Sejarah Batik Kota Pekalongan

pekerja dan pengusahanya dengan membagikan 450 tabung gas ke masing-masing industri batik Pekalongan. Dalam mengahadapi kompetitor batik dari daerah lain, seperti: batik Solo dan batik Yogyakarta, batik Pekalongan mampu bertahan dan eksis dengan “Branding” yang sudah lama dikenal oleh seluruh masyarakat di Indonesia. Pemerintah melakukan kebijakan dengan cara mempromosikan batik secara intensif. Promosi ini dilakukan dengan mengadakan Pekan Batik Nusantara dan Pekan Batik Internasional.

4.3 Sejarah Batik Kota Pekalongan

Di daerah perbatasan Utara Jawa, batik Pekalongan disebut Batik Pesisiran. Secara historis, terdapat tiga jenis batik Pekalongan yaitu batik lokal, batik encim dan batik londo . Melalui pendekatan budaya, masyarakat Pekalongan memperlihatkan adanya kesatuan sebagai bagian dari kebudayaan Jawa. Oleh karena itu, perbedaan yang terdapat pada batik di wilayah pedalaman dan pesisir semata-mata karena faktor geografis. Sejak masa Hindu-Islam sampai masa kemerdekaan, Pekalongan menempati posisi jauh dari pusat kekuasaan. Secara otonom, Pekalongan tumbuh sebagai kota niaga dan sejak awal kota tersebut sudah menjadi daerah perdagangan. Sampai dengan masa kolonial, daerah itu memiliki pelabuhan laut yang ikut meramaikan lalu lintas perdagangan antar pulau di Nusantara. Adanya pelabuhan tersebut mempengaruhi perkembangan sosial-ekonomi maupun kependudukan. Urbanisasi kaum migran, baik dari daerah maupun luar juga ikut menentukan perkambangan Kota Pekalongan. Posisi Pekalongan sebagai daerah penghasil batik terbagi atas daerah Kota Pekalongan dan wilayah kabupaten. Keberadaan batik Pekalongan hampir sama tuanya dengan perkembangan Kota Pekalongan yang terus berkembang dari waktu ke waktu. Batik merupakan suatu istilah yang sangat populer dan menjadi baku sebagai nama kain yang dibuat melalui teknik celup rintang dengan media perintang berupa lilin. Istilah yang ini sudah ada sejak puluhan abad yang lalu yang berawal dari Kraton dan akhirnya menjadi suatu hasil kerajinan rakyat. Apabila ditinjau dari morfologi bahas a, kata “batik” terdiri dari dua kata yang bergabung menjadi satu yaitu kata “ba” dan “tik”. Keduanya memang hampir tidak memiliki arti. Namun demikian, kata “batik” sebenarnya merupakan elemen seni rupa untuk mengawali karya tulis. Masing-masing kata tersebut mempunyai pa danan yang terdiri dari kata “ba” dengan awalan “am” dan kata “tik”, sehingga apabila digabung diperoleh kata “ambatik” yang artinya membuat titik. Hasilnya adalah batik yang polanya berupa garis-garis yang tersusun dari titik-titik. Dalam khasanah seni rupa, terjadi bentuk diawali dengan titik, tersambung menjadi garis dan selanjutnya akan berkembang menjadi sebuah bentuk. Konsepsi semacam itu secara kebetulan hadir pada proses pembuatan batik dan selama ini kata batik tidak dipersoalkan lagi karena sudah merupakan nama baku Asa, 2006. Bahan utama pembuatan batik adalah kain dan lilin. Sebuah titik dibentuk dari cairan lilin panas yang keluar dari alat bernama canting dan dimulai ketika cairan lilin tersebut masih berasap. Selanjutnya, jari-jari tangan yang terampil dari seorang pembatik menarikknya dengan sebuah garis dan bentuk mengikuti lukisan pola yang sudah dibuat di atas kain. Kemudian, suatu proses yang melibatkan teknik dan pewarnaan yang rumit akan dilakukan pada kain yang telah berlukiskan lilin tadi. Hal itu dikerjakan berulang kali sampai menjadi sebuah karya yang disebut batik. Pulau Jawa adalah sentral kelahiran dan perkembangan budaya batik hingga sekarang, terutama Kota Pekalongan, Provinsi Jawa Tengah. Kota Batik, sesuai namanya, telah memproduksi batik sejak 1800-an dengan perkembangan pesat dibanding daerah lain sesama produsen batik. Pada tahun 1800, perkembangan batik batik mengalami kejayaan di mana pada saat itu di bawah pemerintahan Soeharto, nilai mata uang sangat murah dan bahan baku pembuatan batik sangat murah. Dengan demikian banyak pengusaha batik yang memproduksi batik dalam jumlah yang cukup besar, sehingga pada tahun itu banyak konsumen yang membeli batik. Selain itu, batik mulai meningkat atau melonjak tajam pada saat UNESCO mengesahkan batik sebagai warisan budaya khas Indonesia pada 2 Oktober 2009 yang diperingati sebagai Hari Batik Nasional. Indonesia merupakan bangsa yang memiliki banyak warisan budaya, termasuk batik Indonesia.

4.4 Pekerja Batik Tulis Pekalongan