Food Fre quency Questionnaire FFQ Estimated Food Record

Kerugiannya, metode ini sangat bergantung pada ingatan responden, sehingga hasil selanjutnya akan kurang baik jika digunakan untuk responden dari kalangan orang lanjut usia dan anak-anak. Selain itu, adanya kesalahan responden dalam memperkirakan porsi makanan juga sering terjadi, tetapi hal ini dapat diminimalisasikan dengan menggunakan food model untuk membantu responden Gibson, 1993. Disamping itu kekurangan lain dari metode recall 24 jam adalah tidak dapat menggambarkan asupan makanan sehari-hari jika hanya dilakukan recall satu hari, adanya the flat slope syndrome yaitu kecenderungan bagi responden yang kurus untuk melaporkan konsumsinya lebih banyak over estimate dan responden yang gemuk cenderung lapornkan konsumsinya lebih sedikit under estimate Supariasa, 2001.

2.3.2 Food Fre quency Questionnaire FFQ

Metode FFQ pada awalnya digunakan untuk memperoleh informasi deskriptif secara kualitatif mengenai pola konsumsi makanan. Dengan adaya pengembangan bentuk kuesioner untuk memperkirakan porsi makanan, metode ini telah menjadi semi-kualitatif Gibson, 2005. Metode ini dilakukan dengan menilai frekuensi makanan atau kelompok makanan tertentu yang dikonsumsi selama periode waktu yang spesifik, misalnya harian, mingguan, bulanan atau tahunan Gibson, 1993. Penilaian dengan metode FFQ dilakukan dengan me nggunakan kuesioner. Kuesioner terdiri atas 2 komponen yaitu daftar makanan dan satu set jawaban kategori frekuensi konsumsi makanan. Daftar makanan berisi daftar makanan tertentu atau daftar kelompok makanan, atau makanan yang dikonsumsi khusus pada waktu-waktu tertentu Anderson, 1986 dalam Gibson, 1993. Keuntungan metode ini adalah tingkat respon yang tinggi dan beban responden rendah, cepat, relatif tidak mahal dan dapat menilai kebiasaan konsumsi makanan. Selain itu, metode ini juga dapat dilakukan oleh hasil yang terstandarisasi howarth, 1990 dalam Gibson, 1993. Dengan metode ini responden juga dapat melakukannya sendiri tanpa bantuan dari petugas, petugas yang bertugas tidak membutuhkan latihan khusus. Metode ini juga dapat membantu untuk menjelaskan hubungan antara penyakit dan kebiasaan makan Supariasa, 2001. Disamping kelebihan-kelebihan diatas, terdapat juga beberapa kekurangan yaitu metode ini tidak dapat untuk menghitung intake zat gizi sehari, sulit untuk emengembangkan kuesioner pengumpula n data. Selain itu metode ini juga cukup menjemukan bagi pewawancara. Responden juga harus jujur dan mempunyai motivasi yang tinggi, serta perlu membuat percobaan pendahuluan untuk menentukan jenis bahan makanan yang akan masuk dalam daftar kuesioner Supariasa, 2001.

2.3.3 Estimated Food Record

Pada metode ini, responden diminta untuk mencatat semua jenis makanan dan minuman, termasuk snack yang dikonsumsi dengan mengunakan ukuran rumah tangga, selama periode yang telah ditentukan. Informasi detil mengenai makanan dan minuman yang dikonsumi termasuk nama merek, serta metode persiapan dan pengolahan makanan juga harus dicatata. Jika memungkinkan, pencatatan mengenai bahan mentah yang digunakan untuk pembuatan makanan, serta hasil akhirnya ketika sudah matang juga dilakukan Dufour et al, 1999 dalam Gibson, 2005. Perkiraan ukuran atau porsi makanan dapat dilakukan oleh responden dengan menggunakan ukuran rumah tangga misalnya, satu cangkir, satu sendok makan, satu mangkok dan sebagainya. Jumlah hari dalam pelaksaan food record bervariasi, tergantung dari tujuan studi yang dilakukan. Langkah- langkah pelaksanaan food record yaitu: 1 Responden mencatat makanan yang dikonsumsi dalam URT atau gram nama masakan, cara persiapan dan pemasakan dalam makanan, 2 Petugas memperkirakanestimasi URT ke dalam ukuran berat gram untuk bahan makanan yang dikonsumsi tadi, 3 Menganalisis bahan makanan kedalam zat gizi dengan DKBM, 4 Membandingkannya dengan AKG Supariasa, 2001.

2.3.4 Dietary History Riwayat Konsumsi Makanan

Dokumen yang terkait

Determinan Asupan Energi dan Protein pada Balita di Wilayah Indonesia Timur dan Barat Tahun 2010 (Analisis Data Sekunder Riskesdas 2010)

0 10 147

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Anemia pada Balita Usia 12-59 Bulan di Indonesia (Analisis data Riskesdas 2013)

0 30 139

Pendidikan Ibu dan faktor lainnya sebagai determinan kejadian stunting pada balita usia 24 – 59 bulan di Provinsi Sumatera Utara (Analisis Data Riskesdas 2013)

0 0 16

Pendidikan Ibu dan faktor lainnya sebagai determinan kejadian stunting pada balita usia 24 – 59 bulan di Provinsi Sumatera Utara (Analisis Data Riskesdas 2013)

0 0 2

Pendidikan Ibu dan faktor lainnya sebagai determinan kejadian stunting pada balita usia 24 – 59 bulan di Provinsi Sumatera Utara (Analisis Data Riskesdas 2013)

0 1 6

Pendidikan Ibu dan faktor lainnya sebagai determinan kejadian stunting pada balita usia 24 – 59 bulan di Provinsi Sumatera Utara (Analisis Data Riskesdas 2013)

0 0 34

Pendidikan Ibu dan faktor lainnya sebagai determinan kejadian stunting pada balita usia 24 – 59 bulan di Provinsi Sumatera Utara (Analisis Data Riskesdas 2013) Chapter III VI

0 0 58

Pendidikan Ibu dan faktor lainnya sebagai determinan kejadian stunting pada balita usia 24 – 59 bulan di Provinsi Sumatera Utara (Analisis Data Riskesdas 2013)

1 2 10

Pendidikan Ibu dan faktor lainnya sebagai determinan kejadian stunting pada balita usia 24 – 59 bulan di Provinsi Sumatera Utara (Analisis Data Riskesdas 2013)

0 1 52

KEJADIAN CACAT PADA ANAK USIA 24 - 59 BULAN DAN FAKTOR- FAKTOR YANG BERKAITAN, RISKESDAS 2010 Factors Associated with Defects in Children Aged 24-59 Months, Basic Health Survey 2010

0 0 12