Persepsi Kesempatan Kerja Tingkat Pendapatan Rumahtangga

pendapatan suami yang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan rumahtangga. Oleh karena itu, mereka melakukan pekerjaan lain di luar sektor pertanian karena tidak cukup untuk mempertahankan kehidupan rumahtangga, yaitu dengan memilih pekerjaan di sektor industri batik. Dengan demikian mereka melakukan dua peran sekaligus yaitu domestik dan publik. Justru peran yang tanpa mengenal waktu dan upaya yang tidak menentu terkesan eksploitatif dikarenakan bekerja tanpa mengenal waktu. Walaupun beberapa jenis pekerjaan perempuan diakui sebagai kegiatan yang “produktif”, tetapi pada kenyataan sebagian besar dari waktu yang tersita adalah untuk rumahtangganya. Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa peran anggota lain dalam rumahtangga sangat penting untuk menambah pendapatan. Pada industri kecil, menunjukkan peran anggota lain lebih kecil dibanding dengan industri besar. Hal ini dikarenakan upah responden dalam membatik tidak mencukupi kebutuhan rumahtangga, sehingga anak terlibat dalam memperoleh sumber nafkah.

5.1.3 Persepsi Kesempatan Kerja

Dari sisi penyerapan tenaga kerja sebagian besar penduduk kota Pekalongan bekerja di sektor industri. Hal ini tercermin pada tingginya persentase penduduk yang bekerja di sektor industri dari total usia produktif di seluruh Kota Pekalongan yaitu sebesar 36,92 BPS, 2009. Dengan demikian, sektor industri khususnya industri batik menjadi pilihan pertama penduduk Kota Pekalongan dalam mencari matapencaharian. Perkembangan sektor industri mampu menciptakan struktur ekonomi yang seimbang dan mampu memperluas kesempatan lapangan pekerjaan. Hal ini diterlihat dari semakin meningkatnya jumlah tenaga kerja yang diserap oleh sektor industri batik dibanding tahun-tahun sebelumnya. Pada tahun 2009, beberapa perusahaan batik mengurangi jumlah tenaga kerjanya untuk efisiensi produksi. Hal ini dilakukan dengan cara mengurangi atau menyeleksi pekerja batik bagi usia pekerja yang tidak produktif. Pada tahun 2010, harga bahan baku pembuatan batik mengalami kenaikan yang cukup tinggi. Hal ini menyebabkan masalah besar bagi pengusaha batik di industri kecil. Dengan harga bahan baku yang cukup mahal, membuat beberapa industri kecil mengalami penurunan produksi atau sampai kerugian yang cukup besar, sehingga pekerja batik kehilangan pekerjaannya. Akan tetapi berbeda pada industri besar, walaupun menghadapi kondisi yang cukup sulit adanya masalah kenaikan harga bahan baku batik, tidak menjadikan industri besar menutup perusahannya. Industri besar mampu bertahan dengan kekuatan ekonomi, sehingga pekerja batik tetap memiliki pekerjaan dan mendapatkan upah sesuai dengan kemampuannya. Pada Gambar 18 ditunjukkan persentase persepsi kesempatan kerja responden di luar sektor industri batik dibanding lima tahun yang lalu 2006-2011 pada industri kecil dan industri besar. Keterangan: n pekerja batik industri kecil : 35 n pekerja batik industri besar : 35 Gambar 17. Persentase Responden Menurut Kesempatan Kerja di Luar Sektor Industri Batik Tahun 2006 dan 2011 Berdasarkan data pada Gambar 18 diatas, menunjukkan persepsi kesempatan kerja di luar sektor industri batik menurut 70 responden pada kedua tipe industri yang berbeda. Persepsi ini diukur dari perbedaan kesempatan kerja di luar sektor industri batik di banding lima tahun yang lalu, yaitu pada tahun 2006 dan tahun 2011. Pada industri kecil sebanyak 35 responden 100 menyatakan bahwa kesempatan kerja bagi responden di luar industri batik lebih kecil di banding tahun 2011. Sedangkan pada industri besar sebanyak 31 responden 88,57 menyatakan bahwa kesempatan kerja bagi responden di luar industri batik juga lebih kecil. Selanjutnya, terdapat responden pada industri besar yang meyakini bahwa kesempatan kerja di luar industri batik masih terbuka lapangan pekerjaan, yaitu sebesar 