Kecerdasan Emosional TINJAUAN PUSTAKA

keyakinan terhadap emosi diri sendiri berkaitan dengan ketepatan pengambilan keputusan-keputusan masalah pribadi. Seorang guru yang memiliki keyakinan yang lebih tentang perasaannya adalah pemimpin yang andal bagi kehidupannya sendiri, karena mempunyai kepekaan yang lebih tinggi akan perasaan mereka yang sesungguhnya atas pengambilan keputusan-keputusan masalah pribadinya. Dimensi self-awareness mencakup indikator: mengenali emosi sendiri, mengetahui kekuatan, mengetahui keterbatasan diri, keyakinan akan kemampuan diri. b. Self-regulation penguasaan diri Self-regulation merupakan kemampuan untuk menangani emosi agar dapat terungkap dengan “pas”. Emosi yang dialami tidak ditekan atau diabaikan, tetapi tidak juga terjadi secara berlebihan. Seseorang yang mempunyai penguasaan diri yang baik dapat lebih terkontrol dalam membuat tindakan agar lebih hati-hati. Penguasaan diri berarti menangani perasaan agar perasaan dapat terungkap dengan tepat, hal ini merupakan kecakapan yang sangat tergantung pada kesadaran diri. Seorang guru yang memiliki self-regulation rendah, saat mengalami kegagalan dalam hidup, akan terus menerus dalam keadaan murung tidak mampu menghibur dirinya sendiri, sementara seorang guru yang memiliki self-regulation tinggi dapat bangkit kembali dengan cepat saat mengalami kegagalan dalam hidup. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Dimensi self-regulation mencakup indikator: menahan emosi dan dorongan negatif, memelihara norma kejujuran dan integritas, bertanggung-jawab atas kinerja pribadi, keluwesan dalam menghadapi perubahan terbuka terhadap ide-ide serta informasi baru. c. Self-motivation motivasi diri Self-motivation berkaitan dengan kemampuan untuk memotivasi diri agar tetap berorientasi pada sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan. Kemampuan seseorang memotivasi diri dapat ditelusuri melalui hal-hal sebagai berikut: 1 cara mengendalikan dorongan hati; 2 derajat kecemasan yang berpengaruh terhadap unjuk kerja seseorang; 3 kekuatan berpikir positif; 4 optimisme; 5 keadaan flow mengikuti aliran. Menata emosi sebagai alat untuk mencapai tujuan adalah hal yang sangat penting dalam kaitan untuk memotivasi diri sendiri, menguasai diri sendiri dan untuk berkreasi. Seorang guru yang memiliki kendali diri emosional, menahan diri terhadap kepuasan dan mengendalikan dorongan hati, serta mampu menyesuaikan diri dalam “flow”, cenderung jauh lebih produktif dan efektif dalam hal apapun yang mereka kerjakan. Ketika sesuatu berjalan tidak sesuai dengan rencana, seorang guru yang mempunyai tingkat kecerdasan emosional tinggi tidak akan bertanya “apa yang salah dengan saya ?”. Sebaliknya ia akan bertanya “apa yang dapat saya lakukan agar saya dapat memperbaiki masalah ini ?”. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Dimensi self-motivation mencakup indikator: dorongan untuk menjadi lebih baik, menyesuaikan dengan sasaran kelompok atau organisasi, kesiapan untuk memanfaatkan kesempatan, kegigihan dalam memperjuangkan kegagalan dan hambatan. d. Empathy empati Empathy merupakan kemampuan untuk mengenali perasaan orang lain dan merasakan apa yang orang lain rasakan jika dirinya sendiri yang berada pada posisi tersebut. Empati atau mengenal emosi orang lain yang dibangun berdasarkan pada kesadaran diri emosional, merupakan “ketrampilan bergaul”. Jika seseorang terbuka pada emosi sendiri, maka dapat dipastikan e. Social skills ketrampilan