96 kenaikan paling rendah terjadi pada bulan Februari yaitu sebesar 5,94 liter per
bulan.
6.3.4 Analisis Post Optimal
Analisis post optimal dilakukan setelah dicapai suatu penyelesaian optimal. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui kemungkinan-kemungkinan dan
pengaruh besarnya perubahan dalam model LP terhadap solusi optimal. Apabila terjadi perubahan pada koefisien nilai fungsi tujuan atau ketersediaan nilai
sumberdaya yang dipilih menjadi kendala nilai sebelah kanan kendalaRHS atau adanya penambahan kegiatan baru dalam model. Pada penelitian ini, analisis post
optimal yang dilakukan ditujukkan untuk mencapai kondisi pada dua skenario
yang telah dipilih. Skenario pertama adalah menghilangkan pengaruh dari adanya sistem job order terhadap keuntungan Rinadya Yoghurt.
Skenario kedua adalah meningkatkan penggunaan seluruh bahan baku susu segar.
1 Skenario 1: Pengaruh dari Adanya Sistem Job Order
Dari hasil analisis dual dapat dilihat bahwa sistem job order merupakan kendala pembatas yang memiliki nilai dual price yang negatif. Hal tersebut
mengindikasikan bahwa penerapan sistem job order dalam memproduksi yoghurt di Rinadya Yoghurt sebenarnya menimbulkan kerugian karena Rinadya Yoghurt
kehilangan keuntungan potensial yang bisa didapat tanpa penerapan sistem job order
. Sistem job order tetap dipertahankan oleh Rinadya Yoghurt meskipun menimbulkan kerugian. Hal ini dikarenakan Rinadya Yoghurt belum menguasai
sistem pemasaran. Oleh karena itu, disusun sebuah skenario dengan mengubah beberapa ketersediaan kendala untuk menghilangkan dampak negatif sistem job
order . Skenario pertama dilakukan dengan meningkatkan kapasitas jam kerja
TKL rata-rata minimal sebesar 20 persen dari kondisi model aktual. Perhitungan kenaikan ketersediaan jam kerja TKL dapat dilihat pada Tabel 49.
97
Tabel 49.
Ketersediaan Kendala Jam Kerja TKL pada Model Awal dan Perhitungan Perubahan Ketersediaan Kendala Jam Kerja TKL pada
Model Skenario 1 Bulan
Ketersediaan pada Model Awal
jambulan Peningkatan 20
jambulan Ketersediaan pada
Model Skenario 1 jambulan
November 2309
462,2 2773,2
Desember 2405
481,4 2888,4
Januari 2506
500,6 3003,6
Februari 2116
423,6 2541,6
Maret 2496
500,6 3003,6
April 2496
500,6 3003,6
Pada Tabel 49 dapat diketahui bahwa angka peningkatan tertinggi terjadi pada bulan terjadi pada bulan Januari, Maret, dan April dengan peningkatan
ketersediaan sebesar 500,6 jam. Hal ini dikarenakan pada bulan tersebut ketersediaan jam kerja TKL pada model awal paling tinggi dibandingkan dengan
bulan lainnya sehingga dengan penambahan ketersediaan sebesar 20 persen akan menjadi lebih tinggi pada bulan Januari, Maret, dan April. Peningkatan
ketersediaan jam kerja TKL terendah diperoleh pada bulan Februari dimana pada bulan tersebut pesanan yoghurt mencapai angka terendah yaitu sebesar 423,6 jam.
Selain itu, skenario pertama juga dapat ditempuh dengan meningkatkan kapasitas jam kerja mesin pengolah yoghurt rata-rata minimal 25 persen dari
kondisi aktual. Meskipun hasil analisis dual serta analisis sensitivitas menunjukkan bahwa ketersediaan jam kerja mesin pengolah yoghurt berlebih dan
bukan merupakan kendala bagi Rinadya Yoghurt dalam memproduksi yoghurt. Namun, untuk mencapai skenario pertama perubahan kapasitas jam kerja mesin
pengolah yoghurt perlu dilakukan karena ketersediaan jam kerja mesin pengolah yoghurt memiliki angka kelebihan yang relatif kecil yaitu sebesar 1,58 jam per
bulan. Sehingga kendala ketersediaan jam kerja mesin pengolah yoghurt lebih peka terhadap perubahan dibandingkan dengan ketersediaan sumberdaya pada
98 kendala lainnya. Perhitungan peningkatan ketersediaan jam kerja mesin pengolah
yoghurt dapat dilihat pada Tabel 50.
