Faktor-Faktor yang menjadi Penghambat dan Pendukung dalam Pelaksanaan Strategi Efesiensi

Banishing Bureaucracy, tapi hanya lihat-lihat sekilas saja. Bagi Walikota Lhokseumawe selaku inovator dan motor penggerak perubahan pada Pemerintah Pemko Lhokseumawe, semangat entrepreneurship itu sendiri dimaknai hakekatnya adalah bagaimana kita menghadapi tantangan. Intinya entrepreneurship itu terdiri dari efisiensi, inovasi dan kompetisi. Pemerintahan yang efektif dan efisien yang disalurkan oleh pemerintah Pemko Lhokseumawe secara keorganisasian dapat digolongkan sebagai organisasi yang berkinerja tinggi. Bahwa organisasi berkinerja tinggi adalah suatu kelompok pekerja yang memproduksi barang dan jasa yang diinginkan dengan kualitas tinggi, menggunakan sumber daya yang sama atau lebih kecil. Perbaikan produkiivitas dan kualitas yang terus menerus, dari hari ke hari, minggu ke minggu, dan tahun ke tahun, yang diarahkan untuk mencapai misinya.

4.6.2. Faktor-Faktor yang menjadi Penghambat dan Pendukung dalam Pelaksanaan Strategi Efesiensi

Secara umum, program inovatif Pemko Lhokseumawe, terdapat beberapa hal yang menjadi catatan penting dalam pelaksanaan program jangka panjang maupun dari sisi kemungkinan repukasi bagi daerah-daerah lain. Hal tersebut seperti aspek pemahaman dan dukungan masyarakat yang tinggi terhadap berbagai program; peran lembaga adat yang besar; dominasi peran oleh Walikota; efisiensi menyeluruh dan lain-lain Prasojo dkk, 2004:103-110. Miswar: Strategi Efisiensi Birokrasi Pemerintah Daerah Studi Kasus Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository © 2008 Dalam konteks langkah efisiensi yang dilakukan Pemko Lhokseumawe, berdasarkan hasil penelitian di lapangan, juga terdapat beberapa catatan penting baik itu berupa faktor-faktor penghambat maupun faktor-faktor pendukung dalam pelaksanaan strategi efesiensi. Kehadiran era reformasi dan otonomi daerah melalui UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi anugerah besar bagi Pemko Lhokseumawe. Ini diakui oleh Walikota Lhokseumawe, dan sempat menyatakan Andai saya menjadi Walikota di masa Orde Baru, mungkin saya juga tidak bisa berbuat banyak. Peran besar reformasi dan otonomi daerah bagi Pemko Lhokseumawe ini dapat ditinjau dalam beberapa hal, yaitu pertama, Kemenangan yang besar dan luas, kedua, keuangan daerah, dan ketiga, Peraturan Pemerintah yang reformatif. Pertama, kewenangan yang besar dan luas, memberi peluang bagi Pemerintah Lhokseumawe untuk bersikap kreatif, menjalankan kebijakan inovatif tanpa terlalu khawatir bertentangan dengan kewenangan peraturan dari pemerintah pusat. Kedua, aspek keuangan daerah. Sejalan dengan otonomi daerah kemampuan finansiai Pemerintah Pemko Lhokseumawe secara nominal mengalami peningkatan signifikan. Ketiga, Walikota Lhokseumawe sebagai seorang yang memiliki jiwa entrepreneurship yang tinggi sudah sejak awal menetapkan langkah efisiensi di segala bidang. Upaya efisiensi organisasi birokrasi berupa perampingan struktur organisasi bukanlah hal yang mudah. Menyangkut kepentingan banyak pegawai yang sebelumnya menduduki jabatan struktural, kemudian tiba-tiba harus kehilangan jabatan tersebut karena Miswar: Strategi Efisiensi Birokrasi Pemerintah Daerah Studi Kasus Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository © 2008 jumlah formasinya berkurang. Kehadiran PP No 41 Tahun 2007 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah telah menjadi payung hukum yang