32
PARADIPLOMACY Kerjasama Luar Negeri Oleh Pemda di Indonesia
organizations, even industrial organizations, cultural organizations, religious organization…”
24
Dengan beragamnya aktor hubungan internasional, baik ‘state actors’
, atau ‘non-state actors’, institusi maupun individu, serta kompleksnya interaksi transnasional yang terjadi di
dalamnya, maka Keohane selaku peletak dasar-dasar pemikiran teoritis tentang transnasionalisme lebih memilih istilah ‘world
politics’
daripada ‘international relations’, dengan makna yang lebih dinamis dan luas.
25
B. Pemikiran Thomas C. Schellings tentang ‘Theory of
Inter dependent Decisions’
Pemikiran Thomas C. Schelling tentang teori keputusan yang saling bergantung atau “The Theory of Interdependent
Decisions ”, yang untuk selanjutnya disingkat TID, secara
khusus mendapat apresiasi dari Robert Keohane seperti telah di singgung sebelumnya. Keohane sependapat dengan Schelling
bahwa secara rasional dalam interaksi transnasional para aktor akan mengambil tindakan atau aksi yang bersifat ‘positive sum’.
Teori ini terdapat variasi nama-nama sebutan lain, seperti Schelling’s Bargaining Theory, Strategic Theory, dan The Strategy
of Conflict.
Penulis secara sadar lebih memilih menggunakan sebutan “Theory of Interdependent Decisions” sebab istilah inilah
24
Wright, Quincy, ‘The Study of International relations’, seperti dikutip dalam bukunya Suwardi Wiriaatmaja, Pengantar Ilmu Hubungan Inter-
nasional, Penerbit Pustaka Tinta Mas, Bandung, 1988
25
Keohane, Robert, ‘Theory of World Politics: Structural Realism and Be- yond
’, hal. 165, dan hal. 195-196, International Organization, JSTOR, 2003
Interaksi Transnasional dan Paradiplomasi
33
yang diberikan oleh pencetusnya, yaitu Thomas C. Schellings sendiri.
26
Sebelum mengkaji teori ini secara lebih jauh, terlebih dahulu akan didefinisikan apa yang dimaksud dengan ‘Interdependent’.
Menurut Richard Rosecrance dan Arthur Stein, pengertian istilah ini adalah :
“Interdependence, in the most general sense, as consisting of a relationship of interests such that if one nation’s position
changes, other states will be affected by that change”.
27
Adapun yang dimaksud dengan “Decisions” dalam tesis ini adalah kebijakan yang diambil oleh para aktor hubungan
inter nasional baik itu daerah otonom maupun pihak asing IGO, INGO ataupun aktor-aktor lain. Kebijakan yang dipilih
ini merupakan keputusan yang diambil di antara alternatif- alternatif kebijakan lain yang cukup mendapat dukungan dari
komunitas yang melingkunginya. Kebijakan ini harus bersifat responsive terhadap perkembangan yang terjadi di lingkungan
internasional yang melingkupinya. “Decisions” dalam hal ini disejajarkan dengan pengertian “Out Put” sebagaimana di-
maksud oleh David Easton dalam teori sistemnya.
28
Setelah mendefinisikan istilah-istilah pokok di atas, sam pailah kini pada pembicaraan mengenai inti dari Teori
Keputusan Yang Saling Bergantung ini. Menurut Schellings,
26
Dougherty, James E. dan Pfaltzgra ff , Robert L., Jr., ‘Contending Theo-
ries of International Relations’ , , hal. 527, Harper and Row, Publishers, New
York, 1982
27
Ibid Dougherty, Hal. 137
28
Easton, David, ‘An Approach to the Analysis of Political System’, dalam Mohtar Mas’oed, Perbandingan Sistem Politik, Gadjah Mada Univ. Press,
YK, Tahun 1991, hal. 5
34
PARADIPLOMACY Kerjasama Luar Negeri Oleh Pemda di Indonesia
“Theory of Interdependent Decisions ” TID ini mendasarkan diri
pada pemikiran bahwa : “takes conflict for granted, but also assumes common interest
between the adversaries; it assumes a ‘rational’ value- maximazing mode of behaviour; and it focuses on the fact
that each participant’s ‘best’ choice of action depends on what the expects the other to do, and that ‘strategic behaviour’
is concerned with influencing another’s choice by working on his expectation of how one’s own behaviour is related to
his”.
29
Terpapar jelas di sini, bahwa TID dilandaskan pada asumsi bahwa inheren dalam suatu konflik sebagaimna adanya,
terdapat pula kepentingan bersama common interests di antara pihak-pihak yang terlibat, yang dianggap sebagai suatu bentuk
pemaksimalan nilai rasional dari perilaku mereka yang bisa dicapai. Atau dengan kata lain, “common interests’ itu merupakan
hasil upaya maksimal yang rasional guna mengakomodasikan konflik yang sedang terjadi di antara para aktor hubungan
internasional. Pandangan ini berdasar pada kenyataan bahwa pilihan kebijakan terbaik dari setiap perilaku partisipan aktor-
aktor adalah sangat tergantung dari apa yang mereka harapkan dari pihak lain. Pilihan kebijakan itu dimaksudkan pula untuk
mempengaruhi agar perilaku pihak lain sesuai dengan yang diharapkan.
