Strategi Efisiensi Dana Misi

”... Grand strategi yang dilakukan adalah dengan mempelajari kenyataan bahwa selama ini berbagai perizinan yang dikelola oleh Pemerintah Kota Lhokseumawe tersebar diberbagai unit kerja oleh karena itu untuk efesiensi biaya dari pemerintah maupun efesiensi biaya dan waktu bagi masyarakat, maka timbullah ide untuk membentuk Kantor Pelayanan Perizinan Satu Pintu. Kalau ditanyakan langkah efesiensi yang spesifik, mungkin dapat dikatakan sebagai contoh adalah dalam hal pengelolaan perizinan yang sudah saya sebutkan diatas yang sebelumnya tersebar diberbagai organisasi perangkat daerah maka dengan dibentuknya kantor pelayanan perizinan satu pintu otomatis akan terjadi efesiensi dalam hal pengelolaan pembiayan proses pengeluaran perizinan tersebut”. 16 Maret 2008 Secara umum efisiensi yang dilaksanakan oleh Pemerintah Pemko Lhokseumawe berupa strategi efisiensi dapat dilihat dari langkah spesifik yang dilaksanakan yaitu: ”Langkah spesifik sebagaimana yang kami katakan tadi dengan terbentuknya Kantor Pelayanan Perizinan Satu Pintu maka anggota masyarakat baik pribadi maupun perusahaan yang membutuhkan surat izin masing-masing tidak harus lagi menghubungi banyak instansi, tetapi sudah cukup hanya dengan datang dan melengkapi persyaratan kepada satu organisasi yaitu Kantor Pelayanan Perizinan Satu Pintu”. 16 Maret 2008

4.3.1.1. Strategi Efisiensi Dana

“Uang bukanlah segalanya Mungkin sering terdengar ungkapan yang demikian. Tapi bagaimanapun juga, dana adalah salah satu faktor penting dalam proses manajemen pemerintahan. Hanya saja, hal penting yang harus menjadi perhatian adalah bukan pada berapa jumlah atau berapa persen dana yang dialokasikan, tapi bagaimana pemanfaatan dana tersebut. Dasar pemikiran inilah yang dipegang oleh Pemerintah Lhokseumawe dalam menyusun langkah-langkah efisiensi pemanfaatan dana, mulai dari perencanaan anggaran, penggunaan anggaran Miswar: Strategi Efisiensi Birokrasi Pemerintah Daerah Studi Kasus Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository © 2008 dan seterusnya. Mengenai efisiensi secara khusus disamping yang telah dipaparkan secara umum oleh Bapak Asisten dalam hal ini Kepala Dinas Pengelolaan Keuangan dan Asset Daerah Pemko Lhokseumawe menjelaskan. secara lebih rinci mengenai filosofi dan pentingnya efisiensi dana dan langkah awal yang dilakukan : ... segi dana kita berfikir bagaimana memanfaatkan dana yang kecil, dana yang terbatas untuk tujuan memberikan kesejahteraan masyarakat. Nah khusus dalam pengelolaan dana ini, konsep yang kita pakai adalah konsep kinerja. Artinya di sana bahwa tiap sen yang dikeluarkan, itu harus ada manfaatnya. Ini uang yang dikeluarkan hasilnya apa? Yaitu untuk kesejahteraan masyarakat atau memberi pelayanan kepada masyarakat atau untuk menghasilkan lagi. Jadi uang itu ada manfaatnya. Sehingga dalam kita menyusun APBD kan kita tahu arahnya. Dalam menyusun APBD ini kan kita menghimpun dana-dana yang ada. Di sini bukan masalah besar dan kecilnya, tapi bagaimana kita memanfaatkan uang tersebut. Bagaimana menggunakan anggaran itu supaya tepat. Pemborosan sering terjadi , karena perencanaan dan penggunaan anggarannya tidak mengacu pada prinsip efektif dan efisien, contohnya - dengan mengunakan anggaran hanya untuk - umpamanya pembinaan, penyuluhan, studi banding, workshop, pelatihan dan lain-lain. Bukan itu tidak perlu, tapi jangan sampai habis hanya untuk itu sementara masih banyak kebutuhan lain yang lebih urgen. Jadi jelas bahwa awal dari efisiensi itu mulai dari penganggaran. Kita tidak bisa efisiensi nanti di belakang. Kalau kita melakukan efisiensi di bidang dana harus di mulai dari penganggarannya lebih dahulu, dari perencanaan. Manajemen pengelolaan keuangan itukan mulai dari planning, organizing, actuating dan controlling Jadi dari sinilah efisiensi harus di mulai. Perencanaan penganggaran ini wujudnya adalah penyusunan APBD , bahwa ketika kita melakukan efisiensi ini juga harus diawali dengan perencanaan penyusunan APBD secara matang. 19 Maret 2008 1. PerencanaanPenyusunan Anggaran a. Pemaparan Rencana Anggaran Masing-masing Unit Kerja Langkah efisiensi ketiga dalam penyusunan anggaran adalah pemaparan program dan angaran oleh pimpinan unit kerja. Disini yang berperan penting Desk Anggaran yang dipimpin langsung olen Walikota dan berfungsi untuk melakukan Miswar: Strategi Efisiensi Birokrasi Pemerintah Daerah Studi Kasus Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository © 2008 penilaian terhadap kelayakan anggaran yang diajukan. Setiap pimpinan perangkat daerah diminta memaparkan program dan anggarannya kecil dihadapan Walikota dan tim Desk Anggaran. Pola penyusunan anggaran seperti ini mendorong adanya sikap kesungguhan dan kehati-hatian dari para pimpinan perangkat daerah dalam mengajukan program dan anggaran. Mereka tidak bisa lagi menyusun program dan anggaran secara asal- asalan. b. Anggaran berbasis kinerja Perencanaan atau penyusunan anggaran merupakan langkah awal yang sangat penting karena perencanaan anggaran adalah dasar bagi seluruh program kegiatan. Pemko Lhokseumawe telah menggunakan anggaran yang berbasis kinerja sesuai dengan Kepmendagri No. 29 Tahun 2002, Anggaran berbasis kinerja ini memang tidak bersifat khusus bagi Lhokseumawe, karena kabupaten lainnya juga sebagian besar telah menjalankan amanat Kepmendagri tersebut. Penyusunan anggaran berbasis kinerja ini sangat membantu Pemerintah Lhokseumawe dalam merencanakan dan menetapkan masing-masing program kegiatan secara tepat guna karena pendekatan kinerja adalah satu sistem anggaran yang mengutamakan upaya pencapaian hasil kinerja atau output dan outcome dari perencanaanalokasi biaya yang ditetapkan. Dalam bahasa Kadis DPKAD Lhokseumawe : Setiap rupiah yang dikeluarkan harus ada manfaatnya dan hasilnya?. Lebih jauh dijelaskan oleh Kadis DPKAD Lhokseumawe, bahwa manfaat atau hasil dari rupiah yang dikeluarkan harus Miswar: Strategi Efisiensi Birokrasi Pemerintah Daerah Studi Kasus Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository © 2008 berbuah atau mengarah kepada kesejahteraan, pelayanan ataupun menghasilkan lagi. Disinilah letak efisiensinya, Instrumen Anggaran berbasis kinerja yang mensyaratkan indikator output dapat menghindarkan perencanaanpenyusunan anggaran atau program yang tidak jelas manfaatnya, hanya sekedar formalitas, menghabiskan anggaran karena tradisi atau karena pada tahun sebelumnya juga tercantum pos anggaran tersebut, maka tahun ini juga harus ada. c. Pemenuhan Skala Prioritas Efisiensi berikutnya dalam hal perencanaan ini adalah pemenuhan skala prioritas program yang tepat dan berorientasi pada kepentingan publik Mardiasmo,2002:178. Dikatakan tepat karena fokus pemanfaatan sumber daya dan alokasi anggaran mengacu pada indikator Human Development Index HDI yaitu sektor kesehatan, pendidikan dan peningkatan daya beli, yang merupakan sektor yang paling bersentuhan dengan masyarakat umum. Ini dibuktikan dengan tingkat penerimaan masyarakat yang tinggi terhadap berbagai program, terutama tiga sektor tersebut. Sebaliknya akan dikatakan tidak efisien ketika skala prioritas atau anggaran yang tersedia biasanya terbatas diarahkan untuk proyek-proyek mercusuar, yang tidak ada hubungannya dengan kesejahteraan rakyat. d. Pamaparan Rencana Anggaran Masing-masing Unit Kerja Langkah efisiensi ketiga dalam penyusunan anggaran adalah pemaparan program dan anggaran oleh pimpinan unit kerja. Disini yang berperan penting adalah Walikota dan berfungsi untuk melakukan penilaian terhadap kelayakan anggaran Miswar: Strategi Efisiensi Birokrasi Pemerintah Daerah Studi Kasus Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository © 2008 yang diajukan. Setiap pimpinan perangkat daerah diminta memaparkan program dan anggarannya dihadapan Walikota. Pola penyusunan anggaran seperti ini mendorong adanya sikap kesungguhan dan kehati-hatian dari para pimpinan perangkat daerah dalam mengajukan program dan anggaran. Mereka tidak bisa lagi menyusun program dan anggaran secara asal- asalan. 2. Pelaksanaan Penggunaan Anggaran a. Pola Rutin bukan proyek Secara umum penyelenggaraan kegiatan, pengadaan maupun pemeliharaan dibiayai dengan pola rutin bukan proyek. Prinsip pelaksanaannya mengacu pada tupoksi masing-masing perangkat daerah. Prinsip ini sangat mudah diterima logika. Sebagai contoh, apa yang selama ini disebut sebagai proyek pemeliharaan jalan, sebenarnya secara fungsi, tugas dan tanggung jawab, sudah menjadi tugas Pokok rutin dari Dinas Pekerjaan Umum PU sehingga tidak perlu diserahkan ke lembaga lain diluar lembaga pemerintahan atas nama proyek karena itu memang sudah sesuai. Pekerjaan itu merupakan bagian dari job description nya Dinas PU. Disini, akan lain halnya bila pekerjaan tersebut memiliki kekhususan dan skala yang sangat besar, maka keterlibatan pihak ketiga sudah semestinya diterima dengan catatan professional dan punya kredibilitas tinggi Saat ini di Pemko Lhokseumawe sudah tidak ada lagi misalnya yang namanya proyek penataan asset daerah, atau proyek pemberdayaan aparatur, karena itu sudah Miswar: Strategi Efisiensi Birokrasi Pemerintah Daerah Studi Kasus Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository © 2008 merupakan tugas rutin diri Bagian Umum dan Perlengkapan dan Bagian Pemerintahan pada Sekretariat Daerah. Penghematan pola rutin dibanding sistem proyek sangat jelas, sebab biaya yang dibutuhkandianggarkan adalah biaya riil programkegiatan, tidak perlu biaya Administrasi proyek AP, pajak, honor dan lain-lain yang biasanya bisa mencapai 40 dari nilai proyek, belum lagi memang selama ini sistim proyek dikenal berpeluang besar untuk terjadinya KKN. b. Standarisasi Harga Pengadaan barang dan jasa selama ini ditengarai dijadikan lahan subur untuk KKN. Modusnya adalah melakukan pembelianpengadaan barang dengan nilai harga tertentu, dimana harga riil tidak sama atau lebih rendah daripada harga yang tercantum dalam nota pesan ataupun kuitansi pembelian. Selisih harga tersebut kemudian masuk ke kantong pribadi atau bisa juga dengan memberi suatu barang dengan harga dan kualitas yang jauh dibawah harga dan kualitas spesifikasi barang yang seharusnya dibeli sebagaimana tercantum dalam perencanaannota pesan. Padahal dalam kuitansi pembelian tercantum spesifikasi barang yang kualitasnya lebih bagus dan harganya lebih mahal. Untuk mencegah penyimpangan dan biaya tinggi dalam pengadaan barang dan jasa ini, Pemerintah Pemko Lhokseumawe menggunakan instrumen sebagai berikut: Miswar: Strategi Efisiensi Birokrasi Pemerintah Daerah Studi Kasus Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository © 2008 1. Standar Harga Dinamis Dalam setiap pembelian barang-barang biasa dan rutin seperti pembelian alat tulis kantor, misalnya digunakan Standar Harga Dinamis yang berlaku setiap 3 tiga bulan triwulan yang disesuaikan dengan harga grosir dari Pusat Grosir MAKRO yang dianggap sebagai harga terendah sehingga diperoleh harga yang paling menguntungkan bagi pihak pemerintah daerah dalam pengadaan barang. Kabag Ekbang, 15 Maret 2008 Disamping keuntungan harga yang murah. standar harga dinamis ini juga merupakan instrumen efektif untuk mencegah penggelembungan harga mark up dalam setiap pengadaan barang, ini dikarenakan bahwa setiap pembelian barang barang yang dibutuhkan oleh unit kerja tidak boleh melebihi harga yang tercantum dalam buku standar kerja tersebut. Disini seluruh jenis barang sudah di data spesifikasinya lengkap harganya masing-masing, sehingga tidak bisa bermain-main dengan mengutak-atik harga dalam pembelian. Dengan standarisasi harga ini, kebocoran anggaran dalam pengadaan barang bisa diminimalisir Buku standar harga ini sebelumnya disiapkan olah Kasubbag Perlengkapan pada Bagian Umum Setdako Lhokseumawe. Hal ini dimaksudkan sebagai sistem kontrol dan agar tidak terjadi kerancuan. Bagian umum selama ini berperan besar dalam pengadaan barang, sehingga perlu dihindari penetapan standar harga oleh pihak yang akan mengadakannya sendiri. Karena jika seperti itu, bisa jadi bagian umum akan menetapkan standar harga tinggi. Berdasarkan pertimbangan inilah maka Miswar: Strategi Efisiensi Birokrasi Pemerintah Daerah Studi Kasus Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository © 2008 perlu penetapan standar harga dari unit kerja lain yaitu Bappeda. a. Penerapan Paradigma Penggunaan Anggaran Bersisa Pada masa Orde Baru dikenal prinsip Anggaran Harus Habis, dalam praktek penggunaan anggaran, muncul opini, Kalau anggaran tidak habis itu bodoh namanya atau berarti perencanaannya tidak matang, yang berkonsekuensi pada tidak hanya harus mengembalikan anggaran, tapi anggaran tahun depan pasti akan dikurangi. Kekahawatiran seperti ini membuat masing-masing unit kerja berlomba untuk menghabiskan anggaran di akhir tahun. Caranya dengan membuat kegiatan asal ada tanpa mempertimbangkan urgensi kebutuhanmanfaat kegiatan tersebut, atau bisa juga dengan membuat SPJ pertanggungjawaban fiktif. Dalam konteks Lhokseumawe, sejalan dengan reformasi bidang anggaran di Indonesia, paradigma di atas diganti dengan paradigma anggaran bersisa. ”Kalau bisa dihemat, kenapa mesti dihabiskan? Bukankah masih banyak hal lain yang juga membutuhkan banyak dana? Sehingga dalam prakteknya, unit kerja berjalan secara alami antara perencanaan dan realisasi, bahkan berusaha untuk berhemat dalam menghindari pemborosan.” Kabag Keuangan dan Kadis PU, 19 Mei 2008 b. Sistem Kasir induk dalam Pennyimpanan uan Pengeluaran Dana Sistem kasir induk ini dimaksudkan sebagai kontrol terhadap aliran dana, sehingga dengan mudah dan kapan saja dapat diketahui, posisi keuangan daerah secara umum dan masing-masing unit kerja. Berdasarkan Sistem dan Prosedur Pengelolaan Keuangan Daerah ditetapkan mekanisme pencairan dana dan Miswar: Strategi Efisiensi Birokrasi Pemerintah Daerah Studi Kasus Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository © 2008 penyimpanannya, dimana pemegang Kas Bendahara masing-masing unit kerja, setelah mencairkan dananya, dana tersebut dititipkan pada petugas Penitipan Kas Daerah Pemerintah Pemko Lhokseumawe,atau dengan kata lain Surat Perintah Membayar {SPM} setelah dicairkan pada Bank secara langsung masuk ke rekening petugas penitipan Kas Daerah. Nantinya masing-masing unit kerja melalui pamegang kasnya hanya mencairkan dana dari kas daerah sesuai kebutuhan danapengeluaran saat itu. Ringkasnya pemegang unit kerja tidak dibenarkan untuk mencairkan dan menyimpan dana selain yang akan digunakan langsung, kalaupun ada dana yang disimpan oleh unit kerja sebagai dana cadangan mengantisipasi kebutuhan mendadak, jumlahnya dibatasi yaitu maksimal 10 juta Sistem kasir induk ini berperan penting, selain sebagai kontrol dana juga berfungsi meminimalisir perilaku menyimpang dari unit kerja. Pada pola sebelumnya yaitu masing-masing unit kerja menyimpan dana, lebih terbuka peluang untuk menggunakan dana secara tidak tepat. Secara psikologis, ketika RKA {Rencana Kegiatan Anggaran} disetujui menjadi DPA Daftar Pelaksanaan Anggaran kemudian mereka menyimpan uangnya sendiri, unit kerja tersebut akan merasa bahwa dana tersebut adalah milik mereka. Secara tidak sadar mereka menganggap berhak dengan jumlah dana tertentu untuk menggunakan dana tersebut secara keseluruhan. Apabila diakhir tahun dana berdasarkan DPA unit kerja masih tersisa dan uangnya ada pada pemegang kas unit kerja, maka bisa jadi pula mereka enggan mengembalikan dana tersebut. Bisa jadi malah membuat SPJ pertanggungjawaban bahwa dana sudah terpakai seluruhnya. Miswar: Strategi Efisiensi Birokrasi Pemerintah Daerah Studi Kasus Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository © 2008 Hal-hal seperti tersebut di atas bisa dicegah dengan mekanisme sistem kasir induk, sehingga kebocoran anggaran tidak mudah terjadi. Sistem kasir induk ini juga sangat didukung oleh letak kantorunit kerja yang hampir seluruhnya berada dalam lokasi yang sama, satu pagar komplek perkantoran, sehingga memudahkan koordinasi unit kerja dengan kasda, apabila sewaktu-waktu butuh segera mencairkan dana. Pada intinya, dalam sistem dan prosedur pengelolaan keuangan daerah tersebut diatur hal-hal sebagai berikut: 1. Sistem dan prosedur pengeluaran Surat Keputusan Otorisasi SKO. 2. Sistem dan prosedur pengetuaran Surat Perintah Membayar SPM. 3. Sistem dan prosedur penatausahaan keuangan pada petugas penitipan kas daerah. 4. Sistem dan prosedur psmegang kas dan bendahara khusus penerima. 5. Sistem dan prosedur penatausahaan keuangan pemegang kasbendahara daerah. 6. Pertanggungjawaban pemegang kasbendahara daerah. 7. Tanda bukti yang sah. Untuk pengeluaran SKO, setiap pemegang kasbendahara dapat meminta Nomor SKO setelah DPA Dokumen Pelaksanaan Anggaran mendapat pengesahan Walikota. Berdasarkan Nomor SKO yang telah diterbitkan dan disahkan Walikota, pemegang kasbendahara hanya dapat mengajukan Surat Permintaan Pembayaran SPP untuk belanja tidak tangsung betanja administrasi umumrutin. Permintaan Miswar: Strategi Efisiensi Birokrasi Pemerintah Daerah Studi Kasus Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository © 2008 SKO buian berikutnya dapat dilakukan setelah mengajukan Surat Pertanggungjawaban SPJ dan melampirkan pengisian kas yang dipakai. Dalam hal pengeluaran SPM, pemegang kasbendahara mengajukan SPP dilengkapi SKO yang telah disahkan oleh Walikota Lhokseumawe c.q. Kepala DPKAD dengan daftar pengantar SPP yang turut ditandatangani oleh atasan langsung pemegang kas bendahara. Setelah mencairkan dana, pemegang kasbendahara dapat menitipkan SPP pada Petugas Penitipan Kas Daerah Pemko Lhokseumawe atau SPM kepada bank secara langsung masuk ke rekening Petugas Penitipan Kas Daerah. Selanjutnya dalam penatausahaan keuangan pada Petugas Penitipan Kas Daerah, pengeluaran dapat dilakukan dengan pemberian panjan Petugas Penitipan Kas Daerah dapat menolak pencairan danapenarikan kas oleh Pemegang Kas apabila panjar belum di-SPJ-kan. Untuk itu petugas Penitipan Kas Daerah membuat laporan harian tentang posisi kas yang ditutup setiap hari kerja pukul 15.00 Wib. Dalam hal penatausahaan keuangan, untuk pembayaran tunai, Pemegang KasBendahara Daerah dizinkan mempunyai persediaan uang tunai setinggi tingginya Rp 10 juta. Untuk keperluan pembayaran lebih dari Rp 1 juta bagi kegiatan yang sangat mendesak, Pemegang Kas dapat menarik kas pada Petugas Penitipan Kas Daerah setelah mendapat persetujuan dari kepala unit kerja. Sedangkan untuk pembayaran lebih dari Rp 5 juta bagi kegiatan yang sifatnya sangat mendesak, pemegang kas dapat menarik kas pada Petugas Penitipan Kas Daerah dengan melampirkan uraian kegiatanproposal dan telah mendapat persetujuan Walikota. Miswar: Strategi Efisiensi Birokrasi Pemerintah Daerah Studi Kasus Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository © 2008 Pertanggungjawaban pemegang kas dilakukan setiap tanggal 10 bulan berikutnya. Kemudian mengenai pertanggungjawaban Pemegang KasBendahara Daerah dilakukan selambat-lambatnya pada Tanggal 10 bulan berikutnya. Apabila belum disampaikan, maka Pemegang KasBendahara Daerah diberikan Surat Peringatan Pertama yang tembusannya disampaikan kepada Kepala Unit Kerja Pengguna Anggaran. Apabila ternyata sampai dengan tanggal 20 belum juga disampaikan, maka Pejabat Pengelola Keuangan atas nama Sekretaris Daerah berwenang menyampaikan Surat Peringatan Kedua kepada Unit Kerja Pengguna Anggaran. 2. Pendayagunaan Dana Melalui Pola Deposito Dana-dana yang diterima dari pemerintah pusat baik dalam bentuk DAU atau DAK dicairkan per Tri Wulan, sehingga pada Tri Wulan tersebut Pemko menerima dana untuk tiga bulan, pada bulan pertama dana yang terpakai adalah 13 sehingga 23 lagi bisa disimpan di bank dalam bentuk deposito bulanan dimana tiap bulan dapat ditarik dan diperpanjang depositonya. Dimana sebelumnya banyak dana yang tersimpan dan tidak produktif, pola ini membuahkan hasil yang manfaat.

4.3.1.2. Strategi Efisiensi Sumber Daya Manusia