18 digunakan dalam proses produksi. Nicholson 1999 memformulasikan hubungan
antara masukan input dengan keluaran output berupa barang dan jasa ke dalam fungsi produ
ksi yang berbentuk : Q = f K, L, M, …., dimana Q menunjukkan jumlah output yang dihasilkan dalam periode tertentu, sedangkan K, L, M
mewakili input yang berturut-turut melambangkan input berupa modal, tenaga kerja, dan bahan baku.
3.1.2. Kombinasi Produk Optimum
Kombinasi produk optimum adalah suatu perusahaan menggunakan input tertentu untuk menghasilkan output dalam jumlah yang optimum. Untuk
memperoleh penerimaan maksimum dalam menentukan kombinasi produk yang optimal dapat dijelaskan melalui kurva kemungkinan produksi KKP dan garis
isorevenue seperti terlihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Kurva Kemungkinan Produksi dan Garis Isorevenue
Sumber: Lipsey, 1995 KKP
Isorevenue 2
Isorevenue 1
Q Q
Q Q
Q
Q Q
Q T
19 Kurva kemungkinan produksi adalah suatu kurva yang menjelaskan semua
kombinasi produk yang dapat dihasilkan dengan menggunakan sumberdaya yang sudah tertentu jumlahnya. KKP disebut juga isoresource curve karena setiap titik-
titik pada kurva tersebut menggambarkan kombinasi output yang dapat dihasilkan dengan menggunakan sejumlah input yang sama Lipsey, 1995. Sedangkan, garis
isorevenue adalah garis yang menunjukkan kombinasi produk yang dapat dijual
oleh perusahaan yang akan memberikan penerimaan tertentu. Garis isorevenue diturunkan dari rumus penerimaan total TR = P
1
Q
1
+P
2
Q
2
, atau secara matematis dinyatakan sebagai berikut :
Q
2
= TR – P
1
. Q
1
P
2
P
2
Dimana, P
1
melambangkan harga jual untuk Q
1
dan P
2
melambangkan harga jual untuk Q
2
. Sementara itu, Q
1
melambangkan jumlah produk pertama yang dijual perusahaan dan Q
2
melambangkan jumlah produk kedua yang dijual perusahaan.
Pada harga P
1
dan P
2
akan diperoleh kombinasi produk optimum di titik E titik yang menunjukkan persinggungan antara KKP dengan garis isorevenue 1,
dimana diperoleh kombinasi produk sebesar Q
1b
dan Q
2b
. Kombinasi produk selain pada titik E akan membuat perusahaan memperoleh penerimaan yang lebih
kecil daripada penerimaan yang seharusnya bisa diterima oleh perusahaan dengan tingkat harga yang sama. Kondisi ini bisa terjadi karena adanya sistem job order
yang dialami Rinadya Yoghurt. Dengan adanya sistem produksi berdasarkan pesanan job order membuat
Rinadya Yoghurt tidak leluasa dalam menentukan pilihan kombinasi produksi. Jumlah dari masing-masing produk ditentukan oleh pemesanan distributor melalui
sistem job order yang belum tentu sesuai dengan sumberdaya yang dimiliki Rinadya Yoghurt. Kondisi ini misalkan digambarkan pada titik A. Pada titik A
perusahaan memproduksi produk Q
1
sebesar Q
1a
lebih rendah dari produksi pada titik optimum dan Q
2
sebesar Q
2a
lebih tinggi dari produksi pada titik optimum. Pada titik A kombinasi produksi tidak sesuai dengan kombinasi optimumnya. Hal
ini menyebabkan pada tingkat harga yang sama perusahaan mendapatkan penerimaan yang lebih rendah dari penerimaan pada kondisi kombinasi produk
20 optimumnya isorevenue 2 lebih rendah daripada isorevenue 1. Hal ini
dikarenakan kombinasi produk perusahaan tidak optimal. Adanya sistem produksi berdasarkan pesanan job order di Rinadya
Yoghurt diduga membuat Rinadya Yoghurt berproduksi dengan menghasilkan kombinasi produk seperti pada titik A. Bedasarkan dengan teori yang ada,
penelitian ini akan mencoba melihat seberapa besar kerugian yang dialami Rinadya Yoghurt serta pengalokasian sumberdaya ketika Rinadya Yoghurt
berproduksi dengan menghasilkan kombinasi produk diluar titik optimal karena adanya sistem job order.
3.1.3 Teori Optimalisasi Produksi