162 pemborosan. Dalam rangka transparansi, sekolah juga melibatkan perwakilan wali
siswa melalui komite dalam menyusun rancangan anggaran maupun evaluasi anggaran terhadap program-program sekolah.
b. Monitoring Pembinaan Karakter Berbasis Agama
Pada evaluasi terkait akademik, pelaksanaan evaluasi perlu suatu kegiatan monitoringpengamatan yang dilakukan terhadap komponen personil. Monitoring
dalam program pembinaan karakter dilakukan terhadap guru maupun siswa. Untuk monitoring personil terhadap guru dilakukan pengawasan kepala sekolah
melalui wakasek untuk mengawasi guru yang mengajar. Hal tersebut diungkapkan oleh kepala sekolah yang menyatakan,
“.....Nah itu kontrol dari kepala sekolah, kepala sekolah sendiri dengan sekian guru tidak sampai, waka kurikulum sendiri saya suruh masuk untuk
ngawasi guru-
guru yang ngajar itu bisa.” JM 34-290216
Sementara berdasarkan wakasek kesiswaan, kegiatan yang dilakukan kepala sekolah tersebut sangat tidak memungkinkan jika dilakukan secara pribadi.
Sehingga tidak hanya wakasek kurikulum, namun juga dengan wakasek lainnya. Selain itu, pada akhir semester akan diadakan rapat pleno yang membahas
evaluasi KBM oleh guru. Hal ini diungkapkan dalam hasil wawancara yaitu, “.....Sedangkan kalau evaluasi kurikulum itu sendiri lebih ditekankan
apakah kurikulum tersebut sudah berjalan sebagaimana mestinya. Nah tentu walaupun demikian saya juga tidak bisa kan untuk mengecek ke
setiap kelas dalam pembelajaran apakah guru sudah menerapkan proses pembiasaan karakter beragama. Maka dari itu, setiap akhir semester dalam
rapat pleno tersebut juga akan membahas keseluruhan aspek termasuk
kurikulum pembelajaran.” SY 34-090216
Hal tersebut didukung dengan adanya dokumen program supervisi kepala sekolah SMA Negeri 5 Yogyakarta. Berdasarkan studi dokumen tersebut kepala
163 sekolah setidaknya melakukan supervisi terhadap 9 komponen kegiatan, salah
satunya adalah pembelajaran. Supervisi pembelajaran ini penanggung jawabnya adalah kepala sekolah dengan pelaksananya adalah kepala sekolah, wakil kepala
bagian kurikulum, wakil kepala bagian sarana prasarana, wakil kepala bagian humas, dan wakil kepala bagian kesiswaan. Pelaksanaan kegiatan supervisi
dilakukan dari bulan September 2015-Maret 2016. Sehingga jika disimpulkan, kegiatan supervisi adalah dalam rangka untuk memonitoring keberhasilan
implementasi kurikulum yang dilakukan oleh pendidik terhadap siswa termasuk dalam menanamkan afeksi karakter. Pelaksana kegiatan ini adalah kepala sekolah
dengan melibatkan seluruh wakil kepala sebagai TIM supervisi. Kegiatan ini dilakukan pada bulan September 2015-April 2016. Tindak lanjut dari kegiatan
adalah pada finish rapat pleno program sekolah keseluruhan yang dilakukan oleh waka kurikulum dengan membahas keseluruhan aspek kegiatan yang dilakukan
guru. Monitoring program pembinaan utamanya juga akan dilakukan terhadap
peserta didik utamanya di sekolah dan di rumah. Beberapa waktu lalu sekolah mengadakan social worker sebagai bentuk pemantauan kegiatan agama yang
dilakukan siswa dirumah. Akan tetapi, pelaksanaan program ini terhenti karena kurang adanya SDM yang mengurusi. Hal tersebut diungkapkan kepala sekolah
dalam hasil wawancara yang menyatakan, “Dulu namanya social worker, itu kami terhenti dengan kegiatan apa,,,
sampai yang namanya anak di kampung di pengurus takmir itu ada datanya yang dilaporkan ke sekolah. Yah itu bukan barang yang enteng
ternyata. Dulu jalan itu tapi sementara ini baru ada masukkan lagi untuk menghidu
pkan.” JM 36-290216
164 Pandangan serupa juga diungkapkan wakasek kesiswaan, bahwa beberapa
waktu lalu sekolah mengadakan kegiatan tersebut namun terhenti karena kurangnya SDM yang mengurusi,
“Iya, itu social worker. Cuma masalahnya sekarang itu macet mas karena
ya kurang yang mengurusi.” FD 37-120216
Selanjutnya untuk monitoring yang dilakukan sekolah kepada siswa di sekolah adalah dengan melalui buku tata tertib, sedangkan kegiatan kokurikuler
siswa tidak dinilai. Monitoring pada buku tata tertib ini dapat digunakan sebagai penggambaran afeksi siswa karena menggunakan sistem point plus negatif. Pada
buku tatib jika siswa memiliki nilai plus maka siswa semakin baik, sebaliknya jika negatif maka afeksinya kurang. Pernyataan tersebut diungkapkan oleh wakasek
kesiswaan pada hasil wawancara yang menyatakan, “Diadakan monitoring berdasarkan buku tatib. Sedangkan untuk kegiatan
monitoring kokurikuler siswa kita tidak begitu mas. Istilahnya kan selama di sekolah saja mereka siswa adalah kewajiban kita. Kalau di tatib kan kita
bisa mereview siswa ini baik atau tidak dalam keseharian melalui point postif dan negatif yang ada. Kalau banyak min ya berati kurang, kalau
banyak plusnya berarti baik” FD 36-120216
Sementara itu dalam konteks pendidikan agama, selain menggunakan buku tata tertib, upaya monitoring siswa juga dilakukan melalui kegiatan
pengembangan diri siswa wajib bagi kelas X yaitu melalui mentoring dan kajian pagi sholat dhuha,
“Monitoring siswa kan ada buku tatib untuk menggambarkan bagaimana perilaku siswa di sekolah. Khusus kelas X tadi yang mentoring dan sholat
dhuha, juga dijadikan bahan monitoring. Kita wajibkan presensi jadi kalau yang bolong-bolong itu sudah kita pastikan nilai P
AI nya kurang.....” MR 36-160216
165 Untuk memperkuat pendapat tersebut, maka dalam studi dokumentasi
dilakukan review pada buku tata tertib SMA Negeri 5 Yogyakarta. Kemudian pada kegiatan kajian Al-
Qur’an dan Sholat Dhuha ditemukan adanya presensi yang digunakan untuk memonitoring siswa. Selain itu juga adanya raport
mentoring. Pada studi dokumen peneliti, raport mentoring berisikan mengenai berita acara mentoring, lembar pengamatan ibadah mentee, serta penilaian sifat
dan sikap. Ini jelas nantinya akan mengarahkan pada penentuan nilai afeksi siswa yang digunakan dalam penilaian pendidikan agama Islam.
c. Instrumen dan Indikator Penilaian Pembinaan Karakter Berbasis Agama