clxv
untuk menjaga perasaan agar mitra tutur tidak merasa terancam atas tuturannya.
9 Menyatakan ketidaksetujuan dengan mitra tutur sehingga mitra tutur merasa
namanya jatuh.
Tuturan akan menjadi tidak santun jika penutur mengungkapkan atau menyatakan ketidaksetujuan dengan mitra tutur sehingga mitra tutur merasa
namanya jatuh. Perhatikan contoh data tuturan di bawah ini, yang mana si penutur menyatakan ketidaksetujuan dengan mitra tutur sehingga mitra tutur merasa
namanya jatuh.
89
”Eh, kamu salah bukan begitu caranya. Seharusnya ....”
S, 011. Konteks Tuturan:
Tuturan dituturkan oleh siswa kepada siswa lain pada saat PBM di dalam kelas. Tuturan tersebut dituturkan dengan nada
menjatuhkan mitra tuturnya di depan siswa lain.
90
”Harusnya kamu tadi ngomong gini. Jangan ngomong yang itu, kan jadi salah.”
S, 013. Konteks Tuturan:
Tuturan dituturkan oleh siswa kepada siswa lain pada saat
istirahat di luar kelas. Tuturan tersebut dituturkan dengan nada menjatuhkan mitra tuturnya di depan siswa lain.
91 “
Kamu tuh ngawur, coba tadi nanya aku dulu”
S, 0129. Konteks Tuturan:
Tuturan dituturkan oleh siswa kepada temannya, yang tidak
setuju dengan tindakan temannya itu. Tuturan tersebut dituturkan dengan nada menjatuhkan temannya di depan
siswa lain.
clxvi
Tuturan 89, 90, dan 91 di atas memperlihatkan bahwa si penutur mengungkapkan atau menyatakan ketidaksetujuan dengan mitra tutur
sehingga mitra tutur merasa namanya jatuh, yaitu dengan tuturan
”Eh, kamu salah bukan begitu caranya”
89, ”
Jangan ngomong yang itu, kan jadi salah”
90
,
dan
”Kamu tuh ngawur”
91. Tuturan-tuturan tersebut tidak pantas ditujukan kepada mitra tutur, apalagi situasinya di depan orang
banyak. Dengan tuturan-tuturan tersebut secara sadar ataupun tidak sadar si penutur telah mengancam muka mitra tutur karena tuturan yang
ditujukan kepada mitra tidak santun, bahkan akan membuat si mitra tutur merasa malu dengan orang lain yang mendengarnya. Komunikasi akan
terjaga dengan baik apabila si penutur mampu memperlihatkan rasa rendah hati dan kalau bisa mengalah demi rasa hormat dan solidaritas di hadapan
mitra tuturnya, salah satunya dengan tidak menjatuhkan mitra tuturnya.
10 Memuji diri atau membanggakan nasib baik atau kelebihan diri penutur.
Tuturan juga akan menjadi tidak santun jika penutur memuji diri atau membanggakan nasib baik atau kelebiha diri penutur. Hal ini dapat dilihat pada
data tuturan di bawah ini.
92
”Ya bisa lah, gue gitu lho....”
S, 0321. Konteks Tuturan:
clxvii
Tuturan dituturkan oleh siswa kepada teman-temannya pada saat istirahat di luar kelas. Tuturan tersebut dituturkan dengan
nada membanggakan diri.
93
”Kayak aku nih.... Mantap....”
S, 0322. Konteks Tuturan:
Tuturan dituturkan oleh siswa kepada teman-temannya pada saat mau pulang sekolah. Tuturan tersebut dituturkan dengan
nada membanggakan diri.
94
”Kalau sama aku, kalian nggak bakalan kelaparan....”
S, 0368. Konteks Tuturan:
Tuturan dituturkan oleh siswa kepada teman-temannya pada saat makan di kantin sekolah. Tuturan tersebut dituturkan
dengan nada membanggakan diri.