sosial Dengan adanya 4 kemampuan seperti telah disebutkan di atas seseorang dapat berkomunikasi dengan orang lain secara efektif. Kemampuan untuk memecahkan masalah bersama-sama lebih ditekankan dan bukan pada konfrontasi yang tidak penting yang sebenarnya dapat dihindari. Orang yang mempunyai tingkat kecerdasan emosional yang tinggi mempunyai tujuan konstruktif dalam pikirannya. Membina hubungan dengan orang lain merupakan ketrampilan sosial yang mendukung keberhasilan dalam pergaulan dengan orang lain. Tanpa memiliki ketrampilan sosial seseorang akan mengalami kesulitan dalam pergaulan sosial. Dimensi Social skills mencakup indikator: kemampuan persuasi, mendengar dengan terbuka dan memberi pesan yang jelas, kemampuan menyelesaikan pendapat, semangat leadership, kolaborasi dan kooperatif, team building. 4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosional Ada beberapa faktor yang berperan penting dalam pembentukan dan perkembangan tingkat kecerdasan emosional. Secara umum faktor-faktor tersebut dibedakan menjadi dua, yaitu: faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang ada dalam individu sendiri, yaitu: faktor fisiologis dan faktor psikologis. Faktor fisiologis merupakan faktor kesehatan fisiologis yang dimiliki individu. Susunan fisiologis yang berkaitan dengan kecerdasan emosional adalah otak. Otak manusia adalah sumber pengetahuan tentang emosi karena di otak emosi dapat dideteksi dan dikenali, serta memberikan respon untuk bertindak. Faktor psikologis berkaitan dengan sikap, motivasi, dan dorongan- dorongan internal lain yang memungkinkan sejauh mana individu memiliki kecerdasan emosional. Daniel Goleman 1999:274 menyatakan bahwa rasa keyakinan ingin tahu, niat atau kemauan, pengendalian diri, keterkaitan, kecakapan berkomunikasi dan kemampuan bekerja sama, mempengaruhi kecerdasan emosional individu yang dijelaskan sebagai berikut: a. Keyakinan, yaitu perasaan kendali dan penguasaan individu terhadap dirinya sendiri. Seseorang yang memiliki pengertian akan dirinya bahwa dia mampu membawa dirinya berdasarkan tuntutan situasi dan kondisi, cenderung berhasil dalam apa yang dikerjakannya. b. Rasa ingin tahu, yaitu dorongan untuk mencari tahu atau menyelidiki sesuatu. Kebutuhan untuk memahami ini sifatnya positif dan memberikan kepuasan. c. Niat, yaitu didorong dari dalaminisiatif untuk berhasil, ketekunan atau hasrat untuk bertindak secara konsekuen untuk mencapai tujuan. d. Pengendalian diri, yaitu kemampuan untuk menyesuaikan tindakan dengan pola yang sesuai dengan usia, kendali yang mengarahkan diri untuk memperoleh hasil yang lebih besar. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI e. Keterkaitan, yaitu kemampuan melibatkan diri dengan orang lain, dengan memahami situasi yang dialami oleh orang lain dan mampu berpikir dari sudut pandang orang lain. f. Kecakapan berkomunikasi, yaitu kemampuan verbal, untuk bertukar gagasan, perasaan dan konsep dengan orang lain. Kemampuan mendengarkan dan memberi umpan balik berdasarkan rasa percaya dan keterkaitan dengan orang lain. g. Kemampuan bekerjasama, yaitu bersikap kooperatif berarti mampu untuk menyeimbangkan kebutuhannya sendiri dengan kebutuhan orang lain dalam kegiatan kelompok. Faktor eksternal adalah perlakuan yang diperoleh dari lingkungan yang mempengaruhi kecerdasan emosional. Lingkungan yang pertama-tama mempengaruhi kecerdasan emosional adalah keluarga, kemudian lingkungan teman sebaya lingkungan kerja, dan masyarakat sosial.

