14 menengah, dan besar sebagai upaya untuk meningkatkan keuntungan dan nilai
tambah dari produk susu segar. Selain memberikan dampak positif bagi industri pengolahan dan masyarakat, yoghurt juga dapat membawa dampak pada
perkembangan agribisnis persusuan di Indonesia. Proses pembuatan yang mudah, harga jual yang relatif murah, serta kandungan gizi yang lebih tinggi
dibandingkan dengan susu segar, membuat usaha yoghurt memiliki prospek kedepan yang semakin baik.
2.2 Pengaruh Job Order Terhadap Produksi di Perusahaan
Pengembangan industri pengolahan susu yang dilakukan oleh koperasi maupun perusahaan pada umumnya menerapkan sistem produksi berdasarkan
pesanan job order dalam memproduksi produknya. Sistem produksi job order merupakan sebuah kontrak kerjasama antara perusahaan dengan distributor.
Sistem job order dilakukan untuk menjamin kontinuitas produksi dan meminimalisir produk yang tidak laku terjual. Penelitian Wardhani 2010 dan
Meisya 2011 menyatakan koperasi menerapkan sistem job order bertujuan untuk menjamin kontinuitas permintaan pasar akan produknya, sehingga dapat
meminimalisir kerugian dengan tidak terjualnya produk yang dihasilkan. Penerapan sistem job order cenderung mengalami kerugian, karena
dengan diberlakukannya sistem tersebut baik koperasi maupun perusahaan kehilangan keleluasaan kapasitasnya dalam berproduksi. Penelitian Risman
2009 menyatakan perusahaan memproduksi produk dengan melakukan sistem job order
dinilai merugikan karena proses produksi yang dilakukan tidak maksimal dan cenderung bersifat pasif karena hanya menunggu pemesanan.
Keputusan produksi sistem job order bergantung pada jumlah pesanan permintaan distributor yang belum tentu sesuai dengan sumberdaya yang dimiliki.
Menurut Wardhani 2010 dan Meisya 2011 dengan diterapkannya sistem job order
baik koperasi maupun perusahaan berproduksi di bawah kapasitas yang dimiliki serta tidak dapat mengoptimalkan pemanfaatan dan penggunaan seluruh
bahan baku utama karena jumlah produksi ditentukan oleh pemesanan dalam kontrak. Namun, koperasi maupun perusahaan tetap memilih sistem job order
15 karena pada umumnya koperasi maupun perusahaan tersebut belum dapat
menguasai pasar dan adanya tingkat persaingan yang tinggi.
2.3 Model Optimalisasi Produksi
Optimalisasi produksi diperlukan oleh perusahaan dalam rangka mengoptimalkan sumberdaya yang digunakan agar suatu produksi dapat
menghasilkan produk dalam kuantitas dan kualitas yang diharapkan sehingga perusahaan dapat mencapai tujuan. Jenis persoalan optimalisasi dibagi menjadi
dua yaitu tanpa kendala dan dengan kendala. Pada optimalisasi tanpa kendala, faktor yang menjadi kendala terhadap fungsi tujuan diabaikan. Sedangkan, pada
optimalisasi dengan kendala, faktor yang menjadi kendala pada fungsi tujuan diperhatikan dalam menentukan titik maksimum atau titik minimum dari fungsi
tujuan. Salah satu teknik optimalisasi yang dapat digunakan untuk menyelesaikan
masalah optimalisasi berkendala adalah dengan menggunakan teknik linear programming
LP. LP merupakan metode yang digunakan untuk memecahkan masalah optimalisasi berkendala dimana semua fungsi tujuan atau kendala
merupakan fungsi linier. Halim 2009, Ramadani 2009, Yusup 2009, dan Wardhani 2010 menggunakan metode LP dalam penelitiannya untuk
menyelesaikan masalah optimalisasi berkendala. Penentuan fungsi tujuan dalam metode LP terdiri dari maksimisasi
keuntungan dan minimisasi biaya. Penelitian Halim 2009, Ramadani 2009, Yusup 2009, dan Wardhani 2010 membentuk fungsi tujuan perusahaan dengan
cara maksimisasi keuntungan pada kendala sumberdaya yang terbatas. Penelitian Halim 2009, Ramadani 2009, dan Yusup 2009 merumuskan model fungsi
tujuan dengan keuntungan yang dimaksimalkan merupakan selisih antara total peneriman dengan total biaya produksi. Sedangkan Wardhani 2010 merumuskan
model fungsi tujuan yang diperoleh dari hasil perhintungan perkembangan keuntungan penjualan saja.
Pada dasarnya optimalisasi produksi berkendala merupakan persoalan dalam menentukan nilai variabel suatu fungsi menjadi maksimum atau minimum
dengan memperhatikan keterbatasan atau kendala sumberdaya yang ada.
16 Sumberdaya yang membatasi pada setiap komoditi yang dioptimalkan di
perusahaan umumnya meliputi faktor-faktor produksi seperti modal, bahan baku,
tenaga kerja, dan mesin yang merupakan input serta ruang dan waktu. Halim 2009, Ramadani 2009, dan Yusup 2009 juga menambahkan keterbatasan
lainnya mengenai kendala permintaan pasar untuk mengetahui batasan produksi yang dihasilkan dalam memenuhi permintaan pasar dan Wardhani 2010 juga
memasukkan kendala permintaan pasar yang digambarkan melalui pesanan distributor atau sistem job order.
Keterbatasan sumberdaya dalam dimensi waktu terhadap analisis optimalisasi produksi juga dilakukan dalam penelitian Ramadani 2009, Yusup
2009, dan Wardhani 2010. Ketiga penelitian tersebut melihat pengaruh variabel waktu produksi setiap bulan untuk melihat perbedaan bulan terhadap
jumlah produk yang dijual atau permintaan produk yang akan berpengaruh terhadap perbedaan keuntungan.
Dalam teknik optimalisasi, upaya memperoleh solusi dari suatu permasalahan yang dihadapi jarang diperoleh suatu solusi yang terbaik.
Meskipun setiap perusahaan berusaha mencapai keadaan optimal dengan memaksimumkan
keuntungan atau dengan meminimumkan biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi.
Penelitian Halim 2009, Ramadani 2009, dan Yusup 2009 menunjukkan masih adanya perbedaan antara produksi pada kondisi aktual
dengan kondisi optimalnya, sedangkan Wardhani 2010 menunjukkan perbandingan kombinasi produksi pada kondisi optimal hampir mendekati pada
kondisi aktualnya. Bedasarkan ketiga penelitian tersebut, penggunaan model LP atau asumsi-asumsi belum mampu menggambarkan secara tepat dalam
menghasilkan model pada kondisi optimal sama dengan model pada kondisi aktual. Hal ini dikarenakan adanya berbagai kendala yang bersifat fisik, teknis,
dan kendala lainnya yang berada di luar jangkauan pelaku kegiatan dalam perusahaan serta adanya unsur biaya dan keuntungan yang terdapat dalam fungsi
tujuannya.
17
III. KERANGKA PEMIKIRAN