Ketiga contoh tuturan di atas, yaitu tuturan 92, 93, dan 94 menunjukkan bahwa si penutur memuji diri atau membanggakan nasib baik
atau kelebihan dirinya. Tuturan-tuturan tersebut tidak mencerminkan kesantunan dalam bertutur karena si penutur tidak bersikap rendah hati.
Padahal, sikap rendah hati dapat menjaga harkat dan martabat dirinya yang berefek pada penghormatan dan penghargaan terhadap orang lain. Selain
itu, sikap rendah hati juga dapat mengendalikan diri agar tidak sombong sebagai cara menjaga kesantunan bertutur, kerukunan hubungan, dan
memberi penghormatan kepada mitra tutur.
Selain itu, ada pula fakta bahwa pemakaian bahasa Indonesia yang tidak santun ditandai dengan pemakaian bahasa verbal, seperti a kata-kata tabu, b
clxviii tidak memakai perkataan ”tolong” pada waktu menyuruh orang lain, c tidak
mengucapan ”terima kasih” setelah orang lain melakukan tindakan seperti yang diinginkan oleh penutur, d tidak memberikan penyebutan kata sapaan ”bapak,
Ibu”, dan ”saudara”, e tidak memberikan penyebutan kata ”beliau” untuk orang yang lebih dihormati, f tidak menggunakan kata ”minta maaf” untuk ucapan
yang dimungkinkan dapat merugikan mitra tutur. Perhatikan contoh data berikut. 95
“ Pak, Dewi mau izin kencing”
S, 056. Konteks Tuturan:
Tuturan dituturkan oleh siswa putri kepada gurunya pada saat PBM di kelas. Tuturan ini dituturkan dengan intonasi memohon
izin sambil senyum-senyum.
96
“ Hapus papan tulis itu yang bersih”
G, 057. Konteks Tuturan:
Tuturan dituturkan oleh guru kepada siswa yang piket untuk menghapus papan. Tuturan ini dituturkan dengan intonasi
menyuruh sambil menunjuk papan tulis yang penuh tulisan.
97
” Jelaskan lagi Pak Kami masih bingung.”
S, 0371. Konteks Tuturan:
Tuturan dituturkan oleh siswa putra kepada gurunya pada saat gurunya selesai menerangkan di kelas. Tuturan ini dituturkan
dengan intonasi menyuruh.
98
“ Besok jangan sulit-sulit ulangannya”
S, 059. Konteks Tuturan:
Tuturan dituturkan oleh siswa putri kepada gurunya pada saat gurunya mengumumkan kalau besok akan diadakan ulangan atau
ujian. Tuturan ini dituturkan dengan intonasi meminta.
99
” Kok lama banget sih beli esnya.”
S, 0331.
clxix Konteks Tuturan:
Tuturan dituturkan oleh siswa putri kepada temannya ketika temannya menyerahkan es kepadanya. Tuturan ini dituturkan
dengan intonasi agak marah.
Kelima contoh tuturan di atas memperlihatkan pemakaian bahasa Indonesia yang kurang santun, dalam hal ini bentuk tuturan direktif yang
dituturkan, baik oleh guru maupun siswa kepada mitra tuturnya. Pada tuturan 95, ditandai dengan pemakaian kata tabu, yaitu ”
kencing
” ketika siswa meminta izin kepada gurunya. Seharusnya kata ”
kencing
” tersebut diubah menjadi ”
buang air kecil”
atau dengan ungkapan ”
ke belakang” .
