Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 74 Tahun 2012 tentang BSA

214 PARADIPLOMACY Kerjasama Luar Negeri Oleh Pemda di Indonesia kerja sama pemerintah daerah dengan Badan Swasta Asing itu sebagai wilayah hukum privaat yang di luar definisi Perjanjian Internasional sebagaimana dimaksud dalam UU Nomor 24 Tahun 2000, namun demi menjaga kepentingan masyarakat, maka setiap persetujuan kerjasama yang diatur dalam Permen ini mengharuskan ‘Persetujuan DPRD’ dalam Rencana dan Rancangan Kerja samanya. Posisi yuridis Permendagri ini juga nampak dengan tidak digunakannnya UU Nomor 24 Tahun 2000 dalam konsideran mengingatnya, meskipun tetap mencantumkan UU Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri. Hal ini bisa dibandingkan dengan Permendagri Nomor 15 Tahun 2009 tentang Pedoman Kerja sama Departemen Dalam Negeri dengan Lembaga Asing Non-Pemerintah, yang mencantumkan kedua UU tersebut. Syarat-syarat kerja sama dengan BSA dipaparkan pada Pasal 7 dan Pasal berikut ini; Pasal 7 mensyaratkan bahwa pemerintah daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah dapat melakukan kerja sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, dengan persyaratan; a. sesuai dengan RPJMN dan RPJMD; b. tidak menimbulkan ketergantungan; c. adanya alih teknologi danatau pengetahuan; d. memiliki perencanaan dan sumber pembiayaan yang jelas; e. memiliki pembagian kerja yang proporsional dalam pelaksanaannya; f. melibatkan unsur aparatur pemerintah daerah dalam pelaksanaannya; dan g. memberikan manfaat langsung bagi masyarakat danatau pemerintah daerah. Pasal 8, ayat 1 BSA yang bekerja sama dengan pemerintah daerah harus memenuhi persyaratan; a. berasal dari negara yang memiliki hubungan diplomatik dengan Pemerintah Republik Indonesia; b. telah terdaftar secara sah pada instansi pemerintah di negara asal BSA paling sedikit 5 lima tahun; c. memiliki kegiatan usaha yang jelas, sah, dan sesuai dengan bidang yang dikerjasamakan; d. menjamin ketersediaan Peraturan Teknis Pelaksanaan Paradiplomasi di Indonesia 215 dana untuk pembiayaan kerja sama yang berasal dari sumber yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan; dan e. diutamakan memiliki pengalaman bekerja sama dengan pemerintah di negara asal BSA danatau Pemerintah Republik Indonesia. Ayat 2, Persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 disertai dengan dokumen; a. surat keterangan yang menyata- kan kebenaran keberadaan BSA dari kedutaan besar atau Kon- sulat Jenderal Republik Indonesia di negara asal BSA ditujukan kepada gubernur dan bupatiwali kota dari daerah yang akan bekerjasama; b. akta danatau dokumen yang dipersamakan perihal pendirian BSA di negara asal; c. profi l yang dilengkapi uraian bidang usaha dan struktur organisasi BSA; d. surat ke- terangan yang menyatakan bahwa badan swasta asing memi- liki kegiatan usaha yang jelas, sah, serta sesuai dengan bidang yang dikerjasamakan dari kedutaan besar negara asal BSA di Indonesia ditujukan kepada gubernur dan bupatiwalikota dari daerah yang akan bekerja sama; e. referensi bank negara asal BSA mengenai ketersediaan dana untuk pembiayaan kerjasama hingga berakhirnya kerja sama, yang ditandatangani pejabat bank yang berwenang dan ditujukan kepada gubernur dan bu- patiwalikota dari daerah yang akan bekerjasama; dan f. salinan naskah kerjasama BSA dengan pemerintah di negara asal dan atau Pemerintah Republik Indonesia bagi BSA yang telah ber- pengalaman bekerja sama dengan pemerintah di negara asal danatau Pemerintah Republik Indonesia. 