Pelaksanaan Komponen Program Pelaksanaan Program Pembinaan Karakter Berbasis Agama

151 non muslim nampaknya belum diadakan kegiatan semacam ini. Kegiatan nampak dihadiri oleh guru PAI, waka kurikulum, dan beberapa personil guru lainnya. Siswa membaca Al- Qur’an 30 juz dengan sistem pembagian. Selain itu juga ada materi terkait motivasi dari guru untuk siswa-siswi SMA Negeri 5 Yogyakarta.

d. Pelaksanaan Komponen Program

Dari berbagai hasil observasi dari kegiatan KBM, IMTAQ, maupun ekstrakurikuler di SMA Negeri 5 Yogyakarta, dapat dinyatakan bahwa pada setiap kegiatan mencerminkan efektivitas dari penggunaan fasilitas dan peran pengkoordinasian personil. Pada intinya seluruh personil di SMA Negeri 5 Yogyakarta memang mendukung pelaksanaan program ini. Hal ini juga diungkapkan oleh kepala sekolah dalam wawancara yang menyatakan, “Tadi saya katakan, kegiatan ini bukan hanya pak Jum tapi sudah menjadi suatu budaya warga sekolah, jadi semua yang ada di sekolah ini bahkan sampai tukang sapu tatkala lagu indonesia raya dikumandangkan bersama- sama bahkan itu yang namanya tukang sapu pun juga harus berhenti itu berarti kan sudah melaksanakan afeksi. Sehingga sudah semua warga. Kami tidak mau kalau itu hanya ada di pimpinan sekolah, maka semua bapak ibu guru itu semuanya termasuk guru agama.” JM 23-290216 Personi secara keeseluruhan mendukung kegiatan program sekolah, dan tidak hanya sebatas pada pimpinan saja tetapi keseluruhan personil sudah dapat mendukung segala rutinitas sekolah. Seluruh personil tersebut merupakan warga sekolah baik karyawan, guru, staf tata usaha. Hal ini diungkapkan pula oleh wakasek kesiswaan, “O sangat bagus sekali, mendukung semuanya dari karyawan, guru, TU, semua ikut sangat mendukung.” FD 23-120216 152 Menurut pendapat guru pendidikan agama katolik, bahwa seluruh personil kompak dalam mendukung program namun tetapi tetap sesuai dengan pembagian tugas sesuai kegiatan. Hal ini dinyatakan dalam hasil wawancara, “Semua kompak sebenarnya, tapi kalau melibatkan seluruh personil ehm ndak juga. Jadi kadang kami untuk natalan hanya untuk siswa dan guru karyawan yang katolik dan kristen, lalu paling tidak kami mengundang pimpinan-pimpinan sekolah. Jadi kalau untuk retret itu biasanya dari kepala sekolah ada visitasikunjungan. GY 23-190316 Baik dari pernyataan personil tersebut, maupun hasil pengamatan pada kegiatan nampak bahwa personil di SMA Negeri 5 Yogyakarta mendukung dan menjalankan tugas kegiatan sesuai pembagian masing-masing. Maka dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan komponen program dari segi personil sudah sangat baik. Keseluruhan mendukung pada pelaksanaan segi kegiatan IMTAQ di sekolah. Pelaksanaan oleh personil adalah disesuaikan dengan pembagian sesuai kegiatan. Sedangkan jika kegiatan tersebut dapat dilakukan secara umum maka melibatkan personil guru. Pelaksana kegiatan memang dilakukan pembagian karena tidak semua guru mampu melaksanakan. Sementara untuk kegiatan PHB Kristen Katolik adalah melibatkan seluruh siswa kristen katolik disertai dengan perwakilan dari pimpinan sekolah. Selanjutnya dari segi fasilitas, berdasarkan hasil observasi pada berbagai kegiatan nampak sekolah tidak memiliki permasalahan dalam urusan fasilitas pendukung program. Seperti kegiatan mentoring yang menggunakan masjid, penggunaan ruang kelas untuk tadarus, pembinaan siswa non muslim di ruang agama kristen katolik dan sebagainya. Berdasarkan hasil wawancara, menang 153 nyatanya pendapat guru mengatakan hal sedemikian, seperti yang dinyatakan oleh wakasek kurikulum, “Pemanfaatan sarana prasarana kalau dilihat yaa sudah memenuhi lah mas, sudah kecukupan dalam artian tidak pernah ada masalah dalam penggunaannya. Ya walaupun seperti masjid tidak dapat menampung siswa keseluruhan, tetapi inisiatif siswa SMA 5 dalam melakukan sholat berjamaah sudah sangat baik seperti bergiliran. Selain itu terkait sarana lain seperti lab, perpus, itu kan nanti sudah ada jadwal pengaturan penggunaannya.” SY 