersebut untuk mencukupi kebutuhan dan keinginan generasi sekarang dan yang akan datang McNeely, 1999. Konsep pembangunan berkelanjutan juga dapat dilihat dalam konsep FAO Council 1988 dalam FAO 2001 sebagai pengelolaan dan perlindungan sumberdaya alam dan perubahan orientasi teknologi dan kelembagaan dalam beberapa cara yang dapat mendukung pemenuhan kebutuhan generasi sekarang dan yang akan datang. Pembangunan berkelanjutan berusaha untuk melindungi tanah, air, tumbuhan, dan sumberdaya genetis hewan agar tidak menurunkan kualitas lingkungan dimana secara teknis tepat, secara ekonomis berguna, dan secara sosial dapat diterima. Sementara itu dalam konsep Council of Australia Government 1992 dalam FAO 2001 menyatakan sebagai penggunaan, perlindungan dan enhancing sumberdaya masyarakat sehingga secara proses ekologis dapat terjaga dan total kualitas hidup sekarang maupun dimasa mendatang dapat ditingkatkan. 2.3. Wilayah Pesisir Secara geografis, wilayah pesisir didefinisikan sebagai suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan, dimana proses-proses biologi dan fisika yang kompleks memainkan peranan penting Scura et al., 1992; Dahuri et al.,1996. 155 Apabila ditinjau dari garis pantai coast line maka wilayah pesisir mempunyai dua macam batas boundaries yaitu sejajar dengan garis pantai long shore dan batas tegak lurus garis pantai cross shore. Untuk keperluan pengelolaan, penetapan batas-batas wilayah pesisir yang sejajar dengan garis pantai relatif lebih mudah dan jelas, yaitu dengan mengacu pada batasan suatu wilayah administrasi. Sedangkan penetapan batas-batas wilayah pesisir yang tegak lurus terhadap garis pantai lebih sulit dilakukan. Dari implementasi program pengelolaan wilayah pesisir yang telah dilakukan di beberapa negara, menurut Dahuri 1999 dapat diperoleh pelajaran sebagai berikut: pertama, batas wilayah pesisir ke arah darat pada umumnya adalah jarak secara arhitrer dari rata-rata pasang tinggi, dan batas ke arah laut umumnya adalah batas jurisdiksi provinsi. Kedua, untuk kepentingan pengelolaan, batas ke arah darat suatu wilayah pesisir dapat ditetapkan dua macam, yaitu; batas untuk wilayah perencanaan planning zone dan batas untuk wilayah pengaturan regulation zone atau pengelolaan keseharian day-to- day management. Batas perencanaan sebaiknya meliputi seluruh daerah daratan hulu, dimana terdapat aktivitas manusia yang berpengaruhberdampak secara nyata significant terhadap lingkungan dan sumberdaya pesisir. Sehingga pada suatu program pengelolaan wilayah pesisir yang menetapkan dua batasan wilayah pengelolaan di atas, maka wilayah perencanaan akan selalu lebih luas daripada wilayah pengaturan. Dalam wilayah pengelolaan keseharian, pemerintah pihak pengelola memiliki kewenangan penuh untuk mengeluarkan atau menolak ijin kegiatan pembangunan. Sedangkan untuk wilayah perencanaan kewenangan seperti di atas melibatkan dan menjadi tanggung jawab bersama instansi pengelola daerah hulu atau laut lepas. Untuk batas administrasi ke arah laut, berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah telah ditetapkan wilayah kewenangan daerah kabupaten adalah 13 dari kewenangan provinsi, yaitu ± 14 mil laut dari garis pantai. Definisi wilayah pesisir yang dimaksud dalam kajian ini disamping definisi-definisi seperti di atas juga mengadopsi definisi wilayah pesisir menurut Soegiarto 1976, yaitu wilayah pertemuan antara daratan dan laut, ke arah darat wilayah pesisir meliputi bagian daratan baik 156 kering maupun terendam air yang masih dipengaruhi sifat-sifat alami laut seperti pasang surut, angin laut, dan intrusi air laut, sedangkan batas ke arah laut mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami di darat seperti; sedimentasi, aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti; penggundulan hutan dan pencemaran. Wilayah pesisir ditinjau dari konsep wilyah termasuk dalam wilayah homogen, wilayah nodal, wilayah administratif dan wilayah perencanaan. Sebagai wilayah homogen, wilayah pesisir merupakan wilayah sentra produksi ikan, namun biasanya juga dikatakan sebagai wilayah dengan tingkat pendapatan penduduk tergolong di bawah garis kemiskinan. Sebagai wilayah nodal, wilayah pesisir seringkali sebagai wilayah belakang dengan wilayah perkotaan sebagai intinya. Bahkan seringkali wilayah pesisir dianggap sebagai halaman belakang back yard yang merupakan tempat pembuangan segala macam limbah. Sehubungan dengan fungsinya sebagai wilayah belakang, maka wilayah pesisir merupakan penyedia input pasar input bagi inti dan pasar bagi barang- barang jadi output. Sebagai wilayah administrasi, wilayah pesisir dapat berupa wilayah administrasi yang relatif kecil yaitu kecamatan atau desa, namun dapat pula berupa kabupatenkota dalam bentuk pulau kecil. Sedangkan sebagai wilayah perencanaan, batas wilayah pesisir lebih ditentukan oleh kriteria ekologis, sehingga melewati batas-batas wilayah administratif. Terganggunya keseimbangan biofisik-ekologis dalam wilayah ini akan berdampak negatif yang tidak hanya dirasakan oleh daerah tersebut tetapi juga daerah sekitarnya yang merupakan kesatuan wilayah sistem kawasan. Oleh karena itu dalam pembangunan dan pengembangan wilayah ini diperlukan suatu perencanaan terpadu yang tidak menutup kemungkinan adanya lintas batas administratif Budiharsono, 2001. Arsyad 1999 menjelaskan bahwa jika kita membahas perencanaan pembangunan ekonomi daerah maka pengertian wilayah yang paling banyak digunakan adalah sebagai wilayah adminitratif, karena : Dalam melaksanakan kebijakan dan rencana pembangunan daerah diperlukan tindakan-tindakan dari berbagai lembaga pemerintah. Oleh karena itu, akan lebih praktis jika suatu negara dipecah menjadi beberapa 157 daerah ekonomi berdasarkan satuan adminitratif yang ada. Daerah yang batasannya ditentukan secara admimstratif lebih mudah dianalisis, karena biasanya pengumpulan data diberbagai daerah dalam suatu negara, pembagiannya didasarkan pada satuan administratif.

2.4. Konsep Pembangunan Perikanan dan Kelautan