Gambaran Pendidikan Ayah dengan Kejadian Stunting pada Balita

6.9 Gambaran Pendidikan Ayah dengan Kejadian Stunting pada Balita

Dari analisis yang dilakukan, sebanyak 71.51 balita memiliki ayah pendidikan rendah. Sedangkan 28.48 sisanya memiliki ayah berpendidikan tinggi. Jumlah balita dengan ayah berpendidikan rendah dan mengalami stunting pun tinggi, yaitu sebanyak 58.7. Pendidikan sebagai upaya mencerdaskan kehidupan bangsa dan sekaligus meningkatkan kualitas hidup penduduk, sangat erat hubungannya dengan derajat kesehatan masyarakat. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka semakin besar pula akses terhadap informasi termasuk informasi kesehatan. Salah satu indikator pokok kualitas pendidikan formal adalah jumlah penduduk yang berpendidikan tinggi. Di Provinsi NTB sendiri, jumlah penduduk baik laki- laki ataupun perempuan yang berpendidikan rendah masih terbilang cukup tinggi. Berdasarkan Indikator Kesejahteraan Rakyat, data Susenas Tahun 2010 Provinsi NTB yang dikutip dari Profil Provinsi NTB Tahun 2010, sebanyak 15.08 penduduk NTB pada tahun 2010 tidak pernah sekolah. Penduduk tidak tamat SD meningkat dari 23.69 pada tahun 2009 menjadi 26.93 pada tahun 2010. Penduduk lulus SDMI menurun dari 25.76 pada tahun 2009 menjadi 24.31 pada tahun 2010. Jumlah penduduk yang lulus SLTPMTs pun mengalami penurunan dari 15.60 pada tahun 2009 menjadi 14.49 pada tahun 2010. Begitu pula penduduk yang lulus SLTAMA dan Diploma. Penduduk lulus SLTAMA menurun dari 15.27 pada tahun 2009 menjadi 14.95 pada tahun 2010. Hanya sebanyak 1.23 penduduk yang berhasil melanjutkan sampai tingkat Diploma, itu pun mengalami penurunan dari tahun sebelumnya yang mencapai 1.47. Penduduk yang dapat mencapai tingkat Perguruan Tinggi meningkat dari 2.73 pada tahun 2009 menjadi 3.04 pada tahun 2010. Hal ini dapat disimpulkan bahwa jumlah penduduk berpendidikan rendah tidak mencapai wajib belajar 9 tahun pada tahun 2010 semakin meningkat dan jumlah penduduk dengan pendidikan tinggi semakin berkurang. Meskipun jumlah penduduk yang dapat melanjutkan ke tingkat perguruan tinggi meningkat, namun jumlah penduduk berpendidikan rendah tetap lebih banyak. Penelitian yang dilakukan oleh Rahayu 2011 menunjukkan bahwa 2.8 balita dengan ayah berpendidikan rendah mengalami stunting. Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan di Bangladesh dan Filipina yang menyatakan bahwa pendidikan ayah lebih berpengaruh terhadap kejadian stunting daripada pendidikan ibu. Peranan ayah sebagai pemimpin di rumah tangga akan mempunyai kewenangan lebih besar dibandingkan ibu dalam pengambilan segala keputusan yang berkaitan dengan keluarga termasuk dalam bidang kesehatan. Dalam hal ini peranan ibu dalam keluarga lebih kepada mengaplikasikan keputusan yang telah dibuat oleh ayah Allen LH Gillespie SR, 2001. Penelitian Semba et al. menunjukkan bahwa di Indonesia pendidikan ayah yang tinggi sangat terkait dengan pola pengasuhan anak, penggunaan jamban tertutup, imunisasi anak, pemberian kapsul vitamin A, penggunaan garam beryodium dan pemanfaatan pelayanan kesehatan. Status pendidikan ayah dan ibu sama pentingnya dalam suatu keluarga. Jika ibu berpendidikan rendah namun ayah berpendidikan tinggi, ayah dapat memberikan andil terhadap status gizi keluarganya. Ayah yang berpendidikan tinggi dapat memberikan masukan kepada istri mereka mengenai bahan makanan yang baik untuk pertumbuhan dan perkembangan keluarga mereka. Dalam kasus ini dapat disimpulkan jumlah ayah berpendidikan rendah lebih banyak dari pada jumlah ayah balita yang berpendidikan tinggi. Jumlah balita stunting pun lebih banyak ditemukan pada balita yang memiliki ayah dengan status pendidikan rendah, yaitu sebanyak 58.7. Tugas pokok seorang ayah adalah sebagai pencari nafkah dalam kerluarga. Tingkat pendidikan ayah dapat juga mempengaruhi pekerjaan ayah, yang pada akhirnya akan mempengaruhi income keluarga. Ayah dengan pendidikan tinggi cenderung memiliki pekerjaan dengan penghasilan yang lebih baik. Sehingga pemasukan keluarga untuk dialokasikan dalam pembelian bahan makanan pun lebih tinggi. Selain itu ayah dengan pendidikan tinggi cenderung menggunakan uang mereka lebih bijaksana. Misalnya seperti tidak menghabiskan uang untuk membeli rokok dan lebih memilih menggunakan uang tersebut untuk membeli bahan makanan bergizi untuk keluarga.

6.10 Gambaran Pekerjaan Ibu dengan Kejadian Stunting pada Balita

Dokumen yang terkait

Determinan Asupan Energi dan Protein pada Balita di Wilayah Indonesia Timur dan Barat Tahun 2010 (Analisis Data Sekunder Riskesdas 2010)

0 10 147

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Anemia pada Balita Usia 12-59 Bulan di Indonesia (Analisis data Riskesdas 2013)

0 30 139

Pendidikan Ibu dan faktor lainnya sebagai determinan kejadian stunting pada balita usia 24 – 59 bulan di Provinsi Sumatera Utara (Analisis Data Riskesdas 2013)

0 0 16

Pendidikan Ibu dan faktor lainnya sebagai determinan kejadian stunting pada balita usia 24 – 59 bulan di Provinsi Sumatera Utara (Analisis Data Riskesdas 2013)

0 0 2

Pendidikan Ibu dan faktor lainnya sebagai determinan kejadian stunting pada balita usia 24 – 59 bulan di Provinsi Sumatera Utara (Analisis Data Riskesdas 2013)

0 1 6

Pendidikan Ibu dan faktor lainnya sebagai determinan kejadian stunting pada balita usia 24 – 59 bulan di Provinsi Sumatera Utara (Analisis Data Riskesdas 2013)

0 0 34

Pendidikan Ibu dan faktor lainnya sebagai determinan kejadian stunting pada balita usia 24 – 59 bulan di Provinsi Sumatera Utara (Analisis Data Riskesdas 2013) Chapter III VI

0 0 58

Pendidikan Ibu dan faktor lainnya sebagai determinan kejadian stunting pada balita usia 24 – 59 bulan di Provinsi Sumatera Utara (Analisis Data Riskesdas 2013)

1 2 10

Pendidikan Ibu dan faktor lainnya sebagai determinan kejadian stunting pada balita usia 24 – 59 bulan di Provinsi Sumatera Utara (Analisis Data Riskesdas 2013)

0 1 52

KEJADIAN CACAT PADA ANAK USIA 24 - 59 BULAN DAN FAKTOR- FAKTOR YANG BERKAITAN, RISKESDAS 2010 Factors Associated with Defects in Children Aged 24-59 Months, Basic Health Survey 2010

0 0 12