E. Jenis Kelamin

Secara umum manusia diciptakan atas dua kategori yaitu laki-laki dan perempuan. Pembagian tersebut berdasarkan pada perbedaan yang melekat pada kedua jenis kelamin tersebut. Jenis kelamin menunjuk pada keseluruhan ciri-ciri yang membedakan manusia sebagai laki-laki dan perempuan yaitu mengenai jasmani, kejiwaan, sifat, cara berpikir, perasaan dan sebagainya. Adanya perbedaan-perbedaan tersebut mengarahkan pada pembagian kerja yang berbeda antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan-perbedaan ini mengakibatkan perbedaan ciri-ciri, sifat dan karakteristik psikologis yang berbeda antara laki-laki dan perempuan Tri Dayakisni dan Salis Yuniardi, 2004:253. Sewaktu menjadi dewasa, individu akan mempelajari peran-peran sosial melalui proses-proses penguatan dan peniruan. Sehingga pada akhirnya laki-laki dan perempuan memperoleh sikap, ketrampilan dan ciri-ciri kepribadian yang berbeda berdasarkan peran yang dikaitkan dengan jenis kelamin dalam lingkungannya. Berikut disajikan tabel perbedaan psikologis antara laki-laki dan perempuan Gilarso, 2003:3: Perbedaan Psikologis Laki-laki Perempuan 1. Pola dasar pandangan keluar terarah pada duniaobyek 2. Suka menjelajah dan menyelidiki alam sekitar 3. Suka “membongkar dan membangun”. Pria membangun dunia menjadi rumah tempat tinggal 4. Suka bekerja diluar, mencari nafkah, menguasai dunia 5. Suka mencoba, mencari, dan melihat-lihat 6. Aktif, mengambil inisiatif, suka kritik, dan protes 7. Intelek dan rasio lebih utama, dapat mengendalikan perasaan dengan akalnya 8. Lebih melihat kenyataan obyektif, terarah pada garis-garis besar, lebih teguh dalam putusan 1. Pola dasar pandangan ke dalam, terarah pada manusia 2. Lebih gemar tinggal di rumah, memelihara dan merawat 3. Menyayangi dan memelihara. Wanita pandai menciptakan suasana di rumah menjadi tempat yang membuat orang krasan 4. Perhatian lebih untuk pribadi sesama manusia anak 5. Butuh diperhatikan, senang dilihat dan dicari 6. Reaksi, menanggapi, lebih tabah, dan mudah menerima 7. Emosi dan perasaan lebih menonjol dan mempengaruhi pikirannya 8. Perhatian sampai detail-detail hal kecil-kecil, cenderung intuitif, mudah mengubah keputusannya 9. Gelombang perasaan mendatar dan relatif stabil 10. Gairah seksual lebih berkobar, lebih bersifat jasmani biologis 9. Perasaan pasang surut terpengaruh oleh siklus bulanan 10. Gairah seksual lebih rohani lebih mementingkan cinta dan kemesraan Secara terus menerus perbedaan-perbedaan psikologis tersebut akan semakin berkembang sesuai psikologi kepribadian masing-masing sehingga, pada akhirnya laki-laki dan perempuan akan memiliki kepribadian yang berbeda serta tingkat kecerdasan emosional yang berbeda pula. Berdasarkan sifat dan karakteristik psikologisnya, emosi dan perasaan pada perempuan lebih menonjol dan mempengaruhi pikirannya daripada laki-laki. Karenanya perempuan cenderung mempunyai tingkat kecerdasan emosional lebih tinggi dari pada laki- laki.

