14.35 4.09 3.73 Interesterifikasi enzimatik bahan baku berbasis minyak sawit untuk produksi cocoa butter equivalents
Keterangan: RF21, RF32, RF11, RF23, RF12 substrat RBDPOFHSO; dengan rasio berat
masing-masing 2:1, 3:2, 1:1, 2:3 dan1:2 Gambar 4.3 Profil SFC masing-masing bahan baku atas serta substrat
RBDPOFHSO bawah pada berbagai rasio berat
Sedangkan menurut Noor Lida et al. 2006, interaksi eutektik seringkali diamati pada campuran minyak dan merupakan indikator ke-tidak kompatibel-an
incompatibility di antara lemak-lemak tersebut. Interaksi ini cenderung terjadi jika lemak-lemak tersebut berbeda dalam volume molekul, bentuk atau
polimorfik. Efek eutektik biasanya tidak diinginkan, tetapi pada kasus margarine dan shortening, efek ini menguntungkan.
Keterangan: OF21, OF32, OF11, OF23, OF12 substrat Olein SawitFHSO serta PF21, PF32,
PF11, PF23, PF12, substrat sPMFFHSO, dengan rasio berat masing-masing 2:1, 3:2, 1:1, 2:3 dan1:2
Gambar 4.4 Profil SFC substrat Olein SawitFHSO atas dan sPMFFHSO bawah pada berbagai rasio berat
Efek eutektik tertinggi terlihat pada substrat sPMFFHSO pada suhu 20°C pada rasio berat 3:2. Sebagai ilustrasi, pada Tabel 4.6 dapat dilihat hasil
perhitungan nilai deviasi SFC untuk substrat sPMFFHSO. Secara umum, nilai negatif dari deviasi SFC substrat sPMFFHSO pada suhu 20°C lebih tinggi
dibandingkan dengan substrat yang lain, diikuti oleh substrat Olein sawitFHSO, substrat RBDPOFHSO dan substrat sPMFFHSO pada suhu 10°C. Pada suhu
tersebut, TAG bertitik leleh rendah akan mulai mengkristal secara bebas dalam sistem dan cenderung memperlihatkan efek eutektik karena tidak dapat bercampur
dengan TAG bertitik leleh tinggi Noor Lida et al. 2002. Analogi yang sama juga dapat diterapkan pada nilai deviasi SFC yang positif yang terlihat pada hasil
pengukuran SFC pada penelitian ini, bahwa semakin tinggi nilai positif deviasi SFC maka semakin tinggi pula efek eutektik pada campuran kedua minyaklemak
tersebut. Tabel 4.6 Deviasi SFC
ΔSFC substrat sPMFFHSO pada berbagai rasio berat pada berbagai suhu pengukuran
Suhu Pengukuran Rasio Berat Substrat sPMFFHSO
2 :1 3 : 2
1 :1 2 : 3
1 : 2 10°C
-5.13 -4.90
-4.02 -4.46
-5.05 20°C
-8.08 -8.94
-8.88 -7.12
-7.03 25°C
5.44 3.56
2.03 1.84
0.29 30°C
8.83 6.82
4.87 3.90
2.26 35°C
6.76 5.51
5.25 4.26
2.65 40°C
2.30 1.72
2.91 2.49
1.60
Selanjutnya pada Tabel 4.7 disajikan SMP masing-masing substrat campuran fraksi-fraksi minyak sawit dengan FHSO pada berbagai rasio berat.
Semua jenis substrat pada berbagai rasio berat mempunyai SMP di atas 50°C, karena didominasi oleh TAG bertitik leleh tinggisangat tinggi St2U, St3. Secara
umum, substrat RBDPOFHSO mempunyai SMP yang lebih tinggi dibandingkan dengan substrat lainnya pada rasio berat yang sesuai. Sedangkan substrat olein
sawitFHSO dan sPMFFHSO cenderung mempunyai nilai SMP yang hampir
sama. Sementara itu, proporsi FHSO dalam substrat yang semakin tinggi akan memberikan nilai SMP yang semakin tinggi pula, karena FHSO dominan dengan
TAG bertitik leleh sangat tinggi StStSt. Pada beberapa kasus, hubungan kesetimbangan dari campuran TAG murni
ditentukan dengan mengukur titik lelehnya, tetapi tidak ada titik leleh tunggal untuk lemak alami yang tersusun dari sejumlah TAG yang berbeda Zhou dan
Hartel 2006. Titik leleh lemak dapat ditentukan dengan banyak metode, seperti clear point, softening point, slip melting point atau Wiley melting point.
Tabel 4.7 SMP masing-masing substrat pada berbagai rasio berat
Slip Melting Point SMP, °C Rasio Berat
Substrat RBDPOFHSO
Olein Sawit FHSO sPMFFHSO
Rasio 2:1 Rasio 3:2
Rasio 1:1 Rasio 2:3
Rasio 1:2 54.2-54.6
55.9-57.0 57.5-58.2
58.2-59.1 58.6-59.6
52.3-53.3 54.2-54.9
56.9-57.3 57.2-58.0
57.2-58.1 53.0-53.8
54.0-54.6 56.4-57.8
56.8-57.8 57.6-58.4
Hubungan Komposisi TAG dan SFC
Menurut Neff et al. 1999, pengelompokan TAG dengan lambang St, M, D dan T lebih mencerminkan korelasi komposisi TAG dengan titik leleh, solid fat
index dan kemungkinan peningkatan stabilitas oksidatif. Oleh karena itu, pada penelitian ini dibuat model berdasarkan pendugaan melalui regresi linear
berganda dengan pendekatan regresi bertahap stepwise regression dari hubungan matematik antara SFC dengan konsentrasi area kelompok TAG. Pada Tabel
4.8 dapat dilihat model untuk memprediksi SFC substrat pada berbagai suhu pengukuran dari konsentrasi area kelompok TAG secara tunggal maupun
gabungan. Data yang dianalisis merupakan data gabungan dari semua jenis substrat pada berbagai rasio berat.