22-090216 Penggunaan fasilitas dapat maksimal karena adanya pengaturan yang dilakukan oleh sekolah sehingga dapat memenuhi kebutuhan. Sedangkan untuk fasilitas agama kristen katolik juga sudah dirasakan cukup. Pandangan serupa diungkapkan oleh guru pendidikan agama kristen yang menyatakan, “Untuk sarana kita ada ruang khusus untuk siswa non muslim. Karena jumlah kita tidak banyak maka sudah cukup untuk memenuhi dalam kegiatan keagamaan dan kegiatan belajar mengajar. Untuk fasilitas semua terpenuhi, semua sudah dirancang oleh sekolah untuk memfasilitasi. Bukan hanya yang muslim, tetapi untuk keperluan kita yang kristen dan katholik juga sudah disediakan ruangan khusus untuk pembelajaran dan pembinaan keimana n dan ketaqwaan.” ER 22-290216 Hal tersebut memang nyatanya benar adanya berdasarkan hasil observasi dikarenakan jumlah siswa kristenkatolik yang tidak banyak. Sehingga dari segi pemanfaatan fasilitas dapat dikatakan sudah baik karena disesuaikan dengan kebutuhan, rasio siswa, maupun melalui pengaturan penggunaan yang dilakukan oleh sekolah. Komponen pemanfaatan anggaran merupakan aspek yang tidak dapat dilakukan penelitan. Namun demikian, penggunaan anggaran untuk kegiatan berbasis keagamaan memakan proporsi terbanyak dari seluruh program sekolah. 154 Seperti yang diungkapkan kepala sekolah dalam hasil wawancara yang menyatakan, “Masing kegiatan yang terkait dengan keagamaan itu tak hitung-hitung itu 20 sendiri, itu include di kegiatan APBS tadi bukan ini berbunyi afeksi sendiri itu bukan. Ya tadi sekitar 20 ini melebihi sekolah yang lain karena afeksi kita yang berbasis pada kegiatan keagamaan seperti mentoring.” JM 25-290216 Untuk dana kegiatan berbasis agama tidak ada alokasi secara tersendiri, tetapi pemanfaatan dana dilakukan dengan menyesuaikan kebutuhan. Penggunaannya adalah melalui dana BOS dan BOP. Seperti yang diungkapkan wakasek kurikulum yang menyatakan, “Tidak ada, hanya kita tetap menyesuaikan misal BOP hanya untuk konsumsi, sedangkan dari dana BOS bisa digunakan untuk pembimbing- pembimbing ekskul.....” SY 25-120216 Walaupun memiliki proporsi terbesar dalam APBS, masih adanya permasalahan yang timbul ketika diadakan event besar seperti kurangnya dana, sehingga siswa harus mengembangkan dana tersebut. Hal ini diungkapkan oleh guru PAI dalam hasil wawancara yang menyatakan, “Ya tidak disendirikan, semua pakai APBS. APBS itu sebagian kalau kurang anak mencari donatur. Lha kayak kamu kalau mengadakan event ulang tahun. Tapi tetep program meningkat. Anak-anak cari sponsor. Wah efektifitas malah kurang yang jelas. Kayak macetar itu dari sekolah 1 juta tapi anak mengembangkan 15 juta. Tapi kan susah itu mengkaver, kamu bisa bayangkan itu?” MR 25-160216 Menguatkan pendapat guru PAI, permasalahan serupa juga terjadi ketika pengadaan kegiatan siswa kristen katolik. Hal ini diungkapkan oleg guru pendidikan agama katolik yang menyatakan, “Jadi memang seperti tadi, dalam pengadaan kegiatan seperti paskah, retret, itu memang beberapa sudah disiapkan sekolah, namun pada 155 realitanya kadang masih ya terdapat kekurangan jadi katakanlah siswa iuran sendiri. Jadi begini realita siswa ketika akan mengikuti kegiatan mereka wajib membuat proposal. Nah sekolah hanya mengeluarkan sejumlah apa yang telah diprogramkan dalam APBS sehingga itu kemudian yang menyebabkan kita seringkali menambah dana secara mandiri.” GY 25-190316 Sehingga dari keterangan responden tersebut dapat disimpulkan Untuk maslah pendanaan, program berbasis agama di SMA Negeri 5 Yogyakarta memiliki alokasi terbesar sekitar 20 dari keseluruhan anggaran. Pemanfaatannya adalah dengan menggunakan dana APBS untuk BOP pembiayaan konsumsi dan dana BOS untuk pembimbing. Keseluruhan dianggap efektif untuk pemenuhan kegiatan keseharian sekolah karena sudah didasarkan pada kebutuhan. Sedangkan pada event kegiatan keagamaan, sekolah kadang masih harus mengembangkan dana dari para siswanya.

3. Evaluasi Program Pembinaan Karakter Berbasis Agama