Pada tuturan 96, ditandai dengan penutur tidak memakai kata
tolong
, padahal menyuruh atau meminta tolong mitra tuturnya. Pada tuturan 97, ditandai dengan penutur tidak menggunakan kata
maaf
, padahal untuk tuturan yang dimungkinkan dapat merugikan mitra tutur, dalam hal ini siswa meminta gurunya untuk menjelaskan lagi materi yang belum
jelas. Seharusnya penutur memakai kata
maaf
, apalagi bertutur dengan gurunya. Pada tuturan 98 ditandai dengan penutur siswa tidak menggunakan
sapaan untuk gurunya. Seharusnya pada saat bertutur dengan gurunya, siswa menggunakan sapaan
P ak
atau
Bu
untuk menghormati mitra tuturnya. Pada tuturan 99 ditandai dengan si penutur tidak mengucapkan
terima kasih
setelah temannya melakukan tindakan seperti yang diinginkan oleh penutur, tetapi si
penutur justru memarahinya. Bentuk-bentuk tuturan direktif seperti di atas harusnya dihindari agar komunikasi yang diinginkan dapat berjalan lancar.
Oleh karena itu, bentuk tuturan di atas agar tampak santun di hadapan mitra tutur, seharusnya tuturan tersebut diubah dengan menggunakan atau
clxx menambahkan kata yang tepat. Berikut ini contoh perbaikan untuk kelima tuturan
yang tidah santun di atas menjadi bentuk yang santun. 95a
“ Pak, saya mohon izin ke belakang”
96a
“ Tolong ya, hapuskan papan tulis itu yang bersih”
97a
” Maaf Pak, mohon dijelaskan lagi Kami masih bingung.
98a
“ Pak, besok jangan sulit-sulit ulangannya ya”
99a
” Makasih ya, sudah capek-capek antre belikan es.”
Di samping bentuk-bentuk verbal seperti di atas, perilaku ketidaksantunan berbahasa juga dapat dilihat dari bahasa non-verbalnya, yaitu seperti a
memperlihatkan wajah cemberut atau tidak ceria, b menunjukkan penampilan yang tidak menyenangkan ketika berbicara, c sikap yang tidak menunduk ketika
berbicara dengan mitra tutur yang dihormati, d posisi tangan yang selalu berkecak pinggang, dan sebagainya. Pemakaian bahasa non-verbal seperti itu akan
dapat menimbulkan ”aura tidak santun” bagi mitra tuturnya.
2. Prinsip dan Strategi Kesantunan Bentuk Tuturan Direktif
a Prinsip Kesantunan Bentuk Tuturan Direktif
Penerapan prinsip kesantunan berbahasa di SMA Negeri 1 Surakarta memiliki kesamaan atau kesesuaian dengan prinsip-prinsip kesopanan atau
kesantunan yang dikembangkan oleh Geoffrey Leech yang terdiri atas maksim kearifan, maksim kemurahan hati, maksim pujian, maksim
kerendahan hati, maksim kesepakatan, dan maksim simpati. Berikut ini
clxxi
pemaparan maksim-maksim tersebut yang disesuaikan dengan fakta berbahasa di SMA Negeri 1 Surakarta.
1 Maksim Kearifan
Tact Maxim
Maksim kearifan tersebut menekankan pada ‘pengurangan beban untuk orang lain dan memaksimalkan ekpresi kepercayaan yang
memberikan keuntungan untuk orang lain dalam kegiatan bertutur. Penutur yang berpegang teguh pada maksim kearifan atau kebijaksanaan ini, akan
dapat menghindarkan diri dari sikap dengki dan iri hati kepada mitra tuturnya. Di bawah ini beberapa contoh tuturan yang memperlihatkan
kepatuhan si penutur terhadap maksim kearifan.
100 “
Duduk di sini lho Dik, masih ada tempat kok
” sambil menggeser duduknya. S, 0324.
Konteks Tuturan: Tuturan dituturkan oleh siswa kepada siswa lain adik
kelasnya untuk memberikan tempat duduk pada waktu makan di kantin sekolah. Tuturan tersebut dituturkan dengan
nada santun.
101
“Silakan dipakai saja dulu Bu Saya belum mau makai kok.”
G, 0383. Konteks Tuturan: