Faktor-Faktor Penghambat dalam Pelaksanaan Strategi Efisiensi

petugas menjadi sangat berkurang, bahkan tidak ada; memungkinkan pengurusan perizinan secara paralel; meningkatkan kedisiplinan pengurus perizinan masyarakat dan petugas, karena segalanya harus mengikuti sistem; efesiensi sumber daya SDM dan sarana prasarana karena setiap jenis perizinannon perizinan yang masukkeluar hanya melalui satu pintu. 5. Dibidang pembangunan insfrastruktur; besarnya animo masyarakat dan investor dalam pelaksanaan pembangunan permukiman serta kawasan perdagangan dan jasa, tersedianya Sumberdaya Manusia SDM dan aparatur dalam perencanaan , pelaksanaan dan pengawasan serta pengendalian pembangunan, dipihak lain adanya bantuan pemerintah pusat terhadap pembangunan insfrastruktur, adanya bantuan dari NGO dan BRR terhadap pembangunan perumahan dan insfrastruktur serta adanya lembaga dan institusi yang memberikan sertefikasi terhadap tenaga ahli.

4.4.2. Faktor-Faktor Penghambat dalam Pelaksanaan Strategi Efisiensi

Hambatan yang dirasakan dalam Kebijakan efisiensi dan inovasi selama ini adalah aspek aparatur birokrasi. Menurut Walikota Lhokseumawe: “Setiap kebijakan pasti ada kendala, dalam hal efesiensi kendala nya adalah sesuatu yang telah direncanakan program dan kegiatan beserta besaran biayanya itu pada prinsipnya boleh dikeluarkan sesuai dengan plafon anggaran yang tersedia namun pimpinan selalu memberikan arahan pada para pejabat, pimpinan organisasi dan yang terkait dalam pengelolaan anggaran untuk melakukan efesiensi yang Miswar: Strategi Efisiensi Birokrasi Pemerintah Daerah Studi Kasus Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository © 2008 memungkinkan dari kegiatan–kegiatan tersebut sejauh tidak menghambat pelaksanaan program dan kegiatan”. Namun, Walikota Lhokseumawe juga menyatakan bahwa: “Menghadapi kendala tersebut semua pejabat atau para pegawai yang terlibat dalam pelaksanaan program dan kegiatan sampai saat ini nampaknya tidak menjadi persoalan karena tidak ada kendala yang berarti dalam hal pelaksanaan efesiensi yang sudah diwacanakan”. Aspek aparatur terkait dengan pegawai-pegawai yang sudah terbiasa dengan pola orde baru, kebiasaan ingin dilayani, boros. Senada dengan Walikota, Asisten Tata Praja berpendapat hambatannya adalah faktor perilaku yang masih terbawa gaya lama birokrat. Hambatan-hambatan ini terjadi di masa-masa awal kepemimpinan Walikota Lhokseumawe. Hambatan lainnya adalah kendala teknis dalam pelaksanaan tugas. Walau banyak hal yang dinilai positif dengan adanya kebijakan efisiensi di berbagai bidang, namun pada unit kerja tertentu dirasakan kendala teknis berupa kurangnya fasilitas ruangan bagi unit kerja yang memiliki jumlah personil relatif banyak. Selain itu juga kendala yang berkaitan dengan struktur birokrasi yang terlalu ramping, sehingga terjadi pemusatan beban kepada unit kerja tertentu dan ini dirasakan berat oleh sebagian pegawai tersebut. Adapun faktor – faktor penghambat menurut bidang yang penulis teliti dapat digambarkan sebagai berikut: 1. Bidang pendidikan; Angka partisipasi sekolah untuk jenjang pendidikan menengah atas masih rendah, belum idealnya rasio sekolah terhadap siswa untuk tingkat SD, SMP dan SMA, belum meratanya distribusi guru dan mutu Miswar: Strategi Efisiensi Birokrasi Pemerintah Daerah Studi Kasus Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository © 2008 pendidikan pada beberapa kecamatan, rendahnya koordinasi antara lembaga pendidikan dengan dunia usaha, kurangnya guru dan sekolah yang telah bersertifikasi, belum optimalnya serapan kurikulum dan belum adanya peraturan daerah tentang pendidikan kota Lhokseumawe serta rendahnya penyerapan lulusan sekolah umum bagi dunia usaha. 2. Bidang Kesehatan; Distribusi pelayanan kesehatan belum terselenggara secara merata, masih kurangnya dokter spesialis, tingginya kasus penyakit menular dan distribusi sarana kesehatan tingkat dasar belum merata dilain pihak besarnya tuntutan masyarakat terhadap peningkatan mutu pelayanan kesehatan serta tingginya animo masyarakat untuk berobat keluar daerah ataupun luar negeri. 3. Bidang ekonomi; kurang berfungsinya peran mediasi antara dinas terkait dengan masyarakat serta industri dalam penerapan teknologi madya, pengembangan dan pemasaran produk, kurangnya inovasi dalam pemasaran produk baik dari segi kemasan maupun keragaman produk, terbatasnya dukungan insfrastruktur air minum dan listrik bagi calon pemodal, sehingga menyurutkan minat mereka dalam menanamkan modal di kota Lhokseumawe, belum terindikasinya produk pertanian lokal unggulan, rendahnya peran sektor pertanian dalam struktur perekonomian kota Lhokseumawe, belum berfungsinya saluran tata niaga dengan baik dikarenakan belum berfungsinya lembaga pemasaran ditingkat pedesaan. 4. Bidang Pelayanan perizinan; sebagian jenis perizinan belum ada peraturan wali kota yang mengatur mekanisme izin dan tarif restribusi; Kantor Pelayanan Miswar: Strategi Efisiensi Birokrasi Pemerintah Daerah Studi Kasus Di Kota Lhokseumawe, 2008. USU e-Repository © 2008 Perizinan Terpadu Satu Pintu KPPTSP hanya merupakan front office; kewenagan masih terbatas, hanya kewenangan koordinasi dan administrasi saja, secara umum proses tehnis masih banyak diunitinstansi teknis, sehingga masih banyak kendala yang kemungkinan tidak terpantau oleh pelayanan satu pintu. 5. Bidang Insfrastruktur; masih tergantungnya kebutuhan material dan bahan bangunan dari luar daerah, renhanya kesadaran masyarakat dalam hal pengurusan IMB, tidak seimbangnya antara peningkatan dan pemeliharaan jalan dengan pertumbuhan kenderaan bermotor, belum adanya pengendalian tata ruang secara konprehensif dan terpadu serta pertumbuhan penduduk yang begitu cepat, dibandingkan dengan lahan yang tersedia, akibatnya kepadatan penduduk semakin tinggi.

4.5. Peran Kebijakan Strategi Efisiensi terhadap Kesejahteraan Rakyat di Lhokseumawe