sumber di perpustakaan dan di luar perpustakaan melalui perpustakaan sebagai medianya kepada masyarakat pemakai secara maksimal. Semakin
banyak transaksi informasi yang terjadi, maka akan makin besar manfaat atau hasil yang diperoleh. Selanjutnya dari proses peralihan informasi dan
ilmu pengetahuan itu maka para pemakai perpustakaan akan memperoleh nilai tambah atas keberadaan perpustakaan.
4. Dampak yang dihasilkan atau dirasakan. outcome: dampak yang dihasilkan atas pembinaan perpustakaan adalah semua akibat yang
mestinya baik terhadap perpustakaan dan masyarakat. Dampak tersebut antara lain perpustakaan makin berkembang, tumbuhnya kesadaran
masyarakat tentang pentingnya perpustakaan, tersebarnya informasi, ilmu pengetahuan, teknologi, dan budaya, terjadinya perubahan pengetahuan
knowledge keterampilan skill, dan sikap atau perilaku attitude masyarakat pemakai perpustakaan.
5. Pengaruh Impact: pengaruh yang ditimbulkan oleh keberhasilan pembinaan perpustakaan dapat dilihat pada tingkat perkembangan
kecerdasan masyarakat pemakai perpustakaan, baik langusung maupun tidak. Pengaruh ini misalnya terciptanya gemar membaca reading hobby
tumbuhnya kebiasaan membaca reading society dan terwujudnya budaya baca atau terciptanya masyarakat belajar learning society. Di sisi lain
akan berkembang penelitian, dan makin tersebarnya informasi melalui akses perpustakaan yang mudah, cepat, tepat waktu dan tepat obyeknya.
6. Keuntungan benefit: keuntungan yang dapat dipetik atas keberhasilan pembinaan perpustakaan dapat dirasakan oleh banyak pihak, baik
pengelola perpustakaan, masyarakat pemakai, dunia pendidikan, masyarakat perbukuan, peneliti dan pengembang ilmu pengetahuan,
maupun dalam rangka perkembangan perpustakaan ke berbagai strata sosial masyarakat. Perpustakaan yang berkembang dan maju akan
berpengaruh luas kepada masyarakat. Pada gilirannya akan ikut berpengaruh pula pada peningkatan kesejahteraan masyarakat dalam arti
luas.
Mengingat begitu bervariasinya kondisi perpustakaan dan banyaknya indikator yang tersedia, secara garis besar alat pengukuran dapat dibedakan menjadi dua macam
seperti yang dukemukakan oleh Umar 2002: 45 yaitu “tes dan non-tes. Alat pengukuran non-tes berupa 1 skala bertingkat untuk mengukur sikap, pendapat,
keyakinan dan nilai, 2 wawancara, dan 3 pengamatan. Penggunaan alat pengukuran ini tergantung pada apa yang akan dievaluas.”
2.4.4. Standar Pengukuran yang digunakan
Pengukuran kinerja perpustakaan dilakukan secara berkesinambungan. Salah satu cara pengukuran adalah dengan melibatkan seluruh kelompok pemakai
perpustakaan termasuk pemakai dari luar. Semua pengguna perpustakaan harus
Universitas Sumatera Utara
diberikan kesempatan yang sama dan luas untuk berpartisipasi dalam kegiatan tersebut. Seperti yang dikemukakan oleh Umar 2002: 40 menyatakan standar
pengukuran dan penilaian yang digunakan untuk mengevaluasi suatu kegiatan dapat dilihat dari tiga aspek utama yaitu :
a. Manfaat utility hasil pengukuran dan penilaian untuk mengevaluasi
kegiatan hendaknya bermanfaat bagi manajemen serta dapat mengambil keputusan atas kegiatan yang sedang berjalan;
b. Akurat accuracy informasi atas pengukuran dan penilaian dari evaluasi
hendaknya memiliki tingkat ketepatan yang tinggi; c.
Layak Feasibility Hendaknya pengukuran dan penilaian dari evaluasi yang dirancang dapat dilaksanakan secara layak.
Dari keterangan di atas dapat dinyatak bahwa standar pengukuran kinerja perpustakaan didefenisikan sebagai efektifitas layanan yang disediakan oleh
perpustakaan dan efisiensi sumber daya yang dialokasikan dan digunakan untuk layanan tersebut Purnomowati, 2000. Standar pengukuran kinerja ini juga
menggambarkan filosofi perpustakaan yang berorientasi pada pengguna. Maksudnya pengguna berperan sebagai suatu elemen untuk menilai efektivitas layanan dan
program perpustakaan.