3 Dokumen per- syaratan sebagaimana dimaksud pada ayat 2 ditulis dalam Bahasa Inggris diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia dan di- legalisir oleh kedutaan besar atau Konsulat Jenderal Republik Indonesia di negara asal dokumen diterbitkan. Untuk mengendalikan pelaksanaan kerja sama daerah dengan BSA, pemerintah membentuk Tim Koordinasi 216 PARADIPLOMACY Kerjasama Luar Negeri Oleh Pemda di Indonesia sebagaimana tersebut dalam Pasal 10, ayat 1, Menteri mem- bentuk Tim Koordinasi untuk pengendalian kerja sama pemerintah daerah dengan BSA. Ayat 2, Tim Koordinasi seba- gaimana dimaksud pada ayat 1 memiliki tugas: a. menilai kerangka acuan kerja sama, studi kelayakan, dan rencana kerjasama; b. membahas dan menyempurnakan rancangan naskah kerja sama yang disusun pemerintah daerah bersama BSA; c. memberikan saran terhadap proses seleksi BSA dalam hal prakarsa kerja sama diajukan oleh pemerintah daerah; d. melakukan verifikasi terhadap dokumen persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat 2; e. memberikan rekomendasi BSA yang layak bekerja sama dengan pemerintah daerah; f. membahas dan menyempurnakan Rencana Kerja Tahunan yang disusun pemerintah daerah bersama BSA; g. melakukan pembinaan dan pengawasan kerja sama; dan h. melakukan koordinasi dan komunikasi dengan Ke- menterianLembaga Pemerintah Non Kementerian. Kerja sama dengan BSA prakarsanya dapat terjadi dengan 2 arah seperti tercantum dalam Pasal 11, ayat 1 Prakarsa kerja sama dapat diajukan oleh; a. pemerintah daerah; atau b. BSA. Ayat 2 Pengajuan prakarsa kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat 1 disertai dokumen; a. kerangka acuan kerja sama; dan b. studi kelayakan. Selanjutnya pada Pasal 12 dinyatakan bahwa, ayat 1 Kerangka acuan kerja sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat 2 huruf a paling sedikit memuat; a. judul; b. latar belakang; c. maksud, manfaat Peraturan Teknis Pelaksanaan Paradiplomasi di Indonesia 217 dan tujuan; d. subyek dan objek kerja sama; e. lingkup kegiatan; f. jangka waktu; g. sumber daya yang harus disediakan oleh BSA; dan h. rencana dan sumber pembiayaan. Ayat 2 Studi kelayakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat 2 huruf b paling sedikit memuat: a. judul; b. kondisi saat ini; c. maksud dan tujuan; d. kajian aspek teknisteknologi, hukum, sosial, ekonomi, manajemen, keuangan, risiko; dan e. kesimpulan rekomendasi. Pasal 41 ayat 1 Gubernur dan bupatiwalikota menyam- paikan rencana kerja sama kepada DPRD untuk mendapatkan persetujuan. Ayat 2 Rencana kerja sama disampaikan kepada DPRD sebelum mendapatkan persetujuan Menteri. Ayat 3 Persetujuan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat 1 ditetapkan dengan keputusan DPRD. Pasal 43 ayat 1 Rencana kerja sama yang telah disetujui Menteri menjadi dasar penyusunan rancangan naskah kerja sama. Ayat 2 Gubernur dan bupatiwalikota menugaskan Kepala SKPD bersama BSA menyusun rancangan naskah kerja sama dalam Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Ayat 3 Rancangan naskah kerja sama paling sedikit memuat: a. judul; b. subjek kerja sama; c. maksud dan tujuan; d. objek kerja sama; e. hak dan kewajiban; f. larangan pengalihan kerjasama; g. mekanisme penyelesaian perselisihan; h. hukum yang berlaku, yaitu hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia; i. bahasa yang berlaku; j. domisili; k. jangka waktu; l. keadaan memaksa; m. strategi keberlanjutan n. pengakhiran kerja sama; dan o. perubahan. Pasal 44 ayat 1 Gubernur dan bupatiwalikota menyam- paikan rancangan naskah kerja sama yang telah disepakati masing-masing pihak kepada DPRD untuk mendapatkan persetujuan. Ayat 2 Persetujuan DPRD sebagaimana dimaksud pada ayat 1 ditetapkan dengan keputusan DPRD. 218 PARADIPLOMACY Kerjasama Luar Negeri Oleh Pemda di Indonesia Pasal 45 ayat 1 Gubernur menyampaikan rancangan naskah kerja sama kepada Menteri melalui Sekretaris Jenderal untuk mendapatkan persetujuan. Ayat 2 Bupatiwali- kota menyampaikan rancangan naskah kerja sama kepada gubernur untuk mendapatkan persetujuan. Ayat 3 Gubernur menyampaikan rancangan naskah kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat 2 kepada Menteri melalui Sekretaris Jenderal untuk mendapatkan persetujuan. Ayat 4 Rancangan naskah kerja sama disampaikan dengan disertai keputusan DPRD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat 2. Ayat 5 Rancangan naskah kerja sama yang tidak mendapatkan persetujuan DPRD tidak dapat diajukan kepada Menteri. Pasal 46 ayat 1 Menteri menugaskan Tim Koordinasi membahas dan menyempurnakan rancangan naskah kerja sama yang disampaikan gubernur sebagaimana dimaksud dalam pasal 45 ayat 1 dan ayat 3. Ayat 2 Menteri melalui Sekretaris Jenderal menyampaikan rancangan naskah kerja sama yang telah disetujui Tim Koordinasi kepada gubernur berdasarkan hasil pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 untuk ditandatangani. Ayat 3 Gubernur menyampaikan rancangan naskah kerja sama yang telah disetujui Tim Koordinasi kepada bupatiwalikota. Pasal 47 ayat 1 Gubernur dan bupatiwalikota bersama pimpinan BSA menandatangani naskah kerja sama. Ayat 2 Naskah kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dibuat 2 dua rangkap bermaterai cukup. Ayat 3 Naskah kerja sama yang telah ditandatangani dibuat rangkap 4 empat untuk provinsi dan rangkap 5 lima untuk kabupatenkota. 159 159 Permendagri Nomor 74 Tahun 2012, KEMENDAGRI, Jakarta, No- vember 2012 Peraturan Teknis Pelaksanaan Paradiplomasi di Indonesia 219

F. Teknis Pembuatan Perjanjian Internasional

Berdasar Permenlu Nomor 09 Tahun 2006, Proses pembu- atan dan pengesahan Perjanjian Internasional, secara umum harus mengacu pada Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional, yang memuat ketentuan dalam poin-poin sebagai berikut 160 : Poin 87; Lembaga Pemrakarsa adalah Lembaga yang oleh Undang-Undang No. 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional dapat membuat Perjanjian Internasional. Lembaga Pemrakarsa terdiri dari: 1. Lembaga Negara; 2. Lembaga Pemerintah Departemen; 3. Lembaga Pemerintah Non Departemen; 4. Pemerintah Daerah; Poin 88; Lembaga Pemrakarsa baik atas nama Pemerintah RI maupun atas nama lembaga dimaksud yang mempunyai rencana untuk membuat Perjanjian Internasional, harus terlebih dahulu melakukan konsultasi dan koordinasi dengan Menteri Luar Negeri; Poin 89; Mekanisme konsultasi dan koordinasi dilakukan melalui rapat interdep atau komunikasi surat menyurat atau cara komunikasi lainnya untuk meminta pandangan Departemen Luar Negeri dari aspek politisyuridis; a. Koordinasi ini dimaksudkan untuk menciptakan kesamaan persepsi agar selaras dengan kepentingan nasional; b. Mekanisme konsultasi dan koordinasi juga bertujuan untuk memfasilitasi kepentingan instansi terkait di daerah. Peran Departemen Luar Negeri memberikan arahan, pedoman, pemantauan, dan pemberian 160 Ibid., Peraturan Menteri Luar Negeri Nomor 09AKPXII200601, DEPLU, 2007 220 PARADIPLOMACY Kerjasama Luar Negeri Oleh Pemda di Indonesia pertimbangan dalam pembuatan Perjanjian Internasional; c. Pembuatan Perjanjian Internasional dilakukan melalui tahap penjajakan, perundingan, perumusan naskah, penerimaan dan penandatanganan serta pengesahan; d. Departemen Luar Negeri ikut serta dalam setiap tahap pembuatan Perjanjian Internasional, sejak penjajakan hingga pengesahannya; e. Sesuai yang dipersyaratkan Undang-Undang, Departemen Luar Negeri menerbitkan Surat Kuasa Full Powers kepada wakil Pemerintah Daerah atau pejabat lain yang ditunjuk oleh Pemerintah Indonesia yang akan menandatangani perjanjian internasional; f. Naskah asli perjanjian internasional yang telah ditandatangani oleh kedua belah pihak selanjutnya diserahkan kepada Departemen Luar Negeri c.q. Direktorat Perjanjian Ekonomi dan Sosial Budaya, untuk disimpan di ruang perjanjian Treaty Room . Kemudian Direktorat Perjanjian Ekonomi dan Sosial Budaya akan membuatkan salinan naskah resmi certified true copy untuk kepentinganarsip baik instansi pemerintah maupun non pemerintah di daerah; g. Departemen Luar Negeri turut serta memantau dan mengevaluasi pelaksanaan Perjanjian Internasional dimaksud; h. Pembuatan perjanjian internasional harus memuat prinsip-prinsip dasar yang melandasi setiap kesepakatan, yaitu: 1 Aman ditinjau dari segi politis; 2 Aman ditinjau dari segi keamanan; 3 Aman ditinjau dari segi yuridis; 4 Aman ditinjau dari segi teknis. Poin 90; Proses pembuatan perjanjian internasional oleh daerah pada hakekatnya mengikuti pola Mekanisme Umum Hubungan dan Kerja Sama Luar Negeri oleh Daerah, sebagaimana yang tercantum pada Bab III di atas. Sesuai dengan UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, sebelum tahapan penandatangan perjanjian internasional,