2,89. Hal ini dikarenakan kesempatan kerja pada 2,86 100,00 88,57 20 40 60 80 100 Industri Kecil Industri Besar Per sen tase R e sp o n d e n Lebih besar Lebih kecil Sama saja kecil sektor industri batik lebih besar dibandingkan sektor-sektor lainnya. Selain itu, mayoritas penduduk Kota Pekalongan menggantungkan hidupnya bekerja pada sektor industri batik. Tingkat pendidikan yang sangat rendah dan keterbatasan keterampilan membuat responden tidak mampu keluar atau mencari pekerjaan lain di luar sektor industri batik, sehingga responden memilih bertahan untuk bekerja di industri batik demi memperolah penghasilan untuk rumahtangganya. Dengan memiliki keterampilan membatik atau hanya bisa membatik saja sudah cukup untuk dapat bekerja menjadi pekerja batik pada kedua tipe industri tersebut. Bagi responden dengan dapat bekerja sesuai keterampilan yang dimiliki, mereka terpaksa untuk terus bekerja demi mendapatkan uang untuk menghidupi rumahtangganya. Dari penjelasan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa proporsi ini sesuai dengan pilihan responden yang menyatakan bahwa tahun 2011 semakin tidak ada kesempatan kerja di luar sektor industri batik. Sektor ini mampu menopang perekonomian masyarakat Kota Pekalongan dan memberikan kesempatan kerja lebih luas pada industri kecil maupun industri besar. Pada Gambar 19 ditunjukkan persentase pilihan responden memilih bekerja di industri batik. Keterangan: n pekerja batik industri kecil : 35 n pekerja batik industri besar : 35 Gambar 18. Persentase Responden Menurut Alasan Pilihan Bekerja pada Industri Kecil dan Industri Besar 8,57 2,86 5,71 8,57 85,71 88,57 20 40 60 80 100 Industri Kecil Industri Besar P er sent a se Respo nd en Membatik menjadi hobi Membatik sudah turun temurun Tidak memiliki keterampilan selain membatik Berdasarkan Gambar 19 di atas, menunjukkan pilihan responden memilih untuk bekerja di industri batik oleh 70 responden pada kedua tipe industri. Sebagian besar menyatakan bahwa responden tidak memiliki keterampilan selain membatik karena membatik sudah mentradisi dari nenek moyang mereka. Pada industri kecil sebanyak 30 orang 85,71, sedangkan pada industri besar sebanyak 31 orang 88,57 memilih alasan tersebut. Pada kedua industri, baik industri kecil dan industri besar menunjukkan persentase yang sama dan tidak terdapat perbedaan yang nyata. Kedua-duanya menyakini bahwa sektor industri batik sebagai tumpuan sumber penghasilan mereka. Semasa kecil mereka sudah bisa belajar membatik dari orang tuanya, sehingga membatik dijadikan hobbi yang menyenangkan. Untuk dapat menjadi pekerja batik pada suatu industri, tidak diperlukan keterampilan khusus selain membatik. Keterampilan membatik merupakan modal utama untuk dapat bekerja. Selain itu, juga diperlukan keahlian pada masing- masing bidang membatik, misalnya: batik tulis, batik tulis mopok, atau batik cap. Batik tulis hanya diperuntukkan oleh kaum perempuan saja. Keterampilan dalam mengerjakan batik tulis ini, seperti: keterampilan memegang canting, keterampilan dalam menggambar di atas kain mory sesuai dengan polamotif dan keterampilan dalam memberi warna kain batik tulis mopok sesuai ukuran cucuk canting yang digunakan. Pada masing-masing pekerja batik memiliki tingkat keterampilan dalam membatik, tingkat keterampilan tersebut mempengaruhi kinerja membatik kualitas membatik dan besarnya upah yang diperoleh. Semakin cepat kinerja mereka dalam membatik, semakin cepat pula pengerjaan dalam membatik, sehingga mempengaruhi besarnya upah yang diberikan. Selain itu, keterampilan membatik juga mempengaruhi jam lembur atau penambahan jam kerja pada waktu malam hari. Hal tersebut juga dilakukan apabila terdapat pesanan-pesanan dalam jumlah cukup banyak. Sehingga para pekerja batik diharuskan lembur. Berikut ini adalah Gambar 20 ditunjukkan pengaruh keterampilan pada jam lemburpenambahan jam kerja responden