Persepsi Kontribusi Pendapatan Rumahtangga

seperti untuk makan enak saja tidak pernah hanya nasi dengan lauk tahu dan tempe saja. Kemudian kasus yang dialami oleh Ibu Tsr, beliau mengatakan bahwa selain bekerja membatik beliau juga memiliki pekerjaan sampingan, yaitu bordir taplak meja rombe. Pekerjaan membatik khusus dikerjakan pada pagi sampai sore hari saja, sedangkan untuk rombe dikerjakan pada malam hari. Kasus Ibu Tsr merupakan salah satu responden yang melakukan “strategi nafkah ganda”. Alasan beliau melakukan nafkah ganda ini adalah untuk mendapatkan penghasilan tambahan. Hal ini dikarenakan upah membatik saja bagi beliau sangat tidak cukup untuk kebutuhan rumahtangga dengan jumlah anggota yang cukup banyak. Selain itu, suami juga membantu dalam nafkah rumahtangga. Para suami responden bekerja di sektor industri batik batik cap dengan pendapatan yang lebih baik dibanding isteri. Sedangkan pada kasus ibu Iny di atas, menunjukkan bahwa tingkat pendapatan beliau lebih buruk dibandingkan lima tahun yang lalu. Sebelum ibu bekerja di industri batik, beliau bekerja menjadi pembantu rumahtangga dengan gaji yang besar. Tetapi dikarenakan hubungan yang kurang baik dan tidak menyenangkan antara beliau dengan majikan, akhirnya beliau memutuskan untuk keluar dari pekerjaan tersebut dan berpindah ke sektor industri batik menjadi pekerja batik tulis pada industri besar.

