manajemen. Tanda tersebut adalah standar mifutu yang paling baik terhadap hasil-hasil lain yang sama diukur dan dinilai;
b. Pendekatan orientasi keahlian yaitu: penekanan dari pendekatan ini adalah
penerapan langsung keahlian profesional untuk menilai kualitas. Penilainnya dibuat dengan menggunakan standar-standar dan praktek-
praktek yang diterima oleh para profesional. Pendekatan ini telah mengarah pada perkembangan standar-standar untuk perpustakaan-
perpustakaan umum secara historis dan pendekatan ini banyak digunakan oleh negara-negara bagian Amerika Serikat. Dengan demikian pendekatan
orientasi obyeknya terhadap pengukuran dan penilaian menjadi metode evaluasi yang populer, mengalahkan pendekatan orientasi keahlian;
c. Pendekatan orientasi obyektif yaitu: pendekatan ini penekankan pada
kekhususan tujuan-tujuan dan sasaran serta penentuan tingkat yang telah dicapai. Evaluator mengumpulkan bukti hasil-hasil program dan
membandikannya dengan pelaksanaan yang sebenarnya terhadap sasaran program;
d. Pendekatan orientasi alamiah dan partisipan yaitu: pendekatan ini
menekankan pada keterlibatan partisipasi atau pemegang saham, modal dalam menentukan nilai-nilai, kriteria, kebutuhan dan data. Evaluator
bekerja dengan pemegang sahammodal dan berinteraksi dengan kepentingan-kepentingannya. Pendekatan ini mengarahkan kegiatan-
kegiatan penelitian pada pengukuran dan penilaian proyek-proyek perpustakaan digital saat ini.
Pengukuran layanan informasi pada perpustakaan yang dilakukan dengan berbagai pendekatan seperti yang telah dijelaskan di atas banyak diterapkan oleh
perpustakaan dan pusat-pusat layanan dokumentasi dan informasi guna mendapatkan efektifitas dan efisiensi kerja, baik secara internal lembaga itu sendiri maupun
eksternal pengguna jasa informasi. Jadi pendekatan orientasi manajemen, keahlian, objektifitas, dan alamiah serta partisipan terus dikembangkan. Tujuan akhir dari
perpustakaan dan pusat layanan informasi, efektif dan efisiensi kerja secara eksternal adalah meningkatkan kepusan pengguna perpustakaan.
2.5. ISO International Organization for Standardization
ISO Didirikan pada 23 Februari 1947, ISO menetapkan standar-standar industrial dan komersial dunia. ISO, yang merupakan lembaga nirlaba internasional,
pada awalnya dibentuk untuk membuat dan memperkenalkan standardisasi internasional untuk apa saja. Standar yang sudah kita kenal antara lain standar jenis
film fotografi, ukuran kartu telepon, kartu ATM Bank, ukuran dan ketebalan kertas dan lainnya. Dalam menetapkan suatu standar tersebut mereka mengundang wakil
Universitas Sumatera Utara
anggotanya tak lebih dari 140 negara untuk duduk dalam Komite Teknis TC, Sub Komite SC dan Kelompok Kerja WG.
Banyak pihak melihat adanya suatu ketidakcocokan antara nama lengkap “International Organization for Standardization” dengan kependekannya ‘ISO’,
dimana ‘IOS’ dianggap lebih tepat. Anggapan itu benar bila penetapan nama didasarkan pada kependekannya. Yang sebenarnya, istilah ISO bukan merupakan
kependekan, tapi merupakan nama dari organisasi internasional tersebut. Dimana Quality Talk, 2010: 1 menjelaskan bahwa:
Pengertian “ISO” berasal dari Bahasa Latin Greek “isos” yang mempaunyai arti “sama” equal. Awalan kata “iso-“ juga banyak dijumpai misalnya pada
kata “isometric”, “isomer”, “isonomy”, dan sebagainya. Dari kata “sama” equal menjadi “standar” inilah “ISO” dipilih sebagai nama organisasi yang
mudah untuk dipahami. ISO sebagai nama organisasi juga dalam rangka menghindari penyingkatan kependekannya bila diterjemahkan ke dalam
bahasa lain dari negara anggota, misalnya IOS dalam bahasa Inggris, atau OIN Organisation Internationale de Normalisation dalam bahasa Perancis, atau
OSI Organsiasi Standardisasi Internasional dalam bahasa Indonesia. Dengan demikian apapun bahasa yang digunakan, organisasi ini namanya
tetap ISO. Meski ISO adalah organisasi nonpemerintah, kemampuannya untuk
menetapkan standar yang sering menjadi hukum melalui persetujuan atau standar nasional membuatnya lebih berpengaruh dari pada kebanyakan organisasi non-
pemerintah lainnya, dan dalam prakteknya ISO menjadi konsorsium dengan hubungan yang kuat dengan pihak-pihak pemerintah. Peserta ISO termasuk satu badan standar
nasional dari setiap negara dan perusahaan-perusahaan besar. Wikipedia, 2000: 1. Sedangkan menurut McAdam, 2001: 80 menyatakan bahwa: “Standar ISO
dapat menjadi suatu kebijakan yang strategis bagi banyak lembagaorganisasi di dunia. Pemerintah harus memberikan dukungan sepenuhnya agar mereka dapat
mencapai standar secara nasional dan membuktikannya dalam persaingan di pasar internasional.”
Selanjutnya menurut Suwahyono, 2009 menjelaskan bahwa: “ISO mewadahi kepentingan bersama antara producen, pengguna consumen, pemerintah, dan
masyarakat ilmiah dalam hal penyiapan standar internasional.” Keanggotaan ISO diwakili oleh badanlembaga standarisasi nasional dari suatu negara.
Universitas Sumatera Utara
Dari uraian di atas dinyatakan bahwa Standardisasi internasional dibentuk untuk berbagai teknologi yang mencakup berbagai bidang, antara lain bidang
informasi dan telekomunikasi, tekstil, pengemasan, distribusi barang, pembangkit energi dan pemanfaatannya, pembuatan kapal, perbankan dan jasa keuangan, dan
masih banyak lagi. Hal ini akan terus berkembang untuk kepentingan berbagai sektor kegiatan industri pada masa-masa yang akan datang.
2.6. ISO International Organization for Standardization 11620