mempunyai kemungkinan besar untuk menampakkan perilaku yang negatif seperti pasifitas, penarikan diri.
Dimensi locus of control internal dan eksternal mencakup indikator: sumber keberhasilan, sikap dalam menghadapi hambatan, kemampuan
memimpin, kemampuan memotivasi siswa, keyakinan akan kemampuan diri, tingkat toleransi.
G. Kerangka Berpikir
1. Pengaruh jenis kelamin terhadap hubungan kultur keluarga dengan kecerdasan
emosional guru. Kecerdasan emosional merupakan kemampuan untuk merasakan,
memahami dan dengan efektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi, informasi dan pengaruh yang manusiawi. Kemampuan ini
pertama kali berkembang dari pengaruh keluarga. Lingkungan keluarga merupakan faktor eksternal pertama yang berperan penting dalam
pembentukan dan perkembangan tingkat kecerdasan emosional, sebab di lingkungan keluarga seseorang belajar bagaimana mengolah perasaan dirinya
sendiri, bagaimana berpikir tentang perasaan ini, menentukan pilihan-pilihan untuk bereaksi, dan bagaimana membaca dan mengungkapkan harapan dan
rasa takut. Kultur keluarga merupakan pandangan hidup yang mencakup cara
berpikir, berperilaku, dan sikap nilai, yang diakui bersama dalam suatu PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
kesatuan sosial yang terdiri atas ayah, ibu, dan anak, yang dapat dijadikan tempat untuk membimbing anak-anak sekaligus sebagai tempat untuk
pemenuhan kebutuhan hidup, baik kebutuhan fisik maupun psikis. Kultur keluarga bisa diidentifikasi berdasarkan dimensi-dimensinya. Dimensi jarak
kekuasaan power distance menunjukkan tingkatan atau sejauhmana tiap keluarga mempertahankan perbedaan status atau kekuasaan diantara anggota-
anggotanya. Pada keluarga dengan latar belakang budaya power distance besar, cenderung mengembangkan aturan atau kebiasaan dalam
mempertahankan perbedaan status atau kekuasaan. Hal ini menyebabkan terdapatnya aturan-aturan yang dibuat oleh kepala keluarga dan harus dipatuhi
oleh setiap anggota keluarga. Anggota keluarga yang dari segi umur lebih muda diharuskan menaruh hormat kepada orang yang lebih tua. Sedangkan
pada keluarga dengan latar belakang budaya power distance kecil, ada kecenderungan meminimalkan perbedaan status atau kekuasaan, sehingga
aturan-aturan yang ditetapkan dalam keluarga bersifat lebih longgar. Guru diharapkan mempunyai tingkat kecerdasan emosional yang
tinggi. Dengan tingkat kecerdasan emosional yang tinggi guru akan mampu mengenali emosi dirinya sendiri dan orang lain, mampu menangani emosi
agar dapat terungkap dengan “pas”, mampu memotivasi diri, mampu berempati serta memiliki ketrampilan sosial dalam berhubungan dengan orang
lain rekan kerja dan siswa. Kemampuan ini akan berkembang bila guru tersebut berasal dari keluarga dengan latar belakang budaya power distance
kecil, dimana tidak terdapat aturan ketat yang menghambat perkembangan kecerdasan emosional setiap anggota keluarga. Oleh sebab itu tingkat
kecerdasan emosional guru dari keluarga ini lebih tinggi daripada guru dari keluarga dengan latar belakang budaya power distance besar, yang anggota
keluarganya sangat terikat oleh aturan-aturan ketat sebagai akibat dari kebiasaan untuk mempertahankan perbedaan status atau kekuasaan.
Pada dimensi penghindaran ketidakpastian uncertainty avoidance menunjuk sejauhmana pandangan anggota keluarga dalam menghadapi situasi
yang tidak pasti. Keluarga dengan latar belakang budaya uncertainty avoidance kuat merasa terancam dengan ketidakpastian sehingga berusaha
menciptakan mekanisme untuk mengurangi risiko itu. Sementara pada keluarga dengan latar belakang budaya uncertainty avoidance lemah, toleransi
terhadap situasi yang tidak pasti lebih tinggi. Biasanya keluarga ini lebih bersikap rileks dan sedikit memiliki aturan. Dengan situasi ini anggota
keluarga lebih banyak diberi kesempatan untuk mengambil inisiatif sendiri dalam menyelesaikan tugas. Dalam kaitannya dengan kecerdasan emosional,
guru yang berasal dari keluarga dengan latar belakang budaya uncertainty avoidance lemah inilah yang mempunyai kecenderungan memiliki tingkat
kecerdasan emosional yang tinggi daripada guru dari keluarga dengan latar belakang budaya uncertainty avoidance kuat. Rendahnya inisiatif dan
ketidakmampuan dalam menghadapi situasi ketidakpastian yang dimiliki PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
dalam keluarga dengan latar belakang budaya uncertainty avoidance kuat mengakibatkan guru memiliki tingkat kecerdasan emosional yang rendah.
Dimensi individualisme versus kolektivisme individualism versus collectivism mengacu pada sejauhmana budaya dalam keluarga mendukung
tendensi individualisme atau kolektivisme. Budaya individualisme mendorong anggota-anggotanya agar mandiri otonom, menekankan tanggung jawab dan
hak-hak pribadinya. Sementara budaya kolektivisme menekankan kewajiban pada anggota keluarga daripada hak-hak pribadinya. Dalam hubungannya
dengan kecerdasan emosional, guru dari keluarga dengan latar belakang budaya individualisme cenderung memiliki tingkat kecerdasan emosional
yang tinggi daripada guru dari keluarga dengan latar belakang budaya kolektivisme, karena budaya individualisme menyebabkan tumbuhnya
kemandirian secara emosional. Berbeda dengan guru dari keluarga dengan latar belakang budaya kolektivisme yang mengalami perkembangan
kecerdasan emosional yang tergantung pada kepentingan kelompok. Dalam budaya kolektivisme, seseorang memiliki tingkat ketergantungan yang tinggi
dengan kelompoknya, akibatnya secara emosional mereka tidak mandiri. Dimensi maskulinitas versus femininitas masculinity versus
femininity menunjukkan sejauhmana budaya dalam keluarga berpegang teguh pada peran gender atau nilai-nilai seksual yang tradisional, yang didasarkan
pada perbedaan biologis. Keluarga dengan latar belakang budaya maskulinitas menekankan nilai asertifitas, prestasi, dan performansi. Sedangkan pada