Ada dua pokok pikiran penting dalam teori ini. Pertama, TID memandang konflik bukan semata-mata sebagai saling
bersaing atau saling mengancam di antara pihak-pihak yang terlibat saja, tetapi lebih merupakan suatu fenomena yang
kompleks, yang di dalamnya antagonisme dan kerja sama sering
29
Ibid Dougherty, Hal. 527
Interaksi Transnasional dan Paradiplomasi
35
berinteraksi secara samar dalam hubungan yang berlawanan. Pikiran Schelling ini merefleksikan suatu keyakinan bahwa
dalam sebagian besar konflik internasional, misalnya masalah persaingan sumberdaya ekonomi luar negeri, penyelesaian
yang bersifat ‘Zero Sum Game’ adalah tidak relevan.
Pokok pikiran kedua dari TID adalah teori ini memandang bahwa penyelesaian yang bersifat rasional kalkulatif
merupakan suatu tindakan yang pantas dan harus diupayakan semaksimal mungkin, meskipun, dalam berbagai kasus tidak
semua penyelesaian dapat bersifat rasional. Dalam hal ini Schelling mengatakan :
“It is not a universal advantage in situations of conflict to be inalienablyand manifestly rational in decision and
motivation…It is not true, as illustrated in the example of extortion, that in the face of threat, it is invariably an
advantage to be rational, particularly if the fact of being rational or irrational cannot be concealed.”
30
Nyatalah kiranya bahwa ‘rational decision’ tidak selalu ter- dapat dalam setiap penyelesaian konflik ataupun pembuatan
keputusan ketika menghadapi ancaman. Penyelesaian rasional harus tetap diupayakan terlebih dahulu sebagaimana diyakini
sendirti oleh Schelling terutama untuk menyelesaikan masalah- masalah tertentu seperti konflikmasalah ekonomi yang
menuntut rasionalitas yang tinggi.
Sumbangan terbesar dari TID dalam menyelesaikan masalah-masalah internasional antara para aktor hubungan
antarbangsa adalah perlunya menghindarkan penyelesaian konflik internasional secara extrem atau frontal. Formulasi
penyelesaian yang bersifat ‘Zero Sum Game’ oleh TID diganti
30
Ibid Dougherty, hal. 529
36
PARADIPLOMACY Kerjasama Luar Negeri Oleh Pemda di Indonesia
menjadi jenis penyelesaian yang bersifat “kolaborasi murni” pure collaboration yang di dalamnya para pihak yang berkonflik
berusaha semaksimal mungkin untuk mencari celah kerja sama secara rasional sehingga melahirkan spiral harapan-harapan
yang saling berbalasan spiral of reciprocal expectation guna memformulasikan penyelesaian yang ‘acceptable’ atas konflik
internasional yang terjadi.
Relevansi TID dalam menganalisa penyelesaian masalah antar para aktor hubungan internasional adalah sesuai dengan
dua pokok pikiran yang ditawarkan TID di atas, pertama, jenis penyelesaian masalah secara ‘Non Zero Sum Game’ dengan
mendorong para aktor untuk melakukan ‘pure collaboration’ sangat sesuai untuk menganalisa kunci persoalan antar para
aktor hubungan internasional yaitu masalah ekonomi atau perebutan sumber-sumber ekonomi luar negeri. Kedua, TID
menawarkan bahwa dalam penyelesaian masalah antara para aktor hubungan internasional mendorong upaya pemaksimalan
penyelesaian konflik secara rasional, betapun menurut TID ini pula, hal ini tidak dapat berlaku secara mutlak.
Jadi, penggunaan TID dalam menganalisa masalah konflik antar para aktor hubungan internasional ini, diharapkan dapat
memberikan arah sekaligus sifat penyelesaiannya yaitu ‘pure collaboration’
dan ‘rational decision’. Sebuah optimisme baru di tengah pergaulan dunia yang lebih beradap dan kompleks.
Di samping itu, Keohane juga mengajukan 3 kriteria untuk mengelola resolusi konflik antar Negara dan konflik trans-
nasional, yakni ‘independence’, ‘access’ dan ‘legal embeddedness’ di mana lembaga-lembaga internasional memiliki sifat
pengambilan keputusan yang mandiri tanpa ada dominasi politik, tekanan luar atau pun ancaman militer dari Negara mana
pun individual national governments, serta keterbukaan akses bagi setiap negara untuk menjadi pengambil keputusan, dan
Interaksi Transnasional dan Paradiplomasi
37
adanya keterikatan hukum di antara para aktor transnasional untuk saling mengotrol dan melakukan penegakkan aturan.
31
Keohane melihat dalam karyanya, ‘Theory of World Politics’, bahwa ada kebutuhan menciptakan sebuah konstruksi teori
yang mampu meletakkan dasar bagi terjadinya ‘peaceful change’ atau perubahaan secara damai dalam ‘world politics’ atau
hubungan internasional. Pencapaian pendekatan Realism yang ditandai oleh 3 tiga pemikiran penting, yakni teori ‘Balance of
Power
’-nya Walts, ‘Game Theory, structure and bargaining’ karya Snyder dan Diesing, serta ‘Cycles of hegemony and war’ karya
Gilpin, menyisakan sebuah pertanyaan fundamental tentang bagaimana mencipkan sebuah perubahan politik dunia yang
damai dan dilakukan dengan cara-cara yang damai pula oleh masyarakat dunia.
32
C. ‘Paradiplomacy’, Geliat Lokal dalam Interaksi Global