kuat dalam langkah efisiensi birokrasi tersebut sehingga resistensi dari pegawai tidak begitu besar karena perampingan organisasi birokrasi tersebut merupakan Kebijakan langsung dari pemerintah pusat bukan sekedar kemauan Walikota agar menghemat anggaran. Langkah-langkah efisiensi yang diterapkan oleh Pemerintah Lhokseumawe sebagian merupakan inovasi atau langkah yang baru, tentu bukanlah suatu yang mudah. Kalau hanya ide mungkin lebih mudah melontarkannya, tetapi ide menarik dan melaksanakan sampai tuntas berikut konsekuensinya, bukan pekerjaan sederhana, butuh konsentrasifokus perhatian, ketelatenan, pemberdayaan staf, motivasi, ketegasan, pengawasan. Itulah yang dilakukan oleh Walikota. Di samping sebagai pemimpin yang punya karakter yang kuat, Walikota Lhokseumawe juga memiliki semangat kewirausahaan yang tinggi. Tampak dari keberaniannya menghadapi berbagai tantangan. Walikota Lhokseumawe tidak mau terjebak pada hal-hal yang bersifat rutin, yang sudah seperti itu adanya, tanpa menerobos sesuatu yang baru untuk menemukan solusi terbaik bagi kesejahteraan masyarakatnya. Adapun kewirausahaan atau entrepreneurship yang dimaksudkan oleh Walikota adalah sederhana saja, yaitu bagaimana menghadapi tantangan dan memanfaatkan peluang-peluang yang ada. Dan intinya entrepreneurship berisikan efisiensi, inovasi dan kompetisi. Miswar: Strategi Efisiensi Birokrasi Pemerintah Daerah Studi Kasus Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository © 2008 Peranan Walikota yang sangat dominan ini dimulai dari munculnya ide, pelaksanaan dan pengawasan memang telah menampakkan hasil yang nyata. Namun, dalam konteks jangka panjang keberlangsungan organisasi Pemerintah Lhokseumawe, justru dibutuhkan pemerataan peran seluruh perangkat organisasi. Aspek kelemahan atau faktor penghambat dalam pelaksanaan efisiensi birokrasi adalah sebagai berikut. 1. Perilaku birokrasi yang dimaksud adalah budaya lama birokrasi peninggalan Orde Baru yang ulet. Sebagian disebut dengan Patologi Birokrasi penyakit birokrasi seperti inefisien, lamban, ingin dilayani, korupsi dan lain-lain. Sebagian pegawai Lhokseumawe diakui masih mengalami hal-hal seperti itu. Hal ini memang membutuhkan waktu untuk perubahan secara menyeluruh. 2. Pemerintah Lhokseumawe berdasarkan PP No 41 Tahun 2007 telah melakukan perampingan organisasi. Namun dalam pelaksanaannya ternyata beban kerja yang melekat pada struktur jabatan masih dirasakan tidak seimbang. Pada unit kerja tertentu terjadi penumpukan beban kerja yang tinggi, sehingga terjadi ketidak seimbangan. Hal ini bila tidak segera diatasi akan mempengaruhi produkrifitas kerja para pegawai. Ketersediaan lembaga pendidikan berdasarkan tabel.4.7, sebenarnya terus bertambah dari tahun ketahun, namun penyebarannya masih belum merata hingga kedaerah-daerah terpencil, kemampuan ekonomi masyarakat yang relatif lemah terutama dipedesaan, kondisi geografis yang masih sulit, serta belum tersedianya Miswar: Strategi Efisiensi Birokrasi Pemerintah Daerah Studi Kasus Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository © 2008 transportasi yang memadai menyebabkan masyarakat menjadi kendala untuk mengakses layanan pendidikan yang lebih luas. Distribusi pelayanan kesehatan belum terselenggara dengan merata, masih kurangnya dokter spesialis, tingginya kasus penyakit menular dan distribusi sarana kesehatan tingkat dasar belum merata.

4.6.3. Peran Kebijakan Strategi Efesiensi terhadap Kesejahteraan Rakyat