Gambaran Asupan Protein dengan Kejadian Stunting pada Balita

saat kegiatan Berayan Mangan ini dilakukan, lauk-pauk yang dibawa anak-anak tersebut adalah lauk-pauk yang sehat dan bergizi, meskipun bukan lauk-pauk yang mahal dan mewah. Dengan demikian selain meningkatnya nafsu makan anak, anak pun diharapkan mendapatkan asupan gizi yang sesuai dengan AKG. Karena stunting merupakan akibat dari kekurangan gizi kronis, jika tradisi Berayan Mangan ini dilakukan terus menerus maka diharapkan prevalensi kejadian stunting di masa yang akan datang pun dapat menurun.

6.4 Gambaran Asupan Protein dengan Kejadian Stunting pada Balita

Dari hasil analisis yang dilakukan menunjukkan bahwa proporsi kejadian stunting pada balita yang cukup asupan protein lebih tinggi dibandingkan dengan yang mengkonsumsi kurang protein. Yaitu sebesar 51.70 balita memiliki asupan protein cukup dan sebesar 48.29 lainnya memiliki konsumsi asupan protein kurang dari AKG. Hal ini dapat disimpulkan bahwa konsumsi protein pada balita di Provinsi NTB tahun 2010 sudah cukup baik. Penelitian dengan hasil sejalan dikemukakan oleh Theron et al 2006 yang menyebutkan bahwa anak-anak stunting di wilayah perkotaan memiliki asupan protein yang cukup bila dibandingkan dengan anak-anak stunting yang berada di pedesaan. Protein berfungsi sebagai penyedia energi, tetapi juga memiliki fungsi esensial lainnya untuk menjamin pertumbuhan normal Pipes, 1985. Sebagai sumber energi, protein menyediakan 4 kkal energi per 1 gram protein, sama dengan karbohidrat. Protein merupakan faktor utama dalam jaringan tubuh. Protein membangun, memelihara dan memulihkan jaringan di tubuh seperti otot dan organ. Saat anak tumbuh dan berkembang, protein adalah zat gizi yang sangat diperlukan untuk memberikan pertumbuhan yang optimal. Asupan protein harus terdiri sekitar 10 sampai 20 dari asupan energi harian Sharlin Edelstein, 2011. Protein merupakan bagian kedua terbesar setelah air. Kira-kira seperlima komposisi tubuh terdiri atas protein dan separuhnya tersebar di otot, seperlima di tulang dan tulang rawan, sepersepuluh di kulit dan sisanya terdapat di jaringa lain dan cairan tubuh. Protein berperan sebagai prekusor sebagian besar koenzim, hormone, asam nukleat dan molekul- molekul yag esesial bagi kehidupan. Protein juga berperan sebagai pemelihara netralitas tubuh sebagai buffer, pembentuk antibody, mengangkut zat-zat gizi, serta pembentuk ikatan- ikatan esensial tubuh, misalnya hormone. Oleh karena itu, protein memiliki fungsi yang khas dan tidak dapat digantikan oleh zat lain Almatsier, 2001. Peningkatan asupan protein diperlukan bayi dan anak-anak stunting yang perlu tumbuh dalam rangka mengejar ketinggalan. Kekurangan gizi selama tahun pertama kehidupan, baik hasil dari lingkungan maupun karena kondisi seperti malabsorpsi atau cystic fibrosis. Peningkatan kebutuhan protein untuk mengejar pertumbuhan secara proporsional lebih besar dari pengingkatan energi dan tergantung pada usia dan kecepatan pertumbuhan Lawson, 2005. Tetapi meskipun jumlah balita yang mengkonsumsi protein sesuai dengan AKG lebih banyak dibandingkan dengan jumlah balita dengan konsumsi protein rendah, tidak menutup kemungkinan balita tersebut terbebas dari stunting. Karena berdasarkan hasil perhitungan statistik didapatkan hanya 83 dari 175 balita dengan konsumsi protein memiliki pertumbuhan normal. 92 balita lainnya 52.77 mengalami stunting meskipun konsumsi proteinnya sudah sesuai dengan AKG. Sama halnya dengan asupan energi, banyaknya kejadian stunting yang justru ditemukan pada anak-anak yang memiliki asupan protein cukup dikarenakan adanya faktor waktu yang mempegaruhi sampai akhirnya seorang anak dapat menjadi stunting. Protein berfungsi sebagai pengangkut zat-zat gizi. Jika seorang anak dengan asupan energy cukup namun asupan proteinnya sangat kurang, maka zat-zat gizi yang lain pun tidak dapat diangkut keseluruh tubuh. Sehingga menyebabkan kekurangan gizi dan bila kejadian ini terus menerus terjadi maka terjadilah stunting. Oleh karena itu baik asupan energy maupun protein, keduanya sangat penting dalam proses tumbuh kembang anak.

6.5 Gambaran Jenis Kelamin dengan Kejadian Stunting pada Balita

Dokumen yang terkait

Determinan Asupan Energi dan Protein pada Balita di Wilayah Indonesia Timur dan Barat Tahun 2010 (Analisis Data Sekunder Riskesdas 2010)

0 10 147

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Anemia pada Balita Usia 12-59 Bulan di Indonesia (Analisis data Riskesdas 2013)

0 30 139

Pendidikan Ibu dan faktor lainnya sebagai determinan kejadian stunting pada balita usia 24 – 59 bulan di Provinsi Sumatera Utara (Analisis Data Riskesdas 2013)

0 0 16

Pendidikan Ibu dan faktor lainnya sebagai determinan kejadian stunting pada balita usia 24 – 59 bulan di Provinsi Sumatera Utara (Analisis Data Riskesdas 2013)

0 0 2

Pendidikan Ibu dan faktor lainnya sebagai determinan kejadian stunting pada balita usia 24 – 59 bulan di Provinsi Sumatera Utara (Analisis Data Riskesdas 2013)

0 1 6

Pendidikan Ibu dan faktor lainnya sebagai determinan kejadian stunting pada balita usia 24 – 59 bulan di Provinsi Sumatera Utara (Analisis Data Riskesdas 2013)

0 0 34

Pendidikan Ibu dan faktor lainnya sebagai determinan kejadian stunting pada balita usia 24 – 59 bulan di Provinsi Sumatera Utara (Analisis Data Riskesdas 2013) Chapter III VI

0 0 58

Pendidikan Ibu dan faktor lainnya sebagai determinan kejadian stunting pada balita usia 24 – 59 bulan di Provinsi Sumatera Utara (Analisis Data Riskesdas 2013)

1 2 10

Pendidikan Ibu dan faktor lainnya sebagai determinan kejadian stunting pada balita usia 24 – 59 bulan di Provinsi Sumatera Utara (Analisis Data Riskesdas 2013)

0 1 52

KEJADIAN CACAT PADA ANAK USIA 24 - 59 BULAN DAN FAKTOR- FAKTOR YANG BERKAITAN, RISKESDAS 2010 Factors Associated with Defects in Children Aged 24-59 Months, Basic Health Survey 2010

0 0 12