Tabel 50.
Ketersediaan Kendala Jam Kerja Mesin pada Model Awal dan Perhitungan Perubahan Ketersediaan Kendala Jam Kerja Mesin pada
Model Skenario 1 Bulan
Ketersediaan pada Model Awal
jambulan Peningkatan 25
jambulan Ketersediaan pada
Model Skenario 1 jambulan
November 1157
289.25 1446.25
Desember 1205
301.25 1506.25
Januari 1253
313.25 1566.25
Februari 1060
265.00 1325.00
Maret 1253
313.25 1566.25
April 1253
313.25 1566.25
Pada Tabel 50 dapat diketahui bahwa angka peningkatan ketersediaan jam kerja mesin pengolah yoghurt tertinggi terjadi pada bulan terjadi pada bulan
Januari, Maret, dan April dengan peningkatan ketersediaan sebesar 313,25 jam. Hal ini dikarenakan pada bulan tersebut ketersediaan jam kerja mesin pengolah
yoghurt pada model awal paling tinggi dibandingkan dengan bulan lainnya sehingga dengan penambahan ketersediaan sebesar 25 persen akan menjadi lebih
tinggi pada bulan Januari, Maret, dan April. Peningkatan ketersediaan jam kerja mesin pengolah yoghurt terendah diperoleh pada bulan Februari dimana pada
bulan tersebut pesanan yoghurt mencapai angka terendah yaitu sebesar 265 jam. RHS untuk kendala lainnya sama dengan RHS pada model LP aktual.
Pada skenario ini, keuntungan fungsi tujuan meningkat sebesar 17,12 persen dari kondisi model optimal awal. Keuntungan optimal pada hasil analisis post optimal
skenario pertama sebesar Rp 34.977.328,71 sedangkan keuntungan optimal pada kondisi model awal sebesar Rp 29.864.473,58 artinya berdasarkan perhitungan
terjadi peningkatan keuntungan sebesar Rp 5.112.855,13 atau sebesar 17,12 persen.
99 Kombinasi produksi optimal serta status penggunaan sumberdaya pada
hasil post optimal skenario pertama mengalami beberapa perubahan. Secara umum, kombinasi keputusan produksi optimal baik pada yoghurt plastik stroberi
X
1
, yoghurt plastik leci X
2
, dan yoghurt es mambo X
3
mengalami perubahan yaitu lebih tinggi dari kombinasi produksi pada model awal. Beberapa
penggunaan sumberdaya juga mengalami beberapa perubahan. Jika pada model awal sumberdaya yang menjadi pembatas bagi Rinadya Yoghurt dalam
memproduksi yoghurt adalah ketersediaan jam kerja TKL, job order yoghurt plastik stroberi, dan job order yoghurt plastik leci. Pada skenario pertama ini
sumberdaya yang menjadi kendala bagi Rinadya Yoghurt dalam memproduksi yoghurt antara lain adalah bahan baku penolong starter yoghurt dan bahan baku
penolong kemasan plastik es mambo menjadi kendala pada beberapa bulan. Secara lengkap hasil olahan model pada skenario kedua dapat dilihat pada
Lampiran 7.
2 Skenario 2: Peningkatan Penggunaan Bahan Baku Susu Segar
Peningkatan keuntungan optimal dapat dilakukan dengan cara memanfaatkan penggunaan bahan baku susu segar dari total susu segar yang
sudah dialokasikan oleh Rinadya Yoghurt. Pada kondisi aktual, Rinadya Yoghurt baru memanfaatkan susu segar sebesar 81,02 persen untuk diolah menjadi yoghurt
dari total susu segar yang dialokasikan. Sementara, sisanya 18,98 persen tidak termanfaatkan. Skenario kedua ini disusun untuk melihat realokasi sumberdaya
apa saja yang harus dilakukan Rinadya Yoghurt agar seluruh bahan baku susu segar dapat dimanfaatkan dengan baik. Upaya untuk meningkatkan pemanfaatan
tersebut dilakukan melalui peningkatan ketersediaan dari kombinasi sumberdaya yang terdapat di Rinadya Yoghurt yaitu bahan baku penolong susu skim, gula,
starter yoghurt, kemasan plastik vakum, kemasan plastik es mambo, jam kerja TKL, dan jam kerja mesin pengolah yoghurt. Untuk mencapai skenario kedua,
peningkatan ketersediaan bahan baku penolong susu skim, gula, dan kemasan plastik es mambo rata-rata minimal sebesar 25 persen dari kondisi model aktual.
Peningkatan ketersediaan bahan baku penolong starter yoghurt meningkat sebesar 20 persen dan kemasan plastik vakum sebesar 30 persen dari kondisi model
100 aktual. Selain itu, meningkatkan jam kerja TKL sebesar 75 persen dan jam kerja
mesin sebesar 50 persen dari kondisi model aktualnya. Kombinasi produksi optimal serta status penggunaan sumberdaya pada
hasil post optimal skenario kedua mengalami beberapa perubahan. Secara umum, kombinasi keputusan produksi optimal baik pada yoghurt plastik stroberi X
1
, yoghurt plastik leci X
2
, dan yoghurt es mambo X
3
mengalami perubahan yaitu lebih tinggi dari kombinasi produksi pada model awal. Beberapa penggunaan
sumberdaya juga mengalami beberapa perubahan. Jika pada model awal sumberdaya yang menjadi pembatas bagi Rinadya Yoghurt dalam memproduksi
yoghurt adalah ketersediaan jam kerja TKL, job order yoghurt plastik stroberi, dan job order yoghurt plastik leci. Pada skenario kedua ini sumberdaya yang
menjadi kendala bagi Rinadya Yoghurt dalam memproduksi yoghurt adalah bahan baku penolong kemasan plastik es mambo.
Kenaikan keuntungan fungsi tujuan pada skenario dua adalah sebesar Rp 50.915.328,60 atau meningkat sebesar Rp 21.050.855,03 70,49 persen dari
kondisi optimal awal dimana tingkat keuntungannya hanya sebesar Rp 29.864.473,58. Peningkatan keuntungan dalam penggunaan bahan baku susu
segar sangat besar, namun masih bisa dicapai oleh Rinadya Yoghurt asalkan mampu memasarkan seluruh yoghurt yang dihasilkan. Secara lengkap hasil olahan
model pada skenario kedua dapat dilihat pada Lampiran 8.
101
BAB VII. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
Bedasarkan hasil analisis yang dilakukan pada optimalisasi produksi yoghurt pada Rinadya Yoghurt, maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Dengan diterapkannya sistem produksi berdasarkan pesanan job order dalam
memproduksi yoghurt ternyata belum optimal karena membawa kerugian bagi Rinadya
Yoghurt baik
dalam pemanfaatan
sumberdaya maupun
keuntungannya. Penerapan sistem job order dapat menghilangkan keuntungan potensial sebesar 17,12 persen dari keuntungan pada kondisi aktual. Selain itu,
sistem job order menyebabkan Rinadya Yoghurt tidak dapat mengoptimalkan pemanfaatan seluruh bahan baku utama yaitu susu segar maupun bahan baku
penolongnya. Selama periode amatan, rataan persentase susu segar yang dapat diolah menjadi yoghurt hanya sebesar 81,02 persen dari total susu segar yang
dialokasikan. Jika Rinadya Yoghurt mampu meningkatkan pemanfaatan seluruh bahan baku susu segar yang dialokasikan akan memiliki peluang
meningkatkan keuntungan sebesar 70,49 persen. Sumberdaya lainnya seperti susu skim, gula, starter yoghurt, kemasan plastik vakum, kemasan plastik es
mambo, dan jam kerja mesin juga belum dapat dimanfaatkan secara optimal. Sumberdaya-sumberdaya tersebut pada kondisi aktual mengalami kelebihan
dengan persentase kelebihan persediaan rata-rata sebesar 14,55 persen. Hal ini dikarenakan ketersediaan yang melimpah sementara penggunaan sumberdaya
masih relatif sedikit. 2.
Sumberdaya yang menjadi kendala pembatas dalam memproduksi yoghurt pada Rinadya Yoghurt yaitu jam kerja TKL, job order yoghurt plastik
stroberi, dan job order yoghurt plastik leci. Pada jam kerja TKL memiliki nilai dual price
positif artinya kapasitas jam kerja TKL masih kurang optimal sehingga apabila kapasitas jam kerja TKL ditambah satu jam maka akan
meningkatkan keuntungan sebesar nilai dual price-nya. Selain itu, pada job order
yoghurt plastik stroberi dan job order yoghurt plastik leci memiliki nilai dual price
negatif artinya sistem job order pada kedua produk tidak optimal dalam mengalokasikan sumberdaya karena jumlah pesanan yoghurt plastik
baik rasa stroberi maupun leci terlalu banyak dan melebihi batas jumlah