5.1.2 Persepsi Kontribusi Pendapatan Rumahtangga

Setiap anggota rumahtangga memiliki kontribusi pendapatan terhadap pendapatan total rumahtangga. Pada kontribusi pendapatan dapat dilihat setiap industri kecil dan industri besar yang menjadi kontribusi lebih besar dalam rumahtangga. Dari pendapatan total rumahtangga memang kontribusi suami pekerja batik tulis sebagai kepala keluarga lebih besar daripada kontribusi isteri dan anak-anaknya. Akan tetapi, pendapatan responden juga memberikan kontribusi yang cukup besar. Hal ini dikarenakan terdapat beberapa responden yang menjadi kepala keluarga atau peranannya sebagai tulang punggung keluarga suami meninggal dunia dengan menggantungkan hidupnya dari pekerjaan membatik. Dengan demikian, peran isteri di sini menggantikan suami berperan besar dalam kontribusi utama rumahtangganya. Sementara itu, mayoritas responden memberikan kontribusi tetapi bukan kontribusi utama. Data pada Gambar 17, ditunjukkan persepsi kontribusi responden terhadap pendapatan rumahtangga pada industri batik. Keterangan: n pekerja batik industri kecil : 35 n pekerja batik industri besar : 35 Uji Statistik Chi-Square, Chi-Sq = 0.078, DF = 1, P-Value = 0.780 Tidak Berbeda Nyata Gambar 16. Persentase Responden Menurut Kontribusi Terhadap Pendapatan Rumahtangga Berdasarkan data pada Gambar 17 di atas, dapat dilihat pada industri kecil sebesar 77,14 27 responden menyatakan bahwa mereka bukan merupakan kontribusi utama dalam pendapatan total rumahtangga. Sedangkan pada industri besar sebesar 74,29 26 responden menyatakan bahwa mereka bukan merupakan kontribusi utama. Melalui uji statistik chi-square sebesar P-Value = 0.780 10 yang artinya bahwa responden yang bekerja pada industri kecil dan industri besar tidak berbeda nyata dalam meyakini bahwa pendapatan dari pekerjaan membatik adalah bukan kontribusi utama responden dalam pendapatan total rumahtangga mereka. Artinya pekerja batik tulis pada kedua tipe industri meyakini bahwa pekerjaan membatik terlalu kecil sebagai kontribusi utama dalam menopang perekonomian rumahtangga. Hal ini dikarenakan peran suami sebagai kontribusi utama dalam pendapatan total rumahtangga. Sementara itu, beberapa responden berkontribusi sebagai kontribusi utama dalam pendapatan total rumahtangga. Pada industri kecil terdapat delapan 22,86 25,71 77,14 74,29 20 40 60 80 100 Industri Kecil Industri Besar P er sent a se Respo nd en Ya, tapi bukan kontribusi utama Ya, kontribusi utama responden yang menyatakan sebagai kontribusi utama dan pada industri besar terdapat sembilan responden yang menyatakan sebagai kontribusi utama. Responden yang berstatus sudah menikah merangkap menjadi kepala rumahtangga atau tulang punggung keluarga dikarenakan suami yang sudah meninggal dunia atau tidak bekerja. Dengan demikian, responden menggantungkan hidupnya pada pekerjaan membatik, anak juga memberikan harapan bagi kelangsungan hidup rumahtangga mereka. Saya sudah bekerja menjadi buruh batik sudah 11 tahun, upah membatik per harinya Rp 20.000,00. Apalagi suami saya sudah meninggal dan saya menjadi tulang punggung keluarga. Untuk mencukupi kebutuhan rumahtangga saja tidak cukup, sekarang semua bahan pokok harganya mahal tidak seperti dulu. Selain saya membatik di pabrik, saya juga melakukan lembur membatik di malam hari, upahnya bisa untuk menambah penghasilan saya Ibu Amn; pekerja batik industri besar, 46 tahun. Penjelasan di atas merupakan contoh kasus oleh salah satu responden yang bekerja di industri besar. Beliau mengatakan bahwa upah membatik yang diperoleh beliau sebesar Rp 20.000,00hari dengan bekerja selama 11 tahun. Ibu Amn berstatus sebagai kepala rumahtangga yang bertanggungjawab menghidupi anak-anaknya. Hal ini dikarenakan suami beliau sudah meninggal dunia sehingga beliau berperan ganda sebagai ibu dan kepala rumahtangga. Beliau belum mampu mencukupi kebutuhan rumahtangga dikarenakan kebutuhan pokok yang serba mahal. Akan tetapi, dengan upah membatik di pabrik beliau juga bekerja lembur membatik di malam hari. Pekerjaan lembur ini membantu untuk menambah penghasilan beliau. Bagi responden yang berstatus sebagai kepala rumahtangga baik industri kecil maupun industri besar, pendapatan rumahtangga tersebut berasal dari ibu dan anak, sehingga anak berkontribusi cukup besar dalam mencukupi kebutuhan rumahtangga. Belum lagi anak-anak yang masih kecilsekolah memerlukan pengeluaran yang cukup banyak. Dalam keluarga subsisten, suami sering tidak dapat memenuhi kebutuhan rumahtangga, sehingga perempuan isteri atau anak dijadikan sebagai penopang pendapatan rumahtangga dan memberikan kontribusi yang cukup besar. Meski demikian, perempuan itu masih dalam koridor peran mereka sebagai pengelola domestik rumahtangga. Demikian pula dengan pekerja batik tulis, sumbangan mereka dalam kegiatan ekonomis sangat signifikan untuk mengimbangi pendapatan suami yang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan rumahtangga. Oleh karena itu, mereka melakukan pekerjaan lain di luar sektor pertanian karena tidak cukup untuk mempertahankan kehidupan rumahtangga, yaitu dengan memilih pekerjaan di sektor industri batik. Dengan demikian mereka melakukan dua peran sekaligus yaitu domestik dan publik. Justru peran yang tanpa mengenal waktu dan upaya yang tidak menentu terkesan eksploitatif dikarenakan bekerja tanpa mengenal waktu. Walaupun beberapa jenis pekerjaan perempuan diakui sebagai kegiatan yang “produktif”, tetapi pada kenyataan sebagian besar dari waktu yang tersita adalah untuk rumahtangganya. Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa peran anggota lain dalam rumahtangga sangat penting untuk menambah pendapatan. Pada industri kecil, menunjukkan peran anggota lain lebih kecil dibanding dengan industri besar. Hal ini dikarenakan upah responden dalam membatik tidak mencukupi kebutuhan rumahtangga, sehingga anak terlibat dalam memperoleh sumber nafkah.

5.1.3 Persepsi Kesempatan Kerja