F. Locus of Control

Locus of control merupakan sebuah konsep yang dibangun oleh Rotter Tri Dayakisni dan Salis Yuniardi, 2004:209 yang menyatakan bahwa setiap orang berbeda dalam bagaimana dan seberapa besar kontrol diri mereka terhadap perilaku dan hubungan mereka dengan orang lain serta lingkungan. Rotter mendefinisikan locus of control sebagai berikut httpwww.nald.cafulltextreport1REP 10-01.HTM: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI Locus of control as a generalized expectancy of the extent to which a person perceives that events in one’s life are consequences of one’s behavior. Locus of control sebagai suatu harapan yang secara umum meluas dimana sering dirasakan seseorang dalam kejadian-kejadian dalam kehidupannya sebagai akibat dari suatu tingkah laku seseorang. Rotter dalam Brigita Pujiwati, 2004:31 mendefinisikan locus of control berdasarkan teori belajar sosial, menjadi tiga aspek utama yaitu behavior potential perilaku potensial, expectancy harapan dan reinforcement value nilai penguat, ketiga aspek itu berhubungan satu dengan yang lain. Perilaku individu bergantung pada harapan- harapan dimana suatu tingkah laku tertentu akan memberi penguatan, dan nilai penguatan tersebut akan memuaskan kehidupan individu selanjutnya. Jika individu berhasil memperoleh penguatan yang diharapkan, maka ia cenderung meyakini bahwa penguatan itu akan diperoleh bukan dari dirinya sendiri. Secara singkat dapat disimpulkan bahwa locus of control adalah anggapan sejauh mana orang tersebut merasakan adanya usaha yang telah dilakukan dan akibatnya. Locus of control umumnya dibedakan menjadi dua berdasarkan arahnya, yaitu internal dan eksternal. Individu dengan locus of control eksternal melihat diri mereka sangat ditentukan oleh bagaimana lingkungan dan orang lain melihat mereka. Keberhasilan dan kegagalan dalam hidupnya dipandang sebagai nasib, faktor keberuntungan, kesempatan karena kekuasaan orang lain atau karena kondisi-kondisi yang tidak dapat dikuasainya. Sedangkan individu dengan locus of control internal melihat diri mereka sangat dipengaruhi oleh dirinya sendiri.

Dokumen yang terkait

Pengaruh locus of control, kultur keluarga, dan kultur sekolah pada hubungan antara kecerdasan emosional dengan prestasi belajar siswa : survei pada siswa-siswa SMP Negeri dan Swasta di Kabupaten Sleman - Yogyakarta.

0 0 265

Pengaruh jenis kelamin dan locus of control terhadap hubungan kultur keluarga, kultur lingkungan kerja, dan kultur lingkungan masyarakat dengan kecerdasan emosional guru : survei pada guru SMA di Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta.

1 2 293

Pengaruh jenis kelamin locus of control terhadap hubungan kultur keluarga, kultur lingkungan kerja, dan kultur lingkungan masyarakat dengan kecerdasan emosional guru : survei guru SMA di Kabupaten Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta.

0 0 276

SKRIPSI PENGARUH KULTUR LINGKUNGAN KERJA DAN LOCUS OF CONTROL PADA HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KUALITAS PELAYANAN KARYAWAN

0 0 205

PENGARUH JENIS KELAMIN DAN LOCUS OF CONTROL TERHADAP HUBUNGAN KULTUR KELUARGA, KULTUR LINGKUNGAN KERJA, DAN KULTUR LINGKUNGAN MASYARAKAT DENGAN KECERDASAN EMOSIONAL GURU Survei: Guru SMA di Kabupaten Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta SKRIPSI Diajukan untu

0 0 274

Pengaruh jenis kelamin dan locus of control terhadap hubungan kultur keluarga, kultur lingkungan kerja, dan kultur lingkungan masyarakat dengan kecerdasan emosional guru : survei pada guru SMA di Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta - USD Repository

0 0 291

PENGARUH KULTUR LINGKUNGAN KERJA DAN LOCUS OF CONTROL PADA HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KUALITAS PELAYANAN KARYAWAN

0 2 203

PENGARUH KULTUR LINGKUNGAN KERJA DAN LOCUS OF CONTROL PADA HUBUNGAN ANTARA KECERDASAN EMOSIONAL DENGAN KUALITAS PELAYANAN KARYAWAN

0 0 210

Pengaruh jenis kelamin dan locus of control terhadap hubungan kultur keluarga, kultur lingkungan kerja, dan kultur lingkungan masyarakat dengan kecerdasan emosional guru : survei pada guru SMA di Kabupaten Sleman, DIY - USD Repository

0 0 269

Pengaruh jenis kelamin dan locus of control terhadap hubungan kultur keluarga, kultur lingkungan kerja, dan kultur lingkungan masayarakat dengan kecerdasan emosional guru : survei pada guru SMA di Kodya Yogyakarta, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta - US

0 0 268