dalam membatik pada industri kecil maupun industri besar. Keterangan: n pekerja batik industri kecil : 35 n pekerja batik industri besar : 35 Uji Statistik Chi-Square, Chi-Sq = 18.529, DF = 1, P-Value = 0.000 Berbeda Nyata Gambar 19. Persentase Responden Menurut Pengaruh Keterampilan Terhadap Jam Lembur pada Industri Kecil dan Industri Besar Berdasarkan data Gambar 20 di atas, menunjukkan bahwa pengaruh keterampilan terhadap jam lemburpenambahan jam kerja berbeda nyata antara industri kecil dan industri besar. Melalui uji statistik chi-square sebesar P-Value = 0.000 10 yang artinya bahwa pengaruh jam lembur membatik berbeda nyata pada industri kecil dan industri besar. Hal ini sesuai dengan hipotesis penelitian dimana menerima H 1 . Responden yang bekerja pada industri kecil tidak mendapatkan jam lembur membatik dibandingkan responden pada industri besar. Pada industri kecil, sebanyak 9 orang 25,71 menyatakan bahwa responden mendapat penambahan jam kerja lembur membatik dan 26 responden 74,29 yang menyatakan pernah melakukan pekerjaan lembur membatik. Sedangkan pada industri besar, sebanyak 27 orang 77,14 menyatakan bahwa respondennya melakukan lemburpenambahan jam kerja membatik dan sebanyak 8 orang 22,86 menyatakan bahwa tidak pernah melakukan lembur. Dengan demikian, pengaruh keterampilan terhadap jam lemburpenambahan jam kerja lebih besar pada industri besar. Hal ini dikarenakan, pada industri besar pekerjanya memiliki kualitas SDM yang cukup baik dibandingkan pada industri kecil, sehingga mereka mendapatkan jam lembur membatik. Selain itu, pada industri besar lebih banyak memperoleh pesanan dari konsumen, 25,71 77,14 74,29 22,86 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Industri Kecil Industri Besar Per sen tase R e sp o n d e n Tidak lembur Lembur suppliereksportir. Jam lembur sangat membantu dalam menambah penghasilan responden. Alokasi jam lembur ini dilakukan di luar jadwal kerja rutin di pabrik, yaitu pada waktu malam hari. Untuk durasi jam lembur tergantung dari individu masing-masing responden sesuai dengan kecepatan dan kemampuan responden dalam membatik. Besarnya upah lembur berkisar antara Rp 4.000,00-Rp 5.000,00. Untuk perolehan upah juga tergantung tingkat kesulitan kain dan motif batik. Responden yang melakukan lemburan hampir setiap harinya mereka bekerja. Biasanya yang memperoleh lemburan adalah responden yang masih kuat secara fisik dan usia produktif. Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan jam kerja membatik dapat dikatakan efektif, hampir setiap harinya responden tersebut menghabiskan waktunya untuk membatik. Mayoritas responden baik industri kecil dan industri besar tidak memiliki keterampilan lain selain membatik, sehingga mereka memilih bekerja di industri batik dikarenakan keterbatasan pengetahuan dan keterampilan. Akan tetapi, dari 70 responden hanya delapan orang yang memiliki keterampilan di luar membatik, yaitu keterampilan menjahit dan keterampilan menyulam. Keterampilan tersebut juga tidak jauh dari pekerjaan yang dilakukan perempuan sesuai dengan jenis pekerjaan sampingan yang dimiliki responden. Dari total 70 responden, tidak pernah mengikuti pelatihankursus membatik. Padahal Pemkot Kota Pekalongan pernah mengadakan pelatihan-pelatihan membatik untuk meningkatkan keterampilan masyarakat Pekalongan dalam membatik. Bagi responden agar bisa membatik cukup hanya dengan belajar sendiri dari orang tua mereka atau tetangga-tetangga terdekat. Selain itu, mereka tidak diberikan kesempatan oleh pengusaha batik untuk mengikuti pelatihan. Hal tersebut dikarenakan pelatihankursus membatik hanya untuk kalangan kelas menegah dan menegah ke atas. Bagi kelas menengah ke bawah, pelatihan membatik diadakan di Kantor Balaidesa masing-masing Kelurahan bagi mereka yang ingin belajar membatik. 5.2 Struktur Pengeluaran Rumahtangga 5.2.1 Tingkat Pengeluaran Rumahtangga