Solid Fat Content pada 20°C SFC20 sampai dengan SFC pada 40°C SFC40 dapat diprediksi secara akurat dari konsentrasi area TAG StStSt
PPP, PPS, PSS, SSS saja, sedangkan TAG StMM POO, SOO dapat digunakan
untuk memprediksi SFC10. Sementara itu, gabungan dari TAG StStSt dan StMM dapat digunakan untuk memprediksi SFC20 sampai SFC35, sedangkan SFC10
dapat diprediksi dari TAG StMM dan StStD PLP. R
2
dapat digunakan untuk membandingkan dua regresi berganda dengan variabel terikat Y yang sama, tetapi banyaknya variabel bebas X berbeda.
Semakin besar nilai R
2
mendekati 1, maka semakin baik model tersebut memprediksi. Dengan demikian, kelompok TAG secara gabungan dapat
memprediksi lebih baik terhadap nilai SFC substrat pada berbagai suhu pengukuran dibandingkan dengan kelompok TAG secara tunggal berdasarkan
nilai R
2
.
Tabel 4.8 Model untuk memprediksi SFC substrat pada berbagai suhu pengukuran dari konsentrasi kelompok TAG secara tunggal
maupun gabungan
SFC10 = 95.62 – 2.25 StMM R
2
= 0.93; σ = 2.38 SFC20 = 11.40 + 0.94 StStSt R
2
= 0 .94; σ = 2.49
SFC25 = 9.88 + 0.96 StStSt R
2
= 0.96; σ = 2.08 SFC30 = 8.87 + 0.97 StStSt R
2
= 0.96; σ = 1.96 SFC35 = 4.58 + 1.03 StStSt R
2
= 0.98; σ = 1.57 SFC40 = 1.10 StStSt – 1.84 R
2
= 0.99; σ = 1.35 SFC10 = 93.18 – 3.26 StMM + 3.89 StStD R
2
= 0.99; σ = 0.83 SFC20 = 37.00 + 0.66 StStSt – 0.93 StMM R
2
= 0 .98; σ = 1.42
SFC25 = 30.31 + 0.73 StStSt – 0.74 StMM R
2
= 0.98; σ = 1.30 SFC30 = 27.86 + 0.76 StStSt – 0.69 StMM R
2
= 0.99; σ = 1.25 SFC35 = 17.97 + 0.89 StStSt – 0.49 StMM R
2
= 0.99; σ = 1.17
Sebagai ilustrasi, pada Gambar 4.5 dapat dilihat SFC substrat pada 30°C hasil pengukuran menggunakan NMR Analyzer dengan SFC substrat pada suhu
tersebut sebagai hasil prediksi SFC dari kelompok TAG StStSt TAG tunggal sesuai dengan model pada Tabel 4.8. Pada Gambar 4.5 tersebut terlihat bahwa
hasil prediksi dari TAG StStSt PPP, PPS, PSS, SSS tersebut tidak berbeda jauh dari SFC hasil pengukuran R
2
= 0.96. Sebagai pembanding adalah konsentrasi TAG StStSt pada CB dengan SFC pada suhu pengukuran 30°C.
T AG
T ungga
l
T AG
G abunga
n
Gambar 4.5 Prediksi SFC substrat pada 30°C dari kelompok TAG StStSt
Simpulan
Fraksi-fraksi minyak sawit RBDPO, Olein Sawit dan sPMF dominan dengan asam palmitat C16:0 dan asam oleat C18:1 yang menyusun TAG POP
dan POO sebagai TAG utamanya. Sedangkan FHSO didominasi oleh TAG PSS dan SSS. Campuran masing-masing fraksi minyak sawit dengan FHSO dapat
dianggap sebagai substrat yang potensial untuk sintesis TAG khas CBE POP, POS, SOS dengan katalis lipase spesifik-1,3.
Komposisi TAG substrat merepresentasikan kombinasi linear komposisi TAG minyaklemak penyusunnya, tetapi hasil pengukuran SFC substrat
menunjukkan adanya deviasi dari hasil perhitungan secara teoritik. Deviasi SFC mengindikasikan adanya efek eutektik dari masing-masing fraksi minyak sawit
dengan FHSO yang ada dalam substrat, sekaligus mengindikasikan bahwa lemak penyusun substrat tersebut tidak kompatibel. Komposisi TAG substrat dan bahan
baku penyusunnya tercermin dalam profil SFC dan SMP. Hubungan komposisi TAG kelompok TAG dan SFC substrat pada
berbagai suhu pengukuran dapat dibuat model melalui pendekatan regresi linear
berganda. SFC pada berbagai suhu pengukuran dapat diprediksi secara akurat dari kelompok TAG StStSt PPP, PPS, PSS, SSS, StMM POO, SOO dan StStD
PLP, baik secara tunggal ataupun gabungan.
Daftar Pustaka
Abigor RD, Marmer WN, Foglia TA, Jones KC, DiCiccio RJ, Ashby R, Uadia PO. 2003. Production of cocoa butter-like fats by the lipase-catalyzed
interesterification of palm oil and hydrogenated soybean oil. J Am Oil Chem Soc 8012:1193-1196.
[AOCS] American Oil Chemists’ Society. 2005. Official Methods and Recommended Practices of the American Oil Chemists’ Society. Illinois: Am
Oil Chem Soc Press, Champaign. Braipson-Danthine S, Gibon V. 2007. Comparative analysis of triacylglycerol
composition, melting properties and polymorphic behavior of palm oil and fractions. Eur J Lipid Sci Technol 109:359-372.
Calliauw G, Gibon V, Grey W de, Plees L, Foubert I, Dewettinck K. 2007. Phase composition during palm olein fractionation and its effect on soft PMF and
superolein quality. J Am Oil Chem Soc 84:885-891. Chen CW, Chong CL, Ghazali HM, Lai OM. 2007. Interpretation of
triacylglycerol profiles of palm oil, palm kernel oil and their binary blends. Food Chemistry 100:178-191.
Chong CN, Hoh YM, Wang CW. 1992. Fractionation procedures for obtaining cocoa butter-like fat from enzymatically interesterified palm olein. J Am Oil
Chem Soc 692:137-140. Fuji Oil Europe. 2004. Confectionery.
http:www.fujioileurope.comProductsConfectionary choccoat.htm [1
Februari 2007]. Goh EM. 2002. Applications and uses of palm and palm kernel oils in speciality
products. Malaysian Oil Science and Technology 111:46-50. Gunstone FD. 2002. Food applications of lipids. Di dalam: Akoh CC, Min DB,
editor. Food Lipids Chemisty, Nutrition, and Biotechnology. Ed ke-2. New York: Marcel Dekker, Inc.
Huyghebaert A, Verhaeghe D, Moor H de. 1994. Fat products using chemical and enzymatic interesterification. Di dalam: Moran DPJ, Rajah KK, editor. Fats
In Food Products. London: Blackie Academic Professional.
Idris NA, Dian NLHM. 2005. Interesterified palm products as alternatives to hydrogenation. Asia Pac J Clin Nutr 144:396-401.
[IUPAC] International Union of Pure and Applied Chemistry Norm Version. 1987. 2.150 Ex 2.323 Solid Content Determination in Fats by NMR Low
Resolution Nuclear Magnetic Resonance. Jin Q, Zhang T, Shan L, Liu Y, Wang X. 2008. Melting and solidification
properties of palm kernel oil, tallow and palm olein blends in the preparation of shortening. J Am Oil Chem Soc 85:23-28.
Khumalo LW, Majoko L, Read JS, Ncube I. 2002. Characterization of some underutilized vegetable oils and their evaluation as starting materials for
lipase-catalysed production of cocoa butter equivalents. Industrial Crops and Products 16:237-244.
Li D, Adhikari P, Shin JA, Lee JH, Kim YJ, Zhu XM, Hu JN, Jin J, Akoh CC, Lee KT. 2010. Lipase-catalyzed interesterification of high oleic sunflower
oil and fully hydrogenated soybean oil comparison of batch and continuous reactor for production of zero trans shortening fats. LWT – Food Science and
Technology 43:458-464.
Lipp M, Anklam E. 1998. Review of cocoa butter and alternatives fats for use in chocolate – Part A. Compositional data. Food Chemistry 621:73-97.
Lipp M, Simoneau C, Ulberth F, Anklam E, Crews C, Brereton P, Greyt W de, W Schwack W, Wiedmaiers C. 2001. Composition of genuine cocoa butter
and cocoa butter equivalents. Journal of Food Composition and Analysis 14:399-408.
Liu, KJ, Cheng HM, Chang RC, Shaw JF. 1997. Synthesis of cocoa butter equivalent by lipase-catalyzed interesterification in supercritical carbon
dioxide. J Am Oil Chem Soc 7411:1477-1482. Mojovic L, Marinkovic SS, Kukic G, and Novakovic GV. 1993. Rhizopus
arrhizus lipase-catalyzed interesterification of the midfraction of palm oil to a cocoa butter equivalent Fat. Enzyme Microb Technol 15:438-443.
Neff WE, List GR, Byrdwell WC. 1999. Effect of triacylglycerol composition on functionality of margarine basestocks. Lebensm-Wiss u-Technol 32:416-424.
Nielsen K, Oliefabrik A, Bruunsgade MP. 2000. Interesterification in Use for the Production of Confectionery Fats.
http:www.soci.org [23 Februari 2007]
Noor Lida HMD, Md. Ali AR. 1998. Physicochemical characteristics of palm- based oil blends for the production of reduced fat spreads. J Am Oil Chem
Soc 7511:1625-1631.
Noor Lida HMD, Sundram K, Siew WL, Aminah A, Mamot S. 2002. TAG composition and solid fat content of palm oil, sunflower oil, and palm kernel
olein blends before and sfter chemical interesterification. J Am Oil Chem Soc 7911:1137-1144.
Noor Lida HMD, Sundram K, Idris NA. 2006. DSC study on the melting properties of palm oil, sunflower oil, and palm kernel olein blends before
and after chemical interesterification. J Am Oil Chem Soc 838:739-745. Osborn HT, Akoh CC. 2002a. Structured lipids – novel fats with medical,
nutraceutical, and food applications. Comprehensive Reviews in Food Science and Food Safety 3:110-120.
Pinyaphong P, Phutrakul S. 2009. Synthesis of cocoa butter equivalent from palm oil by Carica papaya lipase-catalyzed interesterification. Chiang Mai J Sci
363:359-368. Ramli MR, Siew WL, Cheah KY. 2008. Properties of high-oleic palm oils derived
by fractional crystallization. Journal of Food Science 733:C140-C145. Ribeiro APB, Grimaldi R, Gioielli LA, Goncalves LAG. 2009. Zero trans fat from
soybean oil and fully hydrogenated soybean oil: Physico-chemical properties and food applications. Food Research International 42:401-410.
Santini S, Crowet JM, Thomas A, Paquot M, Vandenbol M, Thonart P, Wathelet JP, Blecker C, Lognay G, Brasseur R, Lins L, Charloteaux B. 2009. Study of
Thermomyces lanoginosa lipase in the presence of tributyrylglycerol and water. Biophysical Journal 96: 4814-4825.
Sarmidi MR, El Enshasy HA, Hamid MA. 2009. Oil palm: the rich mine for pharma, food and fuel industries. Am-Euras J Agric Environ Sci 56:767-
776. Satiawihardja B, Hariyadi P, Budiyanto S. 2001. Studi Pembuatan Mentega
Coklat Tiruan dari Minyak Sawit dengan Proses Interesterifikasi Enzimatik. Laporan Penelitian Hibah Bersaing VII 1-3 Perguruan Tinggi Tahun
Anggaran 19982001. Bogor: Fateta, IPB.
Silva RC, Cotting LN, Poltronieri TP, Balcao VM, de Almeida DB, Goncalves LAG, Grimaldi R, Gioielli LA. 2009. The effects of enzymatic
interesterification on the physical-chemical properties of blends of lard and soybean oil. LWT – Food Science and Technology 42: 1275-1282.
Tan CH, Ghazali HM, Kuntom A, Tan CP, Ariffin AA. 2009. Extraction and physicochemical properties of low free fatty acid crude palm oil. Food
Chemistry 113:645-650.
Tarmizi AHA, Siew WL, Kuntom A. 2008. Production of palm oil reference materials for the determination of solid fat content. Journal of Food Quality
31:673-685. Wainwright B. 1999. Specialty fats and oils. Di dalam: Widlak N, editor. Physical
Properties of Fats, Oils and Emulsifiers. Illinois: Am Oil Chem Soc Press, Champaign.
Zaidul ISM, Nik Norulaini NA, Mohd Omar AK, Smith Jr RL. 2007. Blending of supercritical carbon dioxide SC-CO
2
extracted palm kernel oil fractions and palm oil to obtain cocoa butter replacers. Journal of Food Engineering
78: 1397-1409.
Zaliha O, Chong CL, Cheow CS, Norizzah AR, Kellens MJ. 2004. Crystallization properties of palm oil by dry fractionation. Food Chemistry 86:245-250.
TRANSESTERIFIKASI ENZIMATIK CAMPURAN FRAKSI MINYAK SAWIT DAN MINYAK KEDELAI
TERHIDROGENASI SEMPURNA UNTUK SINTESIS COCOA BUTTER EQUIVALENTS
Enzymatic Transesterification of palm oil fractions and fully hydrogenated soybean oil blends for the synthesis of cocoa butter
equivalents Abstract
Enzymatic transesterification of each palm oil fraction refined, bleached, deodorized palm oil, RBDPO; palm olein; soft palm midfraction, sPMF and fully
hydrogenated soybean oil FHSO at various reaction times and weight ratios was studied for the synthesis of cocoa butter equivalents CBE. Triacylglycerol
TAG composition, solid fat content SFC and slip melting point SMP were analyzed in the reaction mixtures, before dan after enzymatic transesterification
reaction. Enzymatic transesterification of the substrates resulted in the formation of a complex mixture of acylglycerols and free fatty acids. Concentration of
several TAG were increased, some were decreased, and several new TAG were formed. Enzymatic transesterification reaction reached equilibrium after 8-12
hours reaction times was reflected in the degree of interesterification DI and CBE index IC values. Synthesis of target TAG POS, SOS that expressed in IC
values increased with increasing proportion of FHSO in the substrates. The resulting changes in the TAG composition of the substrates were reflected in the
SFC and SMP values. The relationship between TAG composition TAG groups and the SFC values of transesterified products at each measuring temperature can
be expressed in a multiple linear regression model. The SFC values at various measuring temperature could be accurately predicted from the proportion of
StMM POO, SOO and StStM POP, POS, SOS TAG groups, either single or combined.
Keywords : enzymatic transesterification, palm oil fractions, triacylglycerol, solid fat content, cocoa butter equivalents
Abstrak
Transesterifikasi enzimatik dari masing-masing fraksi minyak sawit refined, bleached, deodorized palm oil, RBDPO; olein sawit; soft palm midfraction,
sPMF dan minyak kedelai terhidrogenasi sempurna fully hydrogenated soybean oil, FHSO pada berbagai rasio berat dan waktu reaksi dengan katalis lipase
amobil dipelajari untuk sintesis Cocoa Butter Equivalents CBE. Analisis dilakukan terhadap komposisi triasilgliserol TAG, solid fat content SFC and
slip melting point SMP dalam campuran reaksi sebelum dan sesudah reaksi transesterifikasi enzimatik. Transesteferikasi enzimatik dari substrat menghasilkan
pembentukan campuran kompleks dari asilgliserol dan asam lemak bebas. Konsentrasi beberapa TAG meningkat, beberapa menurun dan beberapa TAG
baru terbentuk. Reaksi transesterifikasi mencapai kesetimbangan setelah 8-12 jam waktu reaksi yang tercermin dalam nilai derajat interesterifikasi DI dan indeks
CBE IC. Sintesis TAG target POS, SOS yang dinyatakan sebagai IC meningkat seiring dengan meningkatnya proporsi FHSO dalam substrat.
Perubahan dalam komposisi TAG substrat tercermin dalam profil SFC dan nilai SMP. Hubungan antara komposisi TAG kelompok TAG dan nilai SFC produk
transesterifikasi pada masing-masing suhu pengukuran dapat dinyatakan dalam model regresi linear berganda. Nilai SFC pada berbagai suhu pengukuran secara
akurat dapat diprediksi dari proporsi kelompok TAG StMM POO, SOO dan StStM POP, POS, SOS secara tunggal atau pun gabungan.
Kata kunci : transesterifikasi enzimatik, fraksi minyak sawit, triasilgliserol, solid fat content, cocoa butter equivalents
Pendahuluan
CB dianggap sebagai lemak ideal dan pilihan dalam industri coklat confectionery karena mempunyai karakteristik unik. Komposisi CB hampir 80
didominasi oleh tiga TAG simetrik, saturated-unsaturated-saturated StUSt, yaitu palmitat-oleat-palmitat POP, 16.8-19.0, palmitat-oleat-stearat POS,
38.0-43.8 dan stearat-oleat-stearat SOS, 22.8-30.0 Lipp et al. 2001. Konsekuensinya CB bersifat keras dan rapuh di bawah suhu ruang, tetapi ketika
dimakan, CB meleleh sempurna di mulut dengan tekstur creamy yang lembut dan suatu sensasi dingin Gunstone 2002. Polimorfismenya juga berpengaruh besar
terhadap sifat-sifat fisik dari produk coklat, seperti kilap gloss, derak snap, kontraksi, ketahanan panas, pelelehan yang cepat dan tajam di mulut, serta
ketahanan bloom Osborn dan Akoh 2002a. Banyak keterbatasan menyangkut penggunaan CB, antara lain suplai yang
tidak stabil, harga relatif mahal, kurang memadai untuk digunakan pada iklim panas serta kualitasnya bervariasi. Selain itu, proses tempering diperlukan untuk
produk coklat yang sepenuhnya menggunakan CB dalam formulasinya, karena cenderung akan mengalami blooming Zaidul et al. 2007, Torbica et al. 2006, Fuji
Oil Europe 2004. Berbagai alasan tersebut mendorong dikembangkannya specialty fats alternatif CB oleh para peneliti maupun industri minyak dan lemak,
sehingga dikenal istilah cocoa butter alternatives CBA. Review tentang CBA yang meliputi klasifikasi dan sifat-sifatnya dapat ditemukan dalam artikel Lipp
dan Anklam 1998. Salah satu jenis CBA yang mempunyai sifat fisikokimia mirip CB dan sepenuhnya kompatibel dengan CB adalah cocoa butter equivalents
CBE. CBE berperilaku seperti CB dan dapat dicampur dengan CB pada proporsi
berapapun tanpa mengubah karakteristik pelelehan, rheologi, dan pengolahan, sehingga kualitas akhir produk tetap dipertahankan. CBE didesain agar
mengandung komposisi TAG mirip CB, sehingga sifat-sifatnya diharapkan mirip dan kompatibel dengan CB dalam campuran untuk pembuatan coklat Zaidul et
al. 2007. Oleh karena itu, CBEs mempunyai nilai ekonomi paling tinggi di antara jenis CBA lainnya Balle 2006. CBE mempunyai peranan antara lain untuk
memperbaiki toleransi terhadap lemak susu, meningkatkan daya simpan pada suhu tinggi, mengendalikan blooming, serta memberikan alternatif secara
ekonomi terhadap penggunaan CB dalam formulasi coklat Wainwright 1999. Akhir-akhir ini teknik interesterifikasi enzimatik menjadi salah satu
pilihan dalam proses produksi CBE. Menurut Osborn dan Akoh 2002a perhatian terhadap reaksi interesterifikasi, baik dari sudut pandang gizi maupun fungsional
terus meningkat karena memungkinkan untuk dihasilkannya margarin bebas asam lemak trans, cocoa butter alternatives CBA, dan pangan rendah kalori;
memperbaiki sifat-sifat fisik dan fungsional pangan serta memperbaiki kualitas nutrisi lemak dan minyak. Selama interesterifikasi akan terjadi redistribusi asam
lemak dalam TAG, sehingga akan mengubah komposisi asam lemak dalam TAG. Perubahan jumlah dan jenis TAG tersebut akan mempengaruhi karakteristik fisik
minyak dan lemak, seperti sifat pelelehan dan kristalisasi Idris dan Dian 2005. Interesterifikasi enzimatik lebih menawarkan banyak keuntungan
dibandingkan dengan interesterifikasi kimia. Reaksi enzimatik lebih spesifik, kondisi reaksinya mild serta limbah yang dihasilkannya minimal. Selain itu
apabila enzim yang digunakan dalam bentuk amobil, maka dapat digunakan berulang sehingga secara ekonomi lebih menguntungkan Willis dan Marangoni
2002. Interesterifikasi kimia biasanya bersifat acak dan sulit dihentikan jika reaksi berlangsung sangat cepat, sedangkan reaksi interesterifikasi enzimatik
biasanya berlangsung lebih lambat dan lebih mudah untuk dikendalikan.
Interesterifikasi enzimatik untuk sintesis lemak dengan profil TAG mirip CB dapat dilakukan melalui reaksi transesterifikasi ataupun asidolisis.
Transesterifikasi merupakan reaksi pertukaran gugus asil antara dua ester, yaitu antara dua triasilgliserol. Sedangkan asidolisis merupakan reaksi perpindahan
gugus asil antara suatu asam dengan suatu ester, atau dapat diartikan sebagai inkorporasi asam lemak bebas baru ke dalam triasilgliserol Willis dan Marangoni
2002. Reaksi transesterifikasi enzimatik untuk sintesis CBE antara lain telah
dilakukan oleh Chang et al. 1990 dari minyak biji kapas terhidrogenasi sempurna dan minyak zaitun; Liu et al. 1997 dari minyak sawit dan tristearin;
Abigor et al. 2003 dari refined, bleached, deodorized palm oil RBDPO dan fully hydrogenated soybean oil FHSO; serta Liu et al. 2007 dari lard dan
tristearin. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengevaluasi proses sintesis
triasilgliserol khas CBE secara transesterifikasi enzimatik dari substrat fraksi- fraksi minyak sawit dengan FHSO dalam upaya mendapatkan teknologi proses
produksi CBE skala laboratorium beserta informasi pengendaliannya. Evaluasi yang dilakukan meliputi kajian terhadap pengaruh jenis substrat, rasio substrat
dan waktu reaksi terhadap perubahan profil TAG dan sifat pelelehannya profil SFC setelah reaksi transesterifikasi serta mendapatkan hubungan antara profil
TAG dengan sifat pelelehannya profil SFC.
Bahan dan Metode Bahan.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain refined, bleached, deodorized palm oil RBDPO, olein sawit PT Asian Agri, Jakarta. Soft palm
midfraction sPMF, cocoa butter CB PT Karya Putrakreasi Nusantara, Wilmar Group, Medan. Fully hydrogenated soybean oil FHSO Texas AM
University, USA. Lipase spesifik-1,3 amobil komersial dari Thermomyces lanuginosa yang disebut Lipozyme TL IM Novozyme AS, Bagsvaerd,
Denmark. Standar triasilgliserol TAG murni OOO, POO, SOO, PPP, SSS dari Sigma St. Louis, MO USA serta bahan-bahan kimia untuk analisis. Untuk
melengkapi standar TAG, TAG murni dicampur dengan minyaklemak yang telah
diketahui komposisi TAG-nya, yaitu RBDPO PLO, PLP, OOO, POO, PPP, CB POP, POS, SOS, SOA dan FHSO PPP, PPS, PSS,SSS.
Pengukuran a
w
enzim. Pengukuran aktivitas air a
w
enzim dilakukan secara langsung menggunakan a
w
-meter Shibaura WA-60. Kalibrasi dilakukan menggunakan NaCl dengan a
w
= 0.7509. Sebanyak 1 gram sampel enzim diletakkan pada tempat sampel pada a
w
-meter Shibaura WA-60. Selanjutnya a
w
- meter ditutup dan ditunggu sampai angka hasil pengukuran pada a
w
-meter
konstan. Transesterifikasi Enzimatik.
Reaksi transesterifkasi enzimatik mengacu pada metode yang dimodifikasi dari Chang et al. 1990 dan Abigor et al. 2003.
Sebanyak 5 g substrat campuran masing-masing fraksi minyak sawit RBDPO, Olein Sawit, sPMF dengan FHSO pada rasio berat 1:1 dimasukkan ke dalam labu
Erlenmeyer 25 mL. Selanjutnya enzim lipase sebanyak 6 bb substrat ditambahkan ke dalam campuran substrat yang sudah dipanaskan terlebih dahulu
pada suhu sekitar 68-70°C selama 10 menit. Reaksi interesterifikasi transesterifikasi dilakukan secara batch dengan kecepatan orbital shaker 200
rpm, suhu reaksi 68-70°C dan waktu reaksi 2 sampai 24 jam. Pemisahan enzim dari hasil transesterifikasi dilakukan dengan cara penyaringan menggunakan
kertas saring dalam keadaan panas. Selain itu reaksi transesterifikasi juga dilakukan terhadap substrat pada berbagai rasio berat 2:1 sampai 1:2 untuk
masing-masing fraksi minyak sawit dengan FHSO dengan waktu reaksi 4 jam.
Komposisi Triasilgliserol.
Analisis komposisi TAG mengacu pada metode yang dimodifikasi dari AOCS Official Methods Ce 5c 1997. Komposisi TAG
dianalisis menggunakan HPLC Hewlett Packard series 1100 dengan detektor Indeks Refraksi Refractive index, RI. Laju aliran fase gerak aseton : asetonitril,
85 : 15 vv sebesar 0.8 mLmenit. Kolom yang digunakan adalah dua kolom C- 18 Microsorb MV dan Zorbax Eclipse XDB–C18, 4.6 x 250 mm, 5 µm yang
dipasang secara seri. Sampel dilarutkan dalam aseton atau campuran aseton : kloroform 2:1 vv dengan konsentrasi 5, lalu disuntikkan ke dalam HPLC
sebanyak 20 μL. Analisis komposisi TAG dilakukan terhadap substrat sebelum
dan sesudah reaksi transesterifikasi.
Derajat Interesterifikasi DI
. Peningkatan konsentrasi TAG selama interesterifikasi dinyatakan sebagai derajat interesterifikasi DI yang
didefinisikan sebagai total konsentrasi TAG area yang meningkat konsentrasinya pada waktu reaksi tertentu, [TAGI
t
], terhadap total konsentrasi TAG area yang meningkat tersebut pada awal reaksi, [TAGI
] Ghazali et al. 1995 dan Chen et al. 2007. Sedangkan [TAGI
t
] dan [TAGI
[TAGI ] dihitung relatif
terhadap total konsentrasi TAG pada masing-masing campuran reaksi. Selanjutnya DI dapat dapat dihitung menggunakan formula berikut:
t
DI = ----------- ]
[TAGI ]
Solid Fat Content SFC. Analisis SFC IUPAC 2.150 ex 2.323, 1987 untuk
tempering fats menggunakan Bruker Minispec PC 100 NMR Analyzer. Sampel yang sudah dilelehkan dimasukkan ke dalam tabung NMR sebanyak 2.5 mL dan
dipanaskan pada suhu 60°C selama 30 menit. Setelah itu sampel disimpan pada suhu 0°C selama 90 menit, lalu disimpan pada suhu 26°C selama 40 jam,
selanjutnya disimpan lagi pada suhu 0°C selama 90 menit. Sebelum analisis dilakukan, sampel diinkubasi pada suhu 10, 20, 25, 30, 35 dan 40°C masing-
masing selama 60 menit. Kalibrasi NMR menggunakan standar SFC 0, 31.5 dan 72.9.
Slip Melting Point SMP. Analisis SMP AOCS Official Methods Cc 3-25,
2005 dilakukan terhadap substrat sebelum dan sesudah reaksi transesterifikasi. Sampel yang telah disaring dilelehkan dan dimasukkan ke dalam tabung kapiler 3
buah setinggi 1 cm. Selanjutnya disimpan dalam refrigerator pada suhu 4-10 C
selama 16 jam. Tabung kapiler diikatkan pada termometer dan termometer tersebut dimasukkan ke dalam gelas kimia 600 mL berisi air sekitar 300 mL.
Suhu air dalam gelas kimia diatur pada suhu 8 – 10 C di bawah titik leleh sampel
dan suhu air dipanaskan pelan-pelan dengan kenaikan 0.5 C – 1
Cmenit dengan pengadukan magnetic stirrer. Pemanasan dilanjutkan dan suhu diamati
dari saat sampel meleleh sampai sampel naik pada tanda batas atas. Slip melting point dihitung berdasarkan rata-rata suhu dari ketiga sampel yang diamati.
Analisis Statistik
. Hubungan matematik antara komposisi triasilgliserol dengan solid fat content diduga melalui regresi linear berganda dengan pendekatan regresi
bertahap stepwise regression menggunakan Software SPSS Statistics 17.0. R
2
digunakan untuk mengukur proporsi variabilitas dari variabel bebas untuk model yang digunakan.
Hasil dan Pembahasan
Reaksi interesterifikasi yang dikatalisis enzim lipase dapat dilakukan pada media yang berbeda, baik dalam pelarut organik maupun dalam sistem bebas
pelarut organik. Sintesis dalam sistem bebas pelarut organik menawarkan beberapa keuntungan meliputi dampak lingkungan yang minimal dengan
menghindarkan penggunaan pelarut organik yang toksik dan mudah terbakar, penghematan biaya yang signifikan karena tidak adanya proses lebih lanjut serta
tahap purifikasi yang lebih mudah dan lebih sedikit Chaibakhsh et al. 2009. Pada penelitian ini, proses transesterifikasi enzimatik dilakukan pada
sistem bebas pelarut organik dengan suhu reaksi dipertahankan pada 68-70°C, sehingga substrat tetap dalam keadaan cair. FHSO yang digunakan pada
penelitian ini mempunyai SMP tinggi 59.5-60,2°C, sehingga digunakan suhu minimum 65°C untuk menjaga berlangsungnya reaksi.
Lipase Lipozyme TL IM yang digunakan pada penelitian ini mempunyai a
w
sekitar 0.369 ± 0.027. Reaktivitas Lipozyme TL IM tidak dipengaruhi oleh perubahan a
w
dari 0.1130 ke 0.5289, tetapi peningkatan a
w
mengakibatkan peningkatan pembentukan ALB Ronne et al. 2005. Sedangkan menurut Zhang et
al. 2001, pengurangan kadar air lipase dari 6 sampai 3 tidak mempengaruhi aktivitas lipase, tetapi cenderung menurunkan pembentukan DAG dalam sistem.
Hal ini mengindikasikan bahwa air di dalam sistem, baik yang dibawa oleh enzim atau bahan baku dapat meningkatkan pembentukan produk samping, seperti ALB
dan DAG.
Lipozyme TL IM relatif stabil pada sistem bebas pelarut organik pada kisaran suhu 55 – 80°C. Interesterifikasi dengan katalis Lipozyme TL IM
sedikitnya membutuhkan 6 enzim untuk mencapai kesetimbangan derajat interesterifikasi dalam 6 jam reaksi pada 60°C. Selain itu, Lipozyme TL IM tidak
selektif terhadap asam lemak atau TAG dalam sistem yang digunakan Zhang et al. 2001.
Pengaruh Waktu Reaksi Terhadap Komposisi TAG
Pengaruh waktu reaksi terhadap komposisi TAG selama sintesis CBE secara transesterifikasi enzimatik dipelajari masing-masing pada substrat
RBDPOFHSO 1:1, bb, Olein SawitFHSO 1:1, bb serta sPMFFHSO 1:1, bb dengan waktu reaksi dari 2 sampai 24 jam. Pada Gambar 5.1 dapat dilihat
profil kromatogram hasil analisis komposisi TAG substrat sPMFFHSO sebelum dan sesudah reaksi transesterifikasi. Sedangkan komposisi TAG selengkapnya
pada beberapa jenis substrat RBDPOFHSO, Olein SawitFHSO, sPMFFHSO pada berbagai waktu reaksi dapat dilihat pada Tabel 5.1, 5.2 dan 5.3.
Proses transesterifikasi enzimatik terhadap masing-masing substrat mengakibatkan terbentuknya campuran kompleks asilgliserol dan asam lemak
bebas. Menurut Zhang et al. 2001, untuk interesterifikasi dengan katalis lipase spesifik-1,3, asam lemak bebas ALB dan sn-1,22,3-DAG yang terbentuk
merupakan produk samping hidrolisis. Proses transesterifikasi enzimatik juga mengakibatkan perubahan besar dalam komposisi TAG substrat. Profil TAG
memperlihatkan adanya peningkatan dan penurunan konsentrasi beberapa TAG serta terbentuknya beberapa TAG baru. Hasil ini konsisten dengan hasil-hasil
penelitian transesterifikasi enzimatik sebelumnya yang dilaporkan oleh Chen et al. 2007 dengan bahan baku minyak sawit dan minyak inti sawit, serta Li et al.
2010 dengan bahan baku minyak bunga matahari dan minyak kedelai terhidrogenasi sempurna FHSO.
Proses transesterifikasi enzimatik memberikan pola perubahan yang hampir sama dalam komposisi TAG untuk ketiga jenis substrat. Sebagai ilustrasi,
untuk waktu reaksi 4 jam, pada substrat RBDPOFHSO 1:1, bb, konsentrasi TAG POP dan SSS menurun masing-masing dari 14.85 dan 17.46 menjadi
9.27 dan 6.01. Pada substrat Olein SawitFHSO, konsentrasi TAG POP dan SSS menurun masing-masing dari 13.71 dan 16.53 menjadi 7.72 dan
5.40. Sedangkan pada substrat sPMFFHSO, konsentrasi TAG POP dan SSS menurun masing-masing dari 19.23 dan 17.17 menjadi 8.96 dan 5.43.
Gambar 5.1 Profil kromatogram hasil analisis komposisi TAG substrat sPMFFHSO 1:1, bb sebelum atas dan sesudah bawah
transesterifikasi enzimatik
Waktu Retensi menit R
es pon D
et ek
tor nR
IU
10 20
30 40
50 60
-5000 5000
10000 15000
20000 25000
30000 35000
PL L
OL O
PL O
PL P
OOO PO
O PO
P
PPP SO
O PO
S PPS
PSS
SO S
SSS
D ia
s ilg
lis e
ro l
10 20
30 40
50 60
Waktu Retensi menit R
es pon D
et ek
tor nR
IU
5000 10000
15000 20000
25000
PL P
PL O
OL O
PO O
PO P
PPP SO
O PO
S PPS
SO S
PSS
SSS D
ia s
ilg lis
e ro
l
10 20
30 40
50 60
Tabel 5.1 Komposisi TAG hasil transesterifikasi enzimatik substrat RBDPOFHSO 1 : 1, bb pada berbagai waktu reaksi
Jenis TAG area
Waktu Reaksi jam 2
4 8
12 16
20 24
PLL 1.34
0.85 0.67
0.71 0.75
0.73 0.65
0.63 OLO
1.41 1.00
0.87 0.91
0.99 0.97
0.91 0.89
PLO 4.98
4.04 3.73
3.20 2.91
2.96 2.97
2.92 PLP
4.03 3.00
2.69 2.70
2.53 2.53
2.50 2.47
OOO 2.96
1.33 0.97
1.00 0.97
1.02 1.05
0.94 SLO
nd 2.19
2.39 2.49
2.55 2.55
2.54 2.34
POO 12.39
7.03 5.88
5.78 5.54
5.53 5.41
5.41 SLP
nd 3.70
3.55 3.61
3.78 3.79
3.29 3.31
POP 14.85