2
PARADIPLOMACY Kerjasama Luar Negeri Oleh Pemda di Indonesia
A. Latar Belakang, Pengertian, dan Urgensi
P
aradiplomasi secara relatif masih merupakan fenomena baru bagi aktivitas pemerintahan di Indonesia. Para-
diplo masi mengacu pada perilaku dan kapasitas untuk
melakukan hubungan luar negeri dengan pihak asing yang dilakukan oleh entitas ‘sub-state’, atau pemerintah regional
pemda, dalam rangka kepentingan mereka secara spesifik.
2
Istilah ‘paradiplomacy’ pertama kali diluncurkan dalam perde- bat an akademik oleh ilmuwan asal Basque, Panayotis Soldatos
tahun 1980-an sebagai penggabungan istilah ‘parallel diplo- macy’
menjadi ‘paradiplomacy’, yang mengacu pada makna ‘the foreign policy of non-central governments’, menurut Aldecoa,
Keating dan Boyer. Istilah lain yang pernah dilontarkan oleh Ivo Duchacek New York, tahun 1990 untuk konsep ini adalah
‘micro-diplomacy’.
3
Dalam kerangka paradiplomasi itu, Presiden Susilo Bambang Yudoyono SBY di depan para pengusaha Australia,
di Canberra, Australia, 11 Maret 2010, mengatakan bahwa,” silah kan para pengusaha Australia menghubungi dan menjalin
ko munikasi dengan pemerintah daerah kabupatenkota dan provinsi di Indonesia, terutama para Gubernur untuk
mengadakan investasi di Indonesia. Kalau ada kesulitan silahkan menghubungi para menteri terkait”.
4
Jalinan kerja sama pemda dengan pihak asing ini ditegaskan oleh Presiden SBY karena
disadari sepenuhnya bahwa tanpa kerjasama dengan investor
2
Wol ff , Stefan, ‘Paradiplomacy: Scope, Opportunities and Challenges’, hal.
1-2, dan 13, University of No t ingham, 2009
3
Criekemans, David, ‘Are The Boundaries between Paradiplomacy and Diplomacy Watering Down
?’, hal. 34, University of Anwerp and Flemish Centre for International Policy, Belgium, July 2008
4
Kompas, 12 Maret 2010
P e n d a h u l u a n
3
asing atau pihak asing lainnya seperti pemerintah asing dan organisasifoundation asing, pertumbuhan ekonomi daerah
akan sulit didorong untuk berkembang lebih cepat.
Pernyataan Presiden tersebut memang dilandasi oleh undang-undang yang memberikan peluang bagi daerah untuk
melakukan kerja sama dengan pihak asing. Dalam UU Nomor 32 Tahun 2004, kewenangan daerah otonom untuk melakukan
kerja sama luar negeri ini terdapat dalam pasal 42 ayat 1, bahwa DPRD mempunyai tugas dan wewenang untuk memberikan
persetujuan terhadap rencana kerja sama internasional yang dilakukan oleh pemerintah daerah. Ditegaskan pula dalam
penjelasan pasalnya bahwa selain sister cityprovince, Pemda juga dapat membuat perjanjian kerja sama teknik termasuk
bantuan kemanusiaan, kerja sama penerusan pinjamanhibah, kerja sama penyertaan modal dan kerja sama lainnya sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
5
Secara historis, sebelum diberlakukannya UU Nomor 32 tahun 2004, kewenangan melakukan kerja sama internasional
telah dimulai sejak diberlakukannya UU tentang Pemerintahan Daerah tahun 1999 atau yang lebih dikenal sebagai UU
otonomi daerah. Dalam konteks UU No. 22 Tahun 1999, kewe- nangan mengadakan kerja sama luar negeri ini masuk dalam
kategori kewenangan Tidak Wajib bagi Daerah. Pasal 88, ayat 1 memaklumkan hal ini, sebagai berikut; Daerah dapat
mengadakan kerja sama yang saling menguntungkan dengan lembagabadan di luar negeri, yang diatur dengan keputusan
bersama, kecuali menyangkut kewenangan Pemerintah, sebagaimana diatur dalam Pasal 7 yaitu Politik Luar Negeri.
5
Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, SETNEG, Tahun 2004
4
PARADIPLOMACY Kerjasama Luar Negeri Oleh Pemda di Indonesia
6
Dalam UU Nomor 32 tahun 2004, kewenangan daerah oto- nom untuk melakukan kerja sama luar negeri ini tetap berlaku
sebagaimana terdapat dalam pasal 42 ayat 1, bahwa DPRD mempunyai tugas dan wewenang untuk memberikan per-
setujuan terhadap rencana kerja sama internasional yang di- lakukan oleh pemerintah daerah. Ditegaskan pula dalam
penjelasan pasalnya bahwa selain sister cityprovince, Pemda juga dapat membuat perjanjian kerja sama teknik termasuk
bantuan kemanusiaan, kerja sama penerusan pinjamanhibah, kerja sama penyertaan modal dan kerja sama lainnya sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
7
Kerja sama luar negeri oleh daerah otonom jika dilihat dari sudut pandang studi hubungan internasional, secara teoritis,
merupakan hubungan yang tidak lagi bersifat state-centris di mana aktor-aktor non-pemerintah dapat secara leluasa mem-
by pass
hubungan dengan tanpa melibatkan pemerintah pusat. Hal ini disebabkan adanya perbedaan sistem hukum yang
berlaku di NKRI dengan hukum yang berlaku di negara asing yang akan bekerja sama, di mana beberapa gubernurwalikota
dari negara asing dapat langsung membuatmenandatangani kerja sama internasional tanpa ‘full power’ dari pemerintah
pusatnya contoh Propinsi Geongsangbuk-Do dan Chungnam- Do di Korea Selatan, ProvinsiKota-kota di Cekoslovakia, serta
Negara Bagian California, USA. Dalam hubungan yang ‘non- state centris
’ ini, aktor-aktor dapat berwujud INGO, Foundation, kelompok kepentingan ekonomi, perusahaan multinasional
dan bahkan bagian-bagian dari birokrasi pemerintah suatu negara pemda. Sifat hubungan internasional yang bercorak
6
Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan daerah, SETNEG, Tahun 1999
7
OP.Cit., Undang-Undang No. 32 Tahun 2004
P e n d a h u l u a n
5
transnasional ini memang menjadi kecenderungan dunia setelah munculnya era globalisasi seperti dikatakan oleh Q.
Wright bahwa hubungan internasional melibatkan berbagai aktor, antara lain berbagai jenis kelompok, baik itu negara atau
kelompok negara, pemerintah, warga negara, aliansi-aliansi, organisasi internasional, organisasi industriperdagangan, dan
sebagainya.
Kewenangan melakukan hubungan internasional atau dengan pihak asing dalam konteks UU No. 32 Tahun 2004,
masuk dalam kategori kewenangan Tidak Wajib bagi Daerah. Pasal 13 dan 14 UU ini tidak menyebutkan kerja sama luar
negeri sebagai urusan wajib bagi propinsi dan kabupatenkota. Kedudukan urusan kerja sama luar negeri sebagai urusan tidak
wajib ini sama dengan kedudukannya pada UU sebelumnya, yakni UU No.22 Tahun 1999 Pasal 88, ayat 1 yang menegaskan
bahwa; ‘Daerah dapat mengadakan kerja sama yang saling menguntungkan dengan lembagabadan di luar negeri, yang
diatur dengan keputusan bersama, kecuali menyangkut kewenangan Pemerintah, sebagaimana diatur dalam Pasal 7’,
yaitu Politik Luar Negeri.
Meskipun kewenangan melakukan hubungan internasional ini bersifat Tidak Wajib, namun dalam praktik pemerintahan
di daerah telah menjadi sebuah keniscayaan karena arus globalisasi dunia yang telah merambah ke seluruh pelosok
nu santara. Pemda selaku pelaksana pemerintahan yang juga pengambil keputusan dalam kebijakan publik yang strategis
seperti investasi dan perdagangan, akan sangat ketinggalan apabila tidak membaur ke dalam pergaulan masyarakat inter-
nasional. Daerah yang tidak terampil dalam pergaulan dunia pasti akan ketinggalan, sebab daerah itu hanya akan menjadi
konsumen pasif saja dari seluruh proses perdagangan dunia atau kapitalisme global.
6
PARADIPLOMACY Kerjasama Luar Negeri Oleh Pemda di Indonesia
Dengan kerangka hukum dan teknis sebagaimana disam- paikan di atas, banyak sekali Kerja Sama Luar Negeri yang
dilakukan oleh Pemda baik di tingkat provinsi maupun ka- bupatenkota. Provinsi-provinsi seperti DKI Jakarta, Jawa
Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan D.I. Yogyakarta termasuk yang produktif membuat Memorandum of Understanding MoU
dengan pihak asing, baik dengan pemerintah provinsi di negara asing maupun swasta asing, seperti universitas swasta asing
maupun foundations. Kabupaten dan kota di Indonesia juga giat membangun kerja sama dengan pihak asing, misalnya,
Kabupaten Kulon Progo pada proyek Bandara Internasional yang baru dengan Republic Ceko, Kota Yogyakarta dengan
Ammnewijn, Suriname, Kota Surakarta dengan GIZ, Jerman, dan lain sebagainya.
Ada kenyataan bahwa para birokrat di pemda provinsi, kabupaten dan kota yang sebelumnya nyaris tidak pernah
bersentuhan dengan hubungan antar bangsa, jelas akan meng- alami banyak kesulitan baik yang berkaitan dengan diplomatic
skill
maupun pengalaman praktis berhubungan dengan pihak asing. Padahal, dalam pelaksanaan kewenangan hubungan
internasional itu diperlukan kemampuan yang cukup untuk menjalin relasi dan negosiasi, termasuk di dalamnya penguasa-
an atas hukum dan kode etik hubungan antar bangsa. Tentu saja, ini akan berakibat pada kualitas produk kerja sama yang
dibuat dengan berbagai pihak asing tersebut sehingga belum optimal dalam mendorong laju pembangunan daerah, bahkan
mungkin sebaliknya, justru hanya akan memboroskan ke- uangan daerah APBD karena para pejabatnya sering ke luar
negeri. Pengawasan DPRD terhadap pelaksanaan kerjasama inter nasional di daerah menjadi sangat penting sebab dengan
munculnya kewenangan baru bagi daerah otonom akan secara otomatis berdampak pada penganggaran daerah. Pengawasan
P e n d a h u l u a n
7
ini bukan saja bertujuan untuk mencegah timbulnya pemborosan anggaran daerah, namun bertujuan pula untuk menjaga agar
pihak asing selalu menaati kesepakatan-kesepakatan yang telah dibuat.
B. Kerja Sama Luar Negeri Sebagai Trend Global Yang Harus Dijawab