2.4.5. Model Pengukuran
Ada beberapa model pengukuran dan penilaian yang dapat dicapai dalam melakukan evaluasi yang dikemukakan oleh Isaac 1984: 7 menyatakan bahwa:
1. Goal Oriented Evaluation: dalam model ini, seorang evaluator secara
terus-menerus melakukan pantauan terhadap tujuan yang telah ditetapkan. Pengukuran yang terus-menerus ini menilai kemajuan-kemajuan yang
dicapai peserta program serta efektifitas temuan-temuan yang dicapai oleh sebuah program. Salah satu model yang bisa mewakili model ini adalah
discrepancy model yang dikembangkan oleh Provus. Model ini memlihat lebih jauh tenteng adanya kesenjangan discrepancy yang ada dalam setap
komponen yakni apa yang seharusnya dan apa yang secara riil telah dicapai;
2. Decision Oriented Evaluatian: dalam model ini, evaluasi harus dapat
memberikan landasan berupa informasi-inforamasi yang akurat dan obyektif bagi pengabil kebijakan untuk memutuskan sesuatu yang
berhubungan dengan program. Evaluasi CIPP yang dikembangkan oleh Stufflebeam merupakan salah satu contoh model evaluasi ini. Model CIPP
merupakan salah satu model yang paling sering dipakai oleh evaluator. Model ini terdiri dari empat komponen evaluasi sesuai dengan nama model
Universitas Sumatera Utara
itu sendiri yang merupakan singkatan dari Context, Input, Proses dan Product;
3. Transactional Evaluation: dalam model ini evaluasi berusaha melukiskan
proses sebuah program dan pandangan tentang nilai dari orang-orang yang terlibat dalam program tersebut;
4. Evaluations Researc: sebagaimana disebutkan di atas, penelitian evaluasi
memfokuskan kegiatannya pada penjelasan dampak-dampak pendidikan serta mencari solusi-solusi terkait dengan strategi instruksional;
5. Goal Free Evaluatio; model yang dikembangkan oleh Michael Scriven ini
yakin Goal Free Evaluation Model justru tidak memperhatikan apa yang menjadi tujuan program sebagaimana model goal oriented evaluation.
Yang harus diperhatikan adalah bagaimana proses pelaksanaan program, dengan jalan mengidentifikasi kejadian-kejadian yang terjadi selama
pelaksanaan, baik hal-hal yang positif maupun hal-hal yang negatif;
6. Adversary Evaluation; model ini didasarkan pada prosedur yang
digunakan oleh lembaga hukum. Dalam praktenya, model adversary terdiri atas empat tahapan yaitu: a Mengungkapkan rentangan isu yang luas
dengan cara melakukan survey berbagai kelompok yang terlibat dalam satu program untuk menentukan kepercayaan itu sebagai isu yang relevan.
b Mengurangi jumlah isu yang dapat diukur. c Membentuk dua tim evaluasi yang berlawanan dan memberikan kepada mereka kesempatan
untuk berargumen. d Melakukan sebuah dengar pendapat yang formal. Tim evaluasi ini kemudian mengemukakan argument-argumen dan bukti
sebelum mengambil keputusan.
Sedangkan menurut Umar 2002: 41 menyatakan model pengukuran yang dapat di lakukan untuk mengevaluasi yaitu :
a. Sistem Assessment yaitu: evaluasi yang memberikan informasi tentang
keadaan atau posisi suatu sistem. Evaluasi dengan menggunakan model ini dapat menghasilkan informasi mengenai posisi terakhir dari suatu elemen
programkegiatan yang telah dilakukan;
b. Program Planning yaitu: evaluasi yang membantu pemilihan aktivitas-
aktivitas dalam program tertentu yang mungkin akan berhasil memenuhi kebutuhannya, dan:
c. Program Implementation yaitu; evaluasi yang memberikan informasi
tentang bagaimana program berfungsi, bagaimana program bekerja, bagaimana mengantisipasi masalah-masalah yang mungkin dapat
mengganggu pelaksanaan kegiatan.
Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa model pengukuran ini memberikan informasi tentang kondisi suatu perpustakaan, perencanaan strategi dari
programkegiatan yang dibuat serta bagaimana program itu berfungsi, bekerja, dan memecahkan masalah yang terjadi pada kegiatan tersebut.
Universitas Sumatera Utara
2.4.6. Pendekatan-